Makkah-Suara ‘Aisyiyah. Aura menarik nafas panjang, lantas terdengar suara merdunya membaca salah satu ayat tentang haji, al-Baqarah: 197.
“Saya mencintai al-Quran. Saya yakin, apa yang saya peroleh itu berkah dari Al-Quran, saya bisa merasakannya,” ungkap Aura. Kecintaannya pada al-Quran dimulai sejak kecil. Sejak bayi, perempuan kelahiran 30 Maret 2003 ini sudah diperdengarkan al-Quran, baik itu pagi, siang, maupun sore hari.
Mencintai AL-Quran
Ia terbiasa mendengar lantunan Quran sejak kecil. Aura pertama kali belajar Quran di usia 3 tahun, neneknya lah yang mengajarinya belajar Quran. Selesai shalat Shubuh, ia biasa belajar mengaji. Aura berlatih menghafal surat pendek dari an-Naas hingga al-Fiil.
Saat berusia lima tahun, perempuan bernama lengkap Putrie Aura Hermawan ini pun beralih belajar tilawah Quran. “Cara belajarnya, guru merekam suara di handphone, jadi belajar dari rekaman handphone karena dulu belum ada Youtube,” terang Aura yang belajar tilawah hingga umur tujuh tahun.
Namun ia belum bisa membaca al-Quran. Baru kemudian di usia delapan tahun, Aura akhirnya menemukan kak Bintang yang mengajarinya belajar Quran braile. Ia kembali lagi belajar tilawah di usia 10 tahun. Tahun 2014, Aura mulai mengikuti lomba MTQ sejak dari tingkat kecamatan, kota Binjai, hingga provinsi Sumatera Utara.
Berbagai prestasi lomba tilawah Quran disandangnya. Tahun 2016 dan 2017, ia mengikuti lomba MTQ bagi siswa SMP dan SMA difabel dan berhasil meraih juara satu. Bahkan ia pernah terpilih menjadi peserta lomba MTQ Nasional bagi disabilitas dan masuk 13 besar.
Di tahun 2022 pun, Aura masih mengikuti lomba MTQ pada ajang kompetensi pedagogi muda Indonesia, dan berhasil menjadi juara dua. Namun ia pernah juga tidak juara. “Sedih awalnya, mamah ngebujukinnya setengah mati, tapi kemudian Aura yakin kalau itu belum rezekinya, Allah belum menghendaki, jadinya legawa.”
***
Siang itu, saat diwawancara di hotel 320, tempat ia menginap selama di Makkah, Aura menunjukkan caranya belajar menghapal Quran. Jari tangan Aura pun cekatan mencari aplikasi yang biasa dipakainya untuk hapalan Quran: Khatam nama aplikasinya.
Begitu ia meng-klik aplikasi Khatam, jarinya mulai mencari menu surat yang dipilih, ia pilih al-Baqarah. Lantas ia pilih juga ayat yang akan dihapalnya, lalu berapa kali akan diulang hapalannya. Aplikasi tersebut cukup membantunya belajar tahfidz, “Aura ingin memberi mahkota pada mama dan papa di surga nanti.”
Keinginannya belajar dan menghapal Quran terus dipeliharanya. Kini ia belajar secara online di Maskanul Huffadz. Aura sedang menyelesaikan hapalannya hingga 10 juz, bahkan ia berharap bisa tasmi’ hapalan di Makkah. Proses belajar menghapal dan menyetor hapalan dilakukan secara online. Diam-diam, ia pun ingin bertemu Oki Setiana Dewi yang mengelola lembaga Maskanul Huffadz tersebut. “Tetapi bisa ketemunya uma nanti waktu wisuda di bulan sembilan (September-red),” sambungnya sambil berharap.
Berangkat Haji Usia Muda
Di usianya ke-21 tahun, Aura sudah berangkat haji bersama ayahnya. Rupanya papa tercintanya yang mendaftarkan Aura naik haji bersama papa dan mamanya. Kala itu, usia Aura baru 8 tahun.
Didaftarkan tahun 2011, harusnya ia berangkat tahun 2021 tetapi karena pandemi Covid akhirnya Aura baru berangkat di tahun 2024. “Seneng sekali, karena bisa berangkat bareng mama. Sedihnya, harusnya kita berangkat bertiga, tapi Qadarullah, papa Aura meninggal Februari tahun 2020,” ungkap Aura saat ditanya bagaimana rasanya bisa naik haji di usia muda.
Bagi Aura, “Baitullah adalah impian umat manusia.” Di depan Ka’bah, perempuan yang berusia 21 tahun ini berdoa agar dimudahkan urusan perkuliahan, umur panjang, istiqomah bisa memperdalam ilmu Quran, dan disegerakan ziyadah (hapalan bertambah-red) karena harus wisuda di bulan September nanti.
Belajar Hingga Pendidikan Tinggi
Berkat beasiswa yang diperolehnya melalui jalur prestasi, Aura berhasil menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Padang (UNP) mengambil jurusan Pendidikan Luar Biasa di Fakultas Ilmu Pendidikan. Aura merupakan salah satu penerima beasiswa ADik (Afirmasi Pendidikan Tinggi) Difabel dari Kemendikbud sehingga ia berhak mendapat biaya pendidikan gratis di PT dan subsidi biaya hidup.
Sejak SD hingga SMP, Aura bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Binjai. Baru kemudian ia bersekolah di SMA Muhammadiyah Binjai. Semula ia sempat mendaftar di MA Negeri di Binjai, tetapi tidak diterima karena MAN belum memiliki pengalaman mengajar difabel. Sampai kemudian, ia menemukan SMA Muhammadiyah Binjai yang semula juga memiliki kekhawatiran senada. Namun akhirnya Aura berhasil diterima di sekolah tersebut.
Berkat Aura bersekolah di sana, SMA Muhammadiyah Binjai kemudian menjadi sekolah inklusi. “Gurunya baik, mau membantu Aura belajar,” ujar Aura. Jika ada pekerjaan rumah, guru mengingatkan dan memfotokan lembar tugas sehingga mama Aura bisa mendampingi Aura belajar.
Laptop bicara sangat membantunya belajar. Ia menggunakannya sejak SD hingga kini ia kuliah. Urusan sekolah, Aura juga berhasil melewatinya dengan baik bahkan termasuk deretan siswa yang mendapat nilai terbaik.
Tapi perjalanannya saat bersekolah tak selalu mulus, kadang ia harus menghadapi bullying dari temannya. Misalnya saja saat ia dibilang nyogok setelah berhasil masuk UNP atau ‘anak buta ga bisa berhasil’. Saat itulah ia kemudian mengadu pada mamanya.
Elis Hasfriyani, Mama Aura pun kemudian berpesan, “Semakin tinggi pohon semakin kencang anginnya.” Aura dimintanya tidak usah mempedulikan omongan orang lain kalau merasa benar. Elis memintanya belajar dan terus berusaha. Aura pun meyakini, “dengan prestasi, orang yang bully akan datang ke kita.”
Pernah juga Aura mengadu ke mamanya, jika mejanya disenggol teman lain hingga terkena dirinya. “Sebenarnya ga terima, saya bilang, kalau disenggol, gantian dibanting saja mejanya, kalau rusak mama yang ganti.” Benar saja, saat temannya melakukan hal serupa, ia pun mencoba melawan, dan kata temannya “berani ya melawan’, kalau rusak bagaimana.” Ia bilang mamanya mau ganti. Sejak itu, temannya tak lagi mengganggunya.
Di sisi lain ia bersyukur, selalu ada keluarga dan teman yang mendukungnya. Mama, papa, tante yang biasa disebut bunda, hingga kakak sepupu disebut Aura sebagai orang terdekatnya. Ia juga menyebut beberapa nama temannya, seperti yang dikatakannya baik dan selalu mendukungnya.
Saat ditanya apa cita-citanya, Aura menjawab ingin menjadi guru, orang yang bermanfaat, dan pengajar tilawah. Setelah Aura memutuskan bersekolah di sekolah inklusi, belajar tilawah, dan mengikuti lomba tilawah, adik-adik kelasnya yang difabel pun mulai mengikuti jejaknya, termasuk belajar tilawah. Aura sendiri mengagumi Erin Zaliana, Qari perempuan yang berhasil menjadi juara di tingkat internasional di Qatar.
Pribadi Percaya Diri
Saat diwawancara, Aura tampak lancar menceritakan pengalamannya hingga prestasi yang diperolehnya. Ia tampak percaya diri. Saat ditanya, apa yang membuatnya percaya diri, ia berujar “Mau nunjukin ke orang kalau disabilitas itu juga bisa. Yang menunjukkan bahwa kita itu mampu, siapa lagi kalau bukan diri kita.” Aura bahkan punya prinsip yang disingkatnya DUIT, yaitu doa, usaha, ikhtiar, dan tawakkal.
Kepercayaan diri yang terbangun pada diri Elis juga buah dari pola asuh Elis, mamanya yang setia mendampingi hingga ia tumbuh besar. Aurel terlahir prematur saat usia kandungan ibunya berusia enam bulan. Ia pun akhirnya harus dirawat di inkubator selama 39 hari. Tetapi kemudian, terdapat selaput di matanya. “Hasil pemeriksaan dokter menyebutkan ada masalah di syaraf matanya yang susah diobati,” ungkapnya
Butuh waktu bagi Elis dan Dody suaminya untuk menerima kondisi Aura. Ayahnya pun berikhtiar berobat hingga ke berbagai rumah sakit. Namun akhirnya, Elis menerima kondisi Aura. Ia ingat betul saat keluar dari ruang pemeriksaan dokter, ia melihat anak lain dengan masalah kesehatan yang lebih berat. Sejak itu, ia mulai menerima dan konsisten mendampingi tumbuh kembang Aurel.
Meskipun tak jarang, Elis yang kini berusia 49 tahun ini harus berhadapan dengan sikap kurang menyenangkan saat ia pergi bersama Aura. “Misal pergi, terus kita lihat cara orang memandang ke kita, kurang mengenakkan,” terangnya.
Guna mendampingi anaknya, Elis memutuskan untuk tidak lagi bekerja. Di Padang, tempat Aura berkuliah, mamanya ini memilih kontrak rumah untuk mendampingi anak semata wayangnya ini kuliah. Sejak Aura kecil, Elis seringkali memberi kesempatan pada Aura untuk mempelajari apapun, entah itu menyanyi, bermain alat musik, bahasa Inggris, maupun tilawah. Tak heran, Bagi Aura, “mama dan papa selalu di hati. Walaupun papa sudah ga ada, papa hanya pindah alam saja, tetapi selalu di hati.”
Pesannya pada teman disabilitas, “jangan pernah minder dan malu, karena kita semua sama di mata Allah, yang menbedakan kita kualitas iman dan tidak ada perbedaan. Menurut Aura, keikutsertaannya dalam berbagai lomba, juga turun menjadikannya semakin percaya diri. “Lomba bikin percaya diri juga, merasa setara, dan saya juga bisa,” jelasnya. (hns)
1 Comment