Kesehatan

Nyeri pada Kelompok Lansia: Masalah yang Sering Diabaikan

Sc: Klildokter
Sc: Klildokter

Sc: Klildokter

Oleh: Ahmad Muttaqin Alim*

Seorang teman bercerita kepada saya bahwa sejak mengalami nyeri lutut, ibunya yang sudah masuk kategori lanjut usia (lansia) menjadi lebih banyak di rumah, jarang ke masjid, tidak ikut pengajian, tidak berangkat arisan. Sosialisasinya jauh berkurang. Dari situ si ibu menjadi tampak kurang bersemangat, nglokro, seperti kehilangan makna berkehidupan, dan menua lebih cepat menurut teman tersebut.

Dari situ kita bisa melihat, nyeri pada kelompok lansia bukanlah sekadar masalah fisik, tetapi juga berdampak negatif pada kualitas hidup, mental, maupun sosial. Nyeri dapat menyebabkan gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penurunan aktivitas fisik, dan bahkan depresi.

Sayangnya, nyeri pada kelompok lansia ini sering diabaikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, masyarakat umumnya berpikir bahwa nyeri yang dialami para lansia adalah sesuatu yang wajar. “Ah, maklum sudah tua.” Para lansia pun mungkin menganggap bahwa rasa nyeri itu adalah hal yang wajar seiring bertambahnya usia. Jika ditanya soal sakit lututnya, mereka selalu memakluminya karena sudah tua. Anggapan ini sering membuat mereka tidak mencari pengobatannya sehingga makin berat dan makin menurunkan kualitas hidup mereka.

Para lansia seringkali juga tidak dapat mengekspresikan rasa nyerinya dengan jelas. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun nonverbal. Akibatnya, anak atau keluarganya tidak memahami apa yang sebenarnya dirasakan olehnya.

Penyebab Nyeri

Banyak penyebab nyeri pada kelompok lansia. Penyebab yang paling umum adalah sebagai berikut. Pertama, perubahan degeneratif pada sistem otot dan tulang, seperti artritis, osteoporosis, dan nyeri otot. Artritis adalah kondisi yang menyebabkan peradangan pada sendi. Artritis dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan pada sendi. Osteoporosis adalah kondisi yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

Kedua, penyakit kronis, seperti diabetes, kanker, penyakit jantung, rematik, asam urat, dan dislipidemia (kolesterol). Diabetes adalah kondisi yang menyebabkan kadar gula darah tinggi. Diabetes dapat menyebabkan nyeri saraf, nyeri otot, dan nyeri sendi. Kanker adalah kondisi yang menyebabkan pertumbuhan sel-sel abnormal. Kanker dapat menyebabkan nyeri di berbagai bagian tubuh. Penyakit jantung adalah kondisi yang menyebabkan kerusakan pada jantung. Penyakit jantung dapat menyebabkan nyeri dada, nyeri di lengan dan bahu, dan nyeri di punggung.

Ketiga, cedera, seperti patah tulang, luka bakar, dan trauma. Karena menurunnya kekuatan dan keseimbangan, kaum lansia mudah jatuh dan cedera. Patah tulang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan pada daerah yang patah. Luka bakar adalah kondisi yang menyebabkan kerusakan pada jaringan kulit akibat suhu panas. Luka bakar dapat menyebabkan nyeri, kemerahan, dan bengkak pada daerah yang terbakar. Trauma adalah kondisi yang menyebabkan cedera akibat benturan atau pukulan. Trauma dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan memar pada daerah yang cedera.

Keempat, konsumsi obat-obatan, seperti obat kemoterapi dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Obat kemoterapi adalah obat yang digunakan untuk mengobati kanker. Obat kemoterapi dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah. Obat NSAID sebenarnya adalah obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan dan nyeri, tetapi obat NSAID dapat menyebabkan nyeri perut, mual, dan muntah.

Pentalaksanaan Masalah Nyeri

Penatalaksanaan masalah nyeri pada lansia harus dilakukan secara individual, disesuaikan dengan penyebab, tingkat keparahan, dan kondisi kesehatan individu lansia secara keseluruhan. Beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri pada lansia adalah sebagai berikut.

Terapi farmakologi, seperti penggunaan obat-obatan analgesik, antiinflamasi nonsteroid (NSAID), dan opioid. Selain obat, ada terapi nonfarmakologi, seperti terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi psikososial. Pada kasus-kasus tertentu, diperlukan tindakan operasi.

Baca Juga: Mycoplasma Pneumonia

Pada kelompok lansia, penggunaan obat-obatan analgesik perlu dilakukan dengan hati-hati. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. (1) Orang lansia memiliki penurunan fungsi ginjal dan hati. Hal ini dapat menyebabkan obat-obatan analgesik tertahan di dalam tubuh dan meningkatkan risiko terjadinya efek samping. (2) Orang lansia memiliki penurunan fungsi saraf. Hal ini dapat menyebabkan orang lansia lebih sensitif terhadap efek samping obat-obatan analgesik.

Oleh karena itu, dokter pasti melakukan pemantauan yang ketat terhadap penggunaan obat-obatan analgesik pada kelompok lansia. Dan yang sangat penting diperhatikan, jangan memberikan obat-obatan mandiri secara serampangan dan jangka panjang tanpa ukuran yang aman karena justru bisa berbahaya untuk organ-organ tubuh seperti lambung, hati, dan ginjal.

Tak jarang terjadi gagal ginjal karena konsumsi obat antinyeri jangka panjang. Pada penggunaan jangka panjang, obat jenis tertentu justru mengganggu proses regenerasi, misalnya pada kerusakan tulang menjadi lambat tumbuh kembali dengan baik.

Tindakan operasi diperlukan pada kasus-kasus tertentu, misalnya tidak respons terhadap berbagai modalitas terapi seperti disebut di atas; progresif, semakin memberat secara cepat bila tidak segera diatasi; kasus patah tulang; dan kanker dengan kondisi tertentu. Namun tentu saja, operasi pada usia lanjut mempunyai risiko tersendiri. Kelainan paru-paru, jantung, dan lainnya akan menjadi pertimbangan dokter dalam melakukan tindakan operasi.

Metode Intervensi Nyeri: Harapan Baru

Karena konsumsi obat jangka panjang bisa menimbulkan efek samping yang tidak ringan, dunia kedokteran mengembangkan metode intervensi nyeri. Metode ini dilakukan dengan cara mengintervensi sumber nyerinya. Misal ada peradangan di sendi, dilakukan injeksi langsung di sendinya. Misal ada gangguan nyeri saraf, maka diatasi penyebabnya langsung di lokasinya. Dengan begitu, obat-obat sistemik bisa dikurangi.

Selain itu, metode intervensi nyeri menjadi salah satu tahap yang bisa dipilih selain operasi. Beberapa kondisi yang dulu harus diatasi dengan operasi, kini bisa diatasi dengan metode intervensi nyeri. Tentu ini memberi harapan baru pada orang yang takut, tidak mampu secara finansial, atau tidak layak secara fisik untuk menjalani operasi.

Dalam metode intervensi nyeri, injeksi langsung ke lokasi sumber nyerinya dilakukan menggunakan panduan USG atau Sinar-X. Hal ini untuk menjamin akurasi titik injeksinya. Karena ini dilakukan menggunakan alat-alat canggih, maka perlu dilakukan oleh seorang dokter ahli intervensi nyeri.

Selain obat, metode intervensi nyeri juga menggunakan zat-zat regenerasi. Ini adalah zat-zat tertentu yang membantu memulihkan jaringan yang mengalami kerusakan dan nyeri. Jaringan tersebut dipulihkan seperti sedia kala, bahkan mungkin lebih baik, sehingga nyeri bisa hilang, fungsi tubuh bisa menjadi lebih baik. Zat regenerasi ini misalnya, Prolotherapy, Platelet Rich Plasma, Secretome, Exosome, dan StemCell.

*Dokter Ahli Intervensi Nyeri RSU PKU Muhammadiyah Bantul

Related posts
Kesehatan

8 Alasan Pentingnya Latihan Fisik Mandiri pada Lansia

  Oleh: Riska Risty Wardhani dan Fitri Yani* Menurut World Health Organization (WHO), lansia merupakan mereka yang berusia 60 tahun ke atas….
Lensa Organisasi

Mengubah Cara Pandang Terhadap Lansia

Oleh: Tri Hastuti Nur Rochimah Setiap tanggal 1 Oktober di tingkat dunia diperingati Hari Lanjut Usia Internasional (International Day of Older Person)….
Berita

UNISA Yogyakarta Gelar Program Inovatif: Lansia Bantul Diajak Kelola Sampah Organik Jadi Kompos

Bantul, Suara ‘Aisyiyah – Rabu (7/8), Program Pengabdian Masyarakat bertajuk “Keluarga Lansia Sehat Fisik-Mental dan Berdaya (Klasikal-ya)” sukses digelar di Posyandu Lansia…

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *