
Muhammadiyah-James L Peacock
Kiprah Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan yang membawa visi Islam Berkemajuan telah mengundang perhatian beberapa peneliti luar negeri untuk mencari tahu lebih jauh identitas dan karakter Muhammadiyah. Sebut misalnya Mitsuo Nakamura, James L. Peacock, Rosalia Sciortino, Hyung-Jun Kim, dan Claire-Merie Hefner.
Para peneliti tersebut datang ke Indonesia dan menjadi bagian dari aktivitas Muhammadiyah di beberapa daerah. Mitsuo Nakamura, misalnya. Pria berkebangsaan Jepang itu menjadikan aktivitas Muhammadiyah di Kotagede, Yogyakarta pada tahun 1910-2010 sebagai basis datanya. Penelitian Nakamura diterbitkan dalam bentuk buku yang berjudul Bulan Sabit Terbit di atas Pohon Beringin: Studi tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede sekitar 1910-2010.
Selain Nakamura, peneliti lain yang menerbitkan buku dari hasil penelitiannya adalah James L. Peacock. Antropolog University of Nort Carolina ini menulis buku berjudul Purifying the Faith: The Muhammadiyah Movement in Indonesian Islam yang diterjemahkan menjadi Gerakan Muhammadiyah: Memurnikan Ajaran Islam di Indonesia.
Kelahiran dan Perkembangan Muhammadiyah-‘Aisyiyah
Melalui penelitian etnografis, Peacock mengamati perkembangan Muhammadiyah mulai dari aspek keterpengaruhan (seperti tokoh reformis Islam, budaya atau kultur Jawa-Indonesia, dan westernisasi), perkembangan, dan dinamika yang dihadapi Muhammadiyah sejak berdiri sampai tahun 1970-an.
Dalam penelitian itu, Peacock melihat ada pertautan semangat antara Muhammadiyah dengan tokoh pembaharu Muslim asal Mesir, Muhammad Abduh. Adanya pertautan itu dapat diamati dengan praksis gerakan modernisasi kebudayaan Muhammadiyah yang seirama dengan upaya yang dilakukan Abduh.
Baca Juga: Profil Kiai Ahmad Dahlan: Pikiran dan Gerakan yang Melampaui Zaman
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa Muhammadiyah adalah “gerakan reformis yang terkuat yang ada di kalangan Islam di Asia Tenggara, bahkan mungkin di seluruh dunia Islam” (hlm. 6). Kesimpulan tersebut diambil bukan tanpa alasan. Selain menjelma menjadi organisasi sosial-keagamaan yang “gemuk” dari segi kuantitas anggota, sumbangsih Muhammadiyah bagi kemajuan bangsa Indonesia juga besar.
Dengan membawa semangat teologi al-Maun yang diajarkan Kiai Ahmad Dahlan, Muhammadiyah mendirikan sekolah, perguruan tinggi, panti asuhan, rumah sakit, masjid/musala, dan amal usaha di bidang sosial-pendidikan-keagamaan lain di Indonesia. Yang lebih menarik dalam pengamatan Peacock adalah berdirinya ‘Aisyiyah sebagai sayap organisasi perempuan Muhammadiyah.
Berdirinya ‘Aisyiyah pada tahun 1917 adalah manifestasi dari kesadaran tentang kesetaraan gender yang dimiliki anggota Muhammadiyah. Aktivis ‘Aisyiyah pada waktu itu telah memberi kontribusi berharga bagi kemajuan bangsa Indonesia dan umat Islam. Peacock mencatat beberapa gerakan progresif yang dilakukan ‘Aisyiyah, mulai dari mendirikan masjid/musala khusus perempuan, memberikan pengajaran agama Islam bagi masyarakat sekitar, mendirikan taman kanak-kanak, sekolah perempuan Islam, hingga mengutus ribuan mubalighat ke berbagai daerah (hlm. 67).
Baca Juga: Sejarah Berdirinya Musala Perempuan Pertama di Indonesia
Tidak dapat dimungkiri bahwa ‘Aisyiyah telah berhasil melahirkan tokoh-tokoh perempuan yang berpikiran maju, terbuka, dan mempunyai pemahaman yang kuat di bidang keagamaan. Sebut misalnya Siti Bariyah, Siti Walidah, serta Siti Hayinah dan Siti Munjiyah yang mewakili ‘Aisyiyah di Kongres Perempuan Pertama Indonesia pada 1928.
Pada masa selanjutnya, Siti Baroroh Baried menggemparkan dunia akademik dengan prestasinya menjadi profesor perempuan pertama di Indonesia. Ia juga tercatat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah periode 1965-1985.
Sebuah Penutup
Di akhir penelitiannya, Peacock menulis,
“Dalam masyarakat Indonesia yang serba semrawut, Muhammadiyah membuktikan bahwa pelaksanaan rasionalitas, efisiensi, kejujuran, dan prestasi nyata adalah mungkin tercapai… Sekalipun ia menyajikan resionalisasi, Muhammadiyah tetap berpegang kepada iman yang didasarkan kepada keyakinan terhadap hal-hal sakral: yaitu al-Quran yang diturunkan oleh Allah” (hlm. 146-147).
Penelitian Peacock ini mendapat apresiasi dari Djarnawi Hadikusumo. Ia mengatakan bahwa buku ini mempunyai nilai kebermanfaatan dan pengetahuan yang tinggi, khususnya bagi anggota Muhammadiyah, sebab memuat gagasan, cita-cita, ideologi, dan perkembangan Muhammadiyah-‘Aisyiyah di periode awal.
Buku ini penting dibaca untuk melihat bagaimana Muhammadiyah-‘Aisyiyah berdiri, berkembang, dan menjadi salah satu organisasi pelopor kemajuan bangsa Indonesia. (brq)