Kupang, Suara ‘Aisyiyah – Sampai saat ini, fluktuasi pasien Covid-19 dengan berbagai varian masih saja terjadi. “Fakta di lapangan kami melihat sangat minim relawan untuk pemulasaran jenazah perempuan yang sudah meninggal karena terjangkit Covid-19, padahal harus segera langsung dimakamkan,” ungkap Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Nusa Tenggara Timur (NTT), Helda, melalui pesan WhatsApp, Sabtu (19/3).
Dia menuturkan, PWA NTT tergerak untuk membantu proses pemulasaran jenazah pasien Covid-19. Kegiatan tersebut sudah berjalan sejak dua tahun yang lalu.
“Peduli kemanusiaan yang kami lakukan ini merupakan panggilan jiwa dan tanggung jawab sebagai umat muslim yang mengandung hukum fardhu kifayah,” tuturnya.
Alasan utama yang mendorong PWA NTT terjun langsung ke lapangan di tengah pandemi Covid-19 karena minimnya petugas merawat jasad perempuan yang wafat usai divonis positif terpapar virus Covid-19.
Helda mengungkapkan kendala yang ditemui di lapangan, yaitu sulitnya meyakinkan mereka yang masih hidup bahwa tidak akan tertular Covid-19 selama menggunakan APD level satu saat melakukan pemulasaran.
“Alhamdulillah saat ini bertambah lagi anggota relawan, yakni bidan Dewi. Bidan dewi tergerak hatinya ketika ibunya meninggal karena Covid, sementara tidak ada yang berani merawat jenazah ibunya, sehingga beliau yang menyelesaikan tugas merawat jenazah ibunya sebagai wujud bakti terakhir terhadap ibunya,” ungkap Helda.
Dewi bergabung menjadi relawan pemulasaraan jenazah sejak bulan Juni 2021 yang lalu. Dia berjanji untuk menjadi relawan pemulasaran jenazah bersama PWA NTT.
Baca Juga: Kesehatan Mental dan Peran Keluarga: Fenomena Masalah Kesehatan Mental Pasca Pandemi Covid-19
Helda mengatakan, pemulasaran jenazah pasien Covid-19 yang dilakukan PWA NTT itu bekerja sama dengan tim Satgas Covid-19, baik di tingkat Provinsi maupun Kota Kupang.
Proses pemulasaran jenazah pasien Covid-19, lanjut Helda, tentu berbeda perlakuannya dengan jenazah biasa. “Kami lakukan sesuai petunjuk pemulasaran jenazah dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah. Sebab, risiko untuk terpapar Covid-19 cukup besar,” kata dia.
Untuk meminimalisir risiko tersebut, ada sejumlah upaya yang dilakukan, seperti seminimal mungkin menggunakan air, maka disucikan dengan cara tayamum, lalu dikafani serta jenazah harus dimasukkan ke dalam plastik dan peti sebagai bagian dari protokol.
Proses pemulasaran jenazah tidak dilakukan di kamar jenazah tapi bisa dilakukan di ruang isolasi. Sebagai kelengkapan dalam merukhti jenazah juga digunakan klorin dan alkohol. “Kami berjanji selalu istikamah untuk siap melakukan pemulasaran. Siapapun yang membutuhkan tenaga kami, selama 24 jam kami siap membantu,” tutupnya. (Helda/Iwan/sb)