Bagi Muhammadiyah, kader adalah inti penggerak organisasi yang harus selalu ada. Kader adalah pelanjut estafet perjuangan organisasi. Oleh karena itu, regenerasi kader yang terstruktur, sistematis, dan berkesinambungan harus terus dilakukan agar Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan dapat terus eksis, bergerak, maju, dan berkembang.
Sebaliknya, jika Muhammadiyah tidak mempersiapkan kadernya dan/atau bahkan mengabaikannya, organisasi bisa menjadi lemah dan keberadaannya bisa hilang dari peradaban. “Apabila persyarikatan abai tidak merancang dan menyiapkan para kadernya secara sistematis dan organisatoris, maka dapat dipastikan bahwa Muhammadiyah sebagai suatu organisasi akan lemah, tidak berkembang, tidak ada aktivitas, dan tidak memiliki prospek di masa depan,” demikian kata Shoimah Kastolani (Majalah Suara ‘Aisyiyah, September 2021).
Ortom sebagai Kawah Candradimuka
Sejak awal, para pimpinan Muhammadiyah sudah mempunyai kesadaran tentang pentingnya regenerasi kader. Hal ini terbukti dengan didirikannya berbagai organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah. Keberadaan ortom itu dimaksudkan sebagai wadah ideologi, kawah candradimuka, sekaligus wadah perjuangan bagi kader-kader Muhammadiyah.
Muhammadiyah mempunyai 7 (tujuh) ortom yang bergerak sesuai dengan karakteristik dan spesifikasinya masing-masing. Tujuh ortom itu adalah ‘Aisyiyah, Hizbul Wathan (HW), Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA), Pemuda Muhammadiyah (PM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM), dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dari tujuh ortom itu, empat di antaranya digerakkan oleh para muda-mudi Muhammadiyah.
Baca Juga: Sembilan Prinsip Kaderisasi Digital
Berdirinya Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul ‘Aisyiyah tidak dapat dilepaskan dari keberadaan perkumpulan Siswa Praja (SP), sebuah wadah pembinaan muda-mudi Islam. Bermula dari perkumpulan Siswa Praja Priya (SPP), Pemuda Muhammadiyah resmi menjadi organisasi otonom Muhammadiyah pada 1932. Sementara perkumpulan Siswa Praja Wanita (SPW) resmi berubah nama menjadi Nasyiatul ‘Aisyiyah pada 1931.
Selanjutnya, seiring perkembangan Muhammadiyah dan kondisi sosial keagamaan bangsa Indonesia, inisiatif untuk mendirikan organisasi otonom yang secara khusus digerakkan oleh para pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah pun muncul. Lalu berdirilah Ikatan Pelajar Muhammadiyah pada 1961 dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada 1964.
Menjadi Muhammadiyah
Secara umum, proses perkaderan di ortom telah melahirkan banyak stok kader persyarikatan. Meski begitu, setidaknya ada 2 (dua) tantangan yang mesti disikapi secara bijak. Pertama, perkaderan lintas ortom. Idealnya, proses perkaderan dilakukan secara berjenjang dan lintas ortom, bukan berhenti di satu ortom saja. Sayangnya, masih banyak kader yang mencukupkan diri hanya aktif di satu ortom saja.
Oleh karena itu, penting untuk merumuskan sistem dan mekanisme transformasi kader lintas ortom. Tujuannya agar kader dapat melanjutkan perjuangannya di ortom lain yang secara jenjang perkaderan lebih tinggi. Dalam hal ini, Ketua Majelis Pembinaan Kader PP Muhammadiyah Asep Purnama Bachtiar menegaskan, “dalam konteks perkaderan, belum dapat dianggap purna dan tuntas kaderisasinya jika yang dijalani hanya pada masing-masing ortomnya saja”.
Kedua, perkaderan pasca ortom. Sebagaimana tujuannya, ortom didirikan untuk mencetak kader pelanjut estafet perjuangan Muhammadiyah. Oleh karenanya, ortom punya peran penting untuk menyuplai kader terbaiknya untuk aktif di Muhammadiyah dalam rangka menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar dan melakukan tajdid. Jangan sampai kader ortom tidak mau melanjutkan jenjang perkaderannya di Muhammadiyah.
Merujuk ke kaidah organisasi otonom Muhammadiyah, ada tiga tugas utama yang diemban, yakni: membentuk dan membina kader persyarikatan; membina warga Muhammadiyah dan membimbing kelompok masyarakat dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah, dan; mengembangkan persyarikatan. Di tengah zaman yang terus berubah, kader Muhammadiyah punya peran penting untuk mengemban tugas tersebut.
Muda-mudi Muhammadiyah ini diharapkan dapat membaca realitas zaman dan mengembangkan strategi dakwah yang kreatif dan inovatif. Dengan begitu, tujuan Muhammadiyah untuk “menegakkan dan menjunjung tingga agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” akan dapat terwujud, dan sinar peran Muhammadiyah di tengah masyarakat menjadi makin terang.
Mengutip pesan Kiai Ahmad Dahlan, “Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruskanlah kamu bersekolah (menuntut ilmu pengetahuan) di mana saja! Jadilah guru, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadi Meester, Insyinyur, dll., dan kembalilah kepada Muhammadiyah”. (bariqi)
35 Comments