Sejarah

Palestina, Pembebasan, dan Keimanan

palestina

Oleh: Ika Sofia Rizqiani*

Di belahan bumi bagian lain, ada yang sedang berjuang dengan seluruh jiwa dan raga demi mempertahankan tempat tinggalnya, pun demi menjaga sejarah panjang agamanya. Sejak tahun 1948, Palestina menjadi sasaran empuk senjata buas yang mematikan. Pendatang yang mereka sambut dengan tangan terbuka kini berbalik arah membunuh jiwa-jiwa tak bersalah.

Tragedi yang alami ternyata hanyalah pengulangan belaka dari ratusan, bahkan ribuan tahun silam yang telah menimpa umat Islam di dunia. Hingga kini, Palestina menjadi buah bibir media massa. Sudah tak terhitung jari korban jiwa yang dibantai dengan keji oleh Zionis Yahudi, tak dapat ditemui di mana akal sehat dan hati nurani. Banyak yang terluka parah, kepala yang berlumuran darah, bahkan anggota tubuh yang terpisah-pisah.

Allah berfirman Q.s. surat Al-Maidah ayat 32 (yang artinya), Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia

Para Penjaga Al-Aqsha

Para pemimpin di penjuru dunia telah meminta penduduk Palestina untuk pindah meninggalkan tempat tinggal mereka. Tanah luas di Uganda, Brazil, dan Argentina bahkan disediakan dengan sengaja. Namun, dengan keras mereka menolak sambil berkata bahwa merekalah yang mewakili kita semua untuk menjaga Masjid Al-Aqsha. Dosa besar jatuh pada pundak umat Islam jika mereka meninggalkan Palestina.

Berikut kutipan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Manaqib AsySyam wa Ahliha, “Yang disebut sebagai negeri nan diberkahi adalah area di sekitar Masjid Al-Aqsha di Syam, dan yang dekat dengannya, serta yang mengitarinya.” Begitulah sejarah mencatat bahwa Al-Aqsha penting bagi kita. Maka, atas izin Allah, karena kokohnya keimanan penduduk Palestinalah yang telah menjaga Al-Aqsha selama ini.

Kisah Lalu Tentang Pembebasan

Sejarah mencatat bahwa Umar bin Khattab pernah menerima kunci Kota Baitul Maqdis dari pendeta Patrick Sophronius. Para ulama sempat menggambarkan bahwa pembebasan Al-Aqsha kala itu semegah pembebasan Makkah. Namun, seketika semuanya tak lagi sama tatkala 15 ribu pasukan salib dari penjuru Eropa merebut Baitul Maqdis dari umat Islam pada tahun 1099 Masehi. Ibnu Atsir menuturkan bahwa dalam empat hari empat malam, sebanyak 70 ribu kaum muslimin dibantai.

Baca Juga: Orang Palestina, Orang Hebat

Selama 88 tahun penjajahan itu berlangsung, duka menyelimuti umat Islam. Al-Aqsha dijadikan sebagai kendang kuda, bahkan kubahnya yang megah diganti dengan salib raksasa. Hingga akhirnya secercah harapan itu muncul dari seorang Sultan Shalahudin Al-Ayyubi yang dengan kecerdasannya telah berhasil menyatukan wilayah Mesir dan Syam. Dialah yang telah membebaskan Al-Aqsha pada tahun 1187 tanpa mengorbankan penduduk yang bermukim.

Sejarah penjajahan tersebut kini terulang, belum ada pembebas yang bisa menyelamatkan penduduk Palestina dari pedihnya pembantaian atau genosida yang telah mereka alami sejak lama dan berulang. Negara-negara besar seperti Amerika yang menjadi kiblat dunia bahkan tak peduli dengan anak-anak Palestina yang tak memiliki kesempatan belajar dan bermain dengan damai sebagaimana memang haknya, yang telah kehilangan orang tua, yang telah terbunuh dengan tidak adil. Di mana Hak Asasi Manusia (HAM) yang selama ini mereka suarakan?

Lihatlah bagaimana generasi-generasi Palestina yang merasa asing dengan kehidupan normal tanpa peperangan atau tanpa suara bom yang diledakkan. Keimanan yang kuat membuat mereka bertahan mati-matian meskipun tanpa senjata mumpuni untuk melawan, bahkan mereka tak takut untuk mempertaruhkan segalanya termasuk nyawa, tak gentar untuk berjuang mempertahankan tempat tinggal yang dahulu pernah dibebaskan seorang sultan agung.

Khatimah

Mari kita belajar dari mereka yang tak memiliki kenyaman di dunia tetapi surga telah ada di depan mata. Tak lupa untuk terus menunjukkan di mana kita berpihak layaknya semut yang membawa sebutir air untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim. Semoga penguasa-penguasa negeri tak hanya mengecam atau mengutuk perlakuam keji Israel, tetapi juga memberi bantuan nyata layaknya Sultan Shalahudin Al-Ayyubi kala itu.

*Dosen Agribisnis UM Sukabumi, Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan PDA Kab. Sukabumi

Related posts
Berita

Bersama Muhammadiyah, Delegasi Malaysia Tegaskan Komitmen untuk Palestina

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pertemuan antara Muhammadiyah dan Kedutaan Besar Malaysia untuk Indonesia tak hanya membahas kerja sama pendidikan dan ekonomi. Isu…
Sejarah

Pelajaran Berharga dari Nakba 1948

Oleh: Hajriyanto Y. Thohari* Beberapa tahun setelah Deklarasi Balfour tahun 1917 terjadilah pemandangan yang menarik di Palestina: setiap minggu ada beberapa kapal…
Sejarah

Refleksi Hari Tanah Palestina

Oleh: Nurul Subhi Ramadhani* Masjid Al Aqsa merupakan satu dari tiga masjid suci umat Muslim yang memiliki berbagai nilai sejarah. Dahulu masjid…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *