Judul Buku : Pak AR Muballigh Ndeso Ketua Muhammadiyah (1969-1990)
Penulis : Suratmin
Tebal : 174 Halaman
Penerbit : AR-Rahmah, Yogyakarta
Cetakan : II, Juni 2010
ISBN : 978-602-97235-0-2
Pak AR yang memiliki nama lengkap Abdur Razak Fachruddin adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah dengan waktu jabatan paling lama, yaitu 22 tahun. Ia dikenal bukan hanya sebagai tokoh Muhammadiyah, tetapi juga tokoh besar Islam di Indonesia dengan dakwahnya yang terkenal menyejukkan hati.
Sebagai seorang pemimpin, Pak AR mengaplikasikan sikap welas asih di dalam kehidupan sehari-hari. Sikapnya yang terkenal ramah, sejuk, teduh, mau menyapa siapa saja, sering humor, dan bersahaja merupakan pantulan dari mutiara terpendam dalam nuraninya.
Meskipun begitu, sikap welas asih tersebut tidak menjadikan Pak AR pribadi yang mudah mentolerir penyimpangan. Ia tetap dikenal sebagai sosok yang tegar di tengah sikap welas asihnya. Sikap inilah yang membuatnya disukai banyak orang.
Amien Rais dalam Kata Pengantar buku ini mengatakan bahwa suatu hari, Prof. Sumpomo Djojowadono ditanya oleh mahasiswa tentang definisi “orang baik”. Ia mengatakan bahwa susah untuk membuat definisi tersebut. Lantas ia mengatakan bahwa contoh orang baik menurutnya adalah Pak AR.
Ada sebuah perkataan bagus yang dilontarkan oleh Pak AR beberapa hari sebelum wafat, “Orang Islam itu harus ndherek sarana Gusti Allah. Manusia harus menyadari kalau ia diciptakan oleh Allah, maka kesempatan itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Orang Islam tidak boleh sombong dan kemaki, keminter dan rumangsa pinter. Sebagai muslim itu tata kramanya harus jelas. Tata krama dengan Allah dan sesama manusia” (hlm. 31).
Baca Juga: AR Fachruddin: Jangan Terburu-buru Menjadi Anggota Muhammadiyah
Suratmin menuliskan sebuah cerita tentang percakapan antara Pak AR dan anaknya. Saat Fauzy menanyakan cita-cita Pak AR sewaktu muda, Pak AR menjawab bahwa cita-citanya adalah memiliki motor, kemudian memakai pakaian berwarna putih. Jika motor tersebut dinaiki akan mengeluarkan asap, sehingga di belakangnya akan nampak asap yang berputar-putar.
Mendengar jawaban tersebut, Fauzy lantas tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Pantes, Bapak kalau diberi uang selalu diberikan ke Muhammadiyah. Wong sekarang cita-citanya bapak sudah keblabasen” (hlm. 156).
Dengan menggali riwayat hidup Pak AR, maka dapat disimpulkan bahwa untuk bisa menjadi seorang pemimpin yang baik, ia harus menghayati bagaimana kehidupan umat secara riil. Mulai dari bagaimana derita dan nestapa umat yang berada di tingkat bawah, serta rasa pahit getir dalam berdakwah dan menggerakkan organisasi yang jauh dari lengkapnya sarana dan prasarana.
Buku ini terdiri dari enam bagian yang memuat tentang keluarga Pak AR, pengabdiannya pada Muhammadiyah, gaya kepemimpinan, pemikiran-pemikiran, warisan dan pesan, serta canda dan bijaknya Pak AR. Suratmin menulisnya dengan gaya bahasa yang ringan dan santai, sehingga pembaca bisa lebih menikmati isi tulisan dan merasa seperti diceritakan secara langsung oleh penulis. (Desi)