Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – “Tema Posisi dan Peran Kerisalahan Perempuan: Perspektif Islam Berkemajuan diangkat sebagai upaya untuk meneguhkan pandangan ‘Aisyiyah-Muhammadiyah dalam memahami peran perempuan dalam melanjutkan kerisalahan Nabi Muhammad dalam menjalankan dakwah Islam untuk terwujudnya khaira ummah”. Demikian pernyataan Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini dalam pengarahan pengajian Ramadhan 1442 H PP ‘Aisyiyah pada Jumat (23/4).
Menurut Norrdjannah, selain untuk memperkokoh posisi dan peran kerisalahan perempuan, pengajian Ramadhan ini juga dimaksudkan untuk mengeksplorasi lebih jauh wawasan pemikiran pada masa Nabi, yang nantinya berusaha dikontekstualisasikan dengan kondisi dan tantangan kehidupan saat ini.
Senada dengan apa yang disampaikan Salmah Orbayinah sebelumnya, Noordjannah menyampaikan bahwa di dalam al-Quran banyak sekali ayat yang menegaskan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan peran kerisalahan, di tengah posisinya sebagai hamba, dan perannya sebagai khalifatullah fi al-ardh.
Baca Juga
Dimensi kesetaraan yang termaktub dalam ayat-ayat al-Quran itulah yang kemudian menjadi landasan berdirinya ‘Aisyiyah. “Sejak berdirinya, ‘Aisyiyah memiliki pandangan yang berkemajuan dalam memposisikan dan memerankan perempuan sebagai makhluk yang mulia dan sama mulianya dengan kaum laki-laki,” papar Noordjannah.
Terkait posisi dan peran kerisalahan perempuan, Noordjannah menyampaikan bahwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah telah membuat putusan dan tuntunan di dalam buku Adabul Mar’ah fi al-Islam (1976), Keluarga Sakinah (1989), Fikih Perlindungan Anak, dan Fikih Perempuan (belum ditanfidzkan).
Menurut Noordjannah, pandangan tentang perempuan di dalam Adabul Mar’ah fi al-Islam merupakan pemikiran progresif. Meski begitu, Noordjannah sadar bahwa buku tersebut masih perlu dikontekstualisasikan seiring situasi sosial, budaya, ekonomi, dan keagamaan yang terus berubah. “Tentu pandangan tersebut perlu dikontekstualisasikan dengan perkembangan dan tantangan kehidupan saat ini, serta menggunakan perspektif keagamaan Islam wasathiyah yang berkemajuan,” ujarnya.
Upaya kontekstualisasi tersebut juga merupakan manifestasi dari posisi ‘Aisyiyah sebagai organisasi yang mengemban misi dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan tajdid. Dalam proses tersebut, ujar Noordjannah, meniscayakan adanya perempuan-perempuan yang mempunyai pengetahuan yang luas dan alam pikir yang maju. “Sebab tidak mungkin ‘Aisyiyah dapat melakukan gerakan pencerahan tanpa basis keilmuan yang kuat,” jelasnya.
Baca Juga
Lima Karakter Gerakan ‘Aisyiyah
Selama ini, Noordjannah melihat bahwa ‘Aisyiyah memang digerakkan oleh sumber daya manusia perempuan yang berkemajuan. Menurutnya, pencapaian tersebut harus terus dijaga dan ditegaskan ulang kepada para pimpinan, kader, dan anggota ‘Aisyiyah. Oleh karenanya, “wacana perempuan berkemajuan terus digulirkan oleh ‘Aisyiyah di majelis, lembaga, amal usaha, dan sebagainya,” ungkap Noordjannah. (sb)