Hikmah

Paradigma Islam Wasatiyyah (Part 2)

Pandangan Fundamental Islam Raḥmatan lil ‘Âlamîn

Model Islam Wasaṭiyyah menggunakan pandangan fundamental tentang Islam sebagai risalah  raḥmatan lil-‘âlamîn (agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam) yang ditegaskan dalam Q.S. al-Anbiya’ (21): 107. Dalam ayat ini ada kata illâ raḥmah yang secara gramatikal menjadi keterangan alasan dan tujuan (maf’ul li ajlih) dari risalah Islam yang diwahyukan kepada dan didakwahkan oleh Nabi Muhammad. Keterangan itu berarti bahwa risalah Nabi (Islam) itu diwahyukan karena raḥmah dan untuk mewujudkan raḥmah Allah. Raḥmah adalah “kelembutan yang mendorong untuk memberikan kebaikan nyata kepada yang dikasihi (al-Ashfahani, t.t.: 196) dan kebaikan nyata itu adalah kebaikan yang memenuhi kebutuhan (Al-Mawardi, 2012: I, 52).

Dengan penegasan rahmat demikian berarti kerahmatan  menjadi dunia risalah Nabi yang tidak hanya meliputi status kerasulannya sebagai agen penyampai wahyu Allah saja, tetapi juga meliputi seluruh muatan risalah-nya berupa kitab suci al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya dan agama yang diajarkannya sebagai isi dari pesan-pesan-Nya tersebut. Karena dunianya rahmat, maka risalahnya  dengan tiga cakupan pengertian itu dimaksudkan oleh Allah, sesuai dengan pengertian raḥmah di atas, untuk mewujudkan kebaikan  nyata dengan memenuhi kebutuhan seluruh alam.

Kebaikan nyata bagi seluruh alam, khususnya manusia, sudah barang tentu berhubungan dengan realitas fundamental mereka. Realitas fundamental adalah realitas yang menjadi dasar keberadaan mereka, bahkan menjadi dasar semua wujud. Realitas fundamental itu adalah hidup. Tanpa hidup, tidak akan ada wujud. Karena itu, mewujudkan kebaikan nyata yang menjadi tujuan kerasulan  Nabi adalah mewujudkan hidup baik bagi semua. Hidup baik dalam an-Nahl (16): 97 disebut dengan ḥayah ṭayyibah dan diberikan kepada orang yang beramal saleh dalam keadaan sebagai  mukmin. Selain itu, dalam al-Baqarah (2): 62 dinyatakan bahwa orang yang beriman dan beramal saleh mendapatkan tiga perolehan: pahala dari Tuhan mereka (lahum ajruhum ‘inda rabbihim), tidak mengalami ketakutan (wa lâ khaufun ‘alaihim) dan tidak bersedih hati (wa la hum yahzanun).  Ini berarti bahwa tiga perolehan ini menjadi indikator dari hidup baik dan menjadi nilai fundamental dari Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Nilai Fundamental I

Indikator  hidup baik yang pertama dan menjadi nilai fundamental pertama dari Islam raḥmatan lil-‘âlamîn diungkapkan dengan lahum ajruhum ‘inda rabbihim (mereka mendapatkan ajr mereka di sisi Tuhan mereka). Ajr –menurut al-Ashfahani, adalah  imbalan atau kompensasi dari perbuatan. Dalam penggunaannya, ajr digunakan untuk imbalan baik yang dikenal dengan pahala, baik yang diterima di dunia maupun di akhirat (Al-Ashfahani, t.t.: 6). Al-Qur’an secara jelas menggunakan ajr dengan pengertian  imbalan baik di dunia  dalam al-‘Ankabut (29): 27 dan dengan pengertian imbalan baik di akhirat dalam Yusuf (12): 57 dan an-Nahl (16): 41.

Penjelasan al-Ashfahani menyebutkan ajr sebagai imbalan baik dari perbuatan, sementara al-Baqarah (2): 62 dan 277 menyebutkan bahwa ajr  adalah imbalan baik dari iman dan amal saleh. Hal ini tidak berarti ada yang salah dalam penjelasan al-Ashfahani karena iman juga merupakan perbuatan, yakni perbuatan hati membenarkan dan perbuatan lesan mengikrarkan kepercayaan kepada Tuhan.

Perbuatan dalam semua bentuknya, baik untuk kepentingan pribadi, agama maupun sosial, pasti dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Sekadar sebagai contoh orang mandi untuk memenuhi kebutuhan kesegaran tubuh, shalat untuk memenuhi kebutuhan mendekatkan diri kepada Allah dan menolong tetangga untuk memenuhi kebutuhan rukun dengan lingkungan. Terpenuhinya kebutuhan bagi makhluk hidup merupakan kesejahteraan. Karena itu, imbalan baik yang diberikan sebagai kompensasi dari perbuatan itu pada hakikatnya merupakan perwujudan kesejahteraan.

Dengan demikian, ungkapan lahum ajruhum ‘inda rabbihim itu pengertiannya adalah ‘mereka memperoleh kesejahteraan’. Selanjutnya, berdasarkan pengertian ajr di atas, mereka (orang-orang beriman dan beramal saleh) memperoleh kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Ungkapan ‘inda rabbihim (biasa diterjemahkan: di sisi Tuhan mereka) tidak mesti menunjuk pada kesejahteraan di akhirat saja. Hal ini karena al-Qur’an menggunakan kata ‘inda tidak hanya untuk pengertian “dekat tempat, dekat keyakinan dan dekat kedudukan,” tetapi juga  “dalam ketentuan” (Al-Ashfahani, t.t.: 362).

Berdasarkan pengertian terakhir ini ungkapan lahum ajruhum inda rabbhim berarti “mereka mendapatkan ‘kesejahteraan’ mereka di dunia dan akhirat yang ada dalam ketentuan Tuhan mereka”. Tuhan menentukan bahwa anugerah (kesejahteraan) yang diberikan-Nya tidak terhitung (Ibrahim, 14: 34). Karena itu, nilai fundamental Islam raḥmatan lil ‘âlamîn yang pertama  adalah sejahtera sesejahtera-sejahteranya (ar-rafahiyatu kulluhâ).

Baca selanjutnya di Majalah Suara ‘Aisyiyah, Edisi 12 Desember 2019, Rubrik Hikmah, hal 6-7

Sumber Ilustrasi : https://ibadet.org/imanin-6-sarti-ve-aciklamalari/

Related posts
Wawasan

Praksis Islam Rahmatan Lil ‘Alamin dalam Masyarakat

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri…
Berita

Abdul Mu’ti: Warga Muhammadiyah-‘Aisyiyah Harus Menampilkan Wajah Islam yang Otentik

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Menyikapi adanya image terhadap Islam yang tidak bersesuaian dengan substansi ajaran Islam, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul…
Wawasan

Kaderisasi Ulama di Muhammadiyah-‘Aisyiyah

Oleh: Susilaningsih Kuntowijoyo Sebagai organisasi Islam yang bergerak di bidang dakwah dengan pandangan Islam Berkemajuan, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah selalu mengembangkan dan menyegarkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *