Pertanyaan:
Pak AR yang terhormat, tetangga kami memelihara anjing. Bulu anjing yang rontok setiap harinya sering berterbangan sampai ke rumah kami. Apabila kami tersentuh atau menyentuh suatu benda di mana benda tersebut pernah terkena najis berat (mughaladhah) sedang benda itu sendiri belum dibersihkan (dicuci) menurut aturan Islam, apakah kami ikut terkena najis berat? Mohon penjelasan seperlunya.
(Nuryani)
Jawaban:
Pada buku-buku Fikih biasa ada beberapa gambaran yang mungkin saudara dapat mengambil pelajaran. Jika misalnya saudara berjalan sedang saudara telah berusaha menjaga diri dari najis, tetapi dengan tanpa disengaja tubuh atau pakaian sudara terkena najis, secara hukum Islam hal seperti itu dimaafkan.
Contoh lain, misalnya saudara menjemur pakaian di alam terbuka, sedang di sekitar saudara menjemur ada kotoran (najis), misalnya kotoran anak kecil, kotoran hewan, dll., tentu saja kotoran-kotoran tersebut dengan bebas dapat terterpa udara, lalu pakaian yang saudara jemur terkena najis. Ini juga secara fikih tidak ada najis (dimaafkan).
Memang dalam ilmu fikih ada suatu ajaran, “suatu perkara, sering pada keadaan sempit malah menjadi luas”. Tentu saja tidak semua perkara bisa begitu.
Yang harus diperhatikan, pada hal-hal seperti itu, kita tak usah ragu-ragu dan memperuncing persoalan, sehingga menimbulkan kesan bahwa mengamalkan ajaran Islam itu berat. Pendeknya, apa yang dinamakan keragu-raguan dalam mengamalkan ajaran Islam harus dibuang jauh, sebab bisa menimbulkan penyakit “was-was”.
Sumber: Rubrik Pak AR Menjawab di Majalah Suara ‘Aisyiyah Edisi Februari 1985
1 Comment