Oleh: Tri Hastuti Nur R.
Mungkin kita ingat berbagai kasus yang melibatkan anak-anak remaja. Deretan kasus-kasus yang menimpa remaja di Indonesia mencuat di media massa dan menjadi perbincangan hangat beberapa waktu yang lalu, misalnya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy yang menyebabkan luka parah pada David sebagai korban.
Di bulan Februari 2024 ini kita juga dikejutkan oleh perilaku bullying geng remaja di sebuah sekolah elit di Tangerang yang menganiaya korban sesama anak SMA calon anggota geng di sekolah tersebut. Tidak hanya di kota besar, kejadian bullying (perundungan) dengan penganiayaan bulan September 2023 juga terjadi di sebuah SMP di Cimanggu Cilacap. Berbagai kasus kejadian bunuh diri remaja juga fenomena klithih sebagai bagian perkelahian antar geng menambah daftar panjang berbagai problem yang dihadapi remaja.
Demikian halnya masih tinggi angka perkawinan anak di banyak daerah, kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO), kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh remaja, berbagai kasus pinjol di kalangan remaja dikarenakan gaya hidup, dan penggunaan narkoba di kelompok remaja harus menjadi perhatian kita semua, khususnya orang tua.
Meskipun berbagai kasus yang menimpa remaja bukanlah semata-mata kesalahan orang tua, tidak dapat 100 persen dibebankan dan disalahkan pada orang tua, namun orang tua memiliki tanggung jawab besar mengarahkan dan mendampingi anak-anak remajanya menapaki hidup menuju masa depannya.
Kehidupan saat ini semakin kompleks tantangannya baik bagi remaja maupun orang tua. Tantangan kehidupan yang hedonis, serba instan, dan konsumtif menjadi salah satu tantangan budaya yang berat bagi orang tua dalam pengasuhan. Belum lagi perkembangan media sosial yang semakin pesat, remaja masih gagap berinteraksi dengan budaya baru di media sosial, seakan-akan apa yang ada di dunia digital nyata adanya.
Pada satu sisi orang tua kurang update terhadap berbagai kemajuan teknologi dan model komunikasi, tantangan kesibukan orang tua, sementara model pengasuhan pada remaja masih menggunakan pendekatan yang tidak dapat diterima anak-anaknya.
Munculnya fenomena generasi strawberry yaitu generasi yang lebih rapuh, lebih manja, lebih mudah stress, salah satunya juga andil dari orang tua dalam proses pengasuhan anak-anaknya. Remaja yang memasuki fase remaja awal, dikarenakan sedang mencari identitas diri biasanya lebih reaktif, mudah marah dan tersinggung serta emosi tinggi.
Mendasarkan pada berbagai problem di atas, maka pengasuhan atau yang lebih sering disebut parenting menjadi salah satu isu penting bagi orang tua dalam membesarkan anak-anak yang memasuki usia remaja.
Orang tua harus memahami bahwa pada masa remaja ini, anak-anak remaja yang sedang mencari identitas dirinya akan mengalami kegelisahan dengan berbagai hal yang dihadapi, misalnya terkait dengan kesehatan reproduksinya dikarenakan mereka memasuki masa pubertas, masalah pergaulan dengan teman-teman sebayanya, masalah sekolah atau akademik. Perkembangan dunia digital yang pesat ini menyebabkan berbagai masalah yang dihadapi remaja lebih kompleks.
Baca Juga: Remaja dalam Kungkungan Media Sosial
Dalam masa remaja inilah, banyak fase-fase rawan yang dihadapi orang tua dalam pengasuhan. Orang tua dituntut untuk memiliki keterampilan khusus yang lebih jitu dan strategis agar parenting lebih adaptif untuk mendampingi anak-anak remajanya. Jika orang tua tidak memiliki kedekatan dengan anak-anak remajanya, khawatirnya anak-anak remajanya justru akan mencari sumber informasi dari luar, mencari role model yang kurang tepat, dan berada dalam kondisi pergaulan yang kurang tepat.
Oleh karena itu, orang tua dalam era saat ini harus siap menjadi pendengar yang baik bagi anak-anaknya. Pasti akan banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak-anaknya saat memasuki masa remaja. Orang tua harus siap memberikan waktu untuk anak-anaknya, siap menjawab pertanyaan anak-anaknya, dan siap menjadi teman curhat atau mengobrol.
Mungkin anak-anak remajanya juga akan menceritakan berbagai pengalaman dan pengetahuan barunya, menceritakan kegelisahan yang dialaminya. Di sini dibutuhkan kehadiran orang tua untuk menjadi pendengar yang baik, sahabat bagi anak-anak remajanya, tidak menghakimi, dan tidak menyalahkan namun mencarikan jalan keluar jika terjadi masalah.
Meskipun orang tua menjadi tempat curhat anak-anak remajanya, namun tetap berikan privasi pada anak-anak kita. Jangan stalking (menguntit) di media sosialnya. Anak-anak merasa diawasi. Kita berikan kepercayaan pada anak-anak remaja kita, tidak mengekang namun penting membuat kesepakatan bersama.
Anak remaja tidak merasa dikekang namun akan bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan orang tua. Sebagai orang tua, menjadi role model bagi anak-anak kita juga penting; daripada anak-anak remaja kita mencari role model di luar yang belum tentu tepat.
Dukung anak-anak remaja kita dalam mengembangkan bakat, minat, dan cita-citanya. Rumah adalah madrasah terbaik bagi anak-anak “belajar”.
Orang tua adalah madrasah bagi anak-anaknya. Penting untuk mengajarkan anak-anak kita nilai-nilai kerja keras, nilai-nilai menghargai perbedaan, nilai-nilai kesetaraan gender, menghargai orang tua, nilai-nilai tanggung jawab, integritas, tidak instan, dan tidak mengambil yang bukan haknya.
Di tengah kehidupan yang hedonis dan serba instan ini maka membekali anak-anak remaja dengan nilai-nilai tersebut adalah penting. Pengasuhan dalam keluarga menjadi tanggung jawab ayah dan ibu, bukan semata-mata pada ibu. Membincang pengasuhan remaja ini, mengingatkan kita pada Q.s. at-Tahrim ayat 6 yang mengingatkan kita semua, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. [3/24]