Oleh: Rintan Nuzul Ainy
Dalam beberapa tahun terakhir, layanan paylater dan kredit online semakin diminati, khususnya di kalangan anak muda. Kemudahan bertransaksi dengan sekali klik, tanpa perlu membayar di muka, membuat banyak orang tertarik untuk mencobanya. Tanpa perlu repot-repot menunggu gaji atau tabungan terkumpul, semua kebutuhan, mulai dari gadget baru hingga liburan impian, bisa langsung terpenuhi. Slogan-slogan seperti “Beli Sekarang, Bayar Belakangan” atau “Nikmati Dulu, Cicil Kemudian” tentu sangat menggiurkan. Namun, apakah semua kemudahan ini benar-benar menguntungkan, atau hanya jebakan yang berpotensi menghancurkan kesehatan finansial?
Sayangnya, tak sedikit generasi muda yang akhirnya terperangkap dalam kenyamanan semu ini. Di balik kemudahan yang ditawarkan, ada biaya bunga dan denda yang bisa membengkak kapan saja. Banyak generasi muda yang awalnya merasa ringan dengan cicilan kecil, tiba-tiba kewalahan ketika tagihan mulai menumpuk. Apalagi, fitur yang memungkinkan proses pengajuan kredit tanpa jaminan semakin membuat banyak orang merasa ‘aman-aman saja’ untuk terus menambah utang.
Pada akhirnya, pembayaran yang dianggap ringan di awal bisa berubah jadi beban berat yang menguras kantong. Di sisi lain, minimnya pemahaman tentang manajemen keuangan membuat mereka seringkali tidak menyadari risiko tersembunyi dari kredit instan ini. Tanpa literasi finansial yang memadai, banyak anak muda akhirnya terjebak dalam pola konsumsi berlebihan, bahkan tanpa perencanaan yang jelas. Impulsif dalam berbelanja, diiringi dengan kemudahan berutang, hanya akan memperbesar risiko terlilit utang. Padahal, sekali terjebak, sulit untuk keluar dari lingkaran ini. Tagihan menumpuk, denda menanti, sementara kemampuan keuangan justru semakin terganggu.
Efek jangka panjangnya pun tak bisa dianggap remeh. Sekali mencicipi kredit, banyak yang sulit keluar dari jeratannya. Ketika satu tagihan hampir lunas, godaan untuk meminjam lagi muncul dengan segala kemudahannya. Apalagi, platform kredit online sering kali membuat pengguna merasa nyaman karena tak memerlukan jaminan apa pun. Generasi muda yang belum memiliki penghasilan tetap sering kali terperangkap dalam lingkaran kredit yang sulit diputus.
Kecenderungan berutang sejak muda seperti ini dapat menghambat seseorang untuk meraih kestabilan finansial di masa depan. Stres karena utang, ketidakmampuan mengatur pengeluaran, hingga kegagalan menggapai impian besar seperti memulai usaha atau memiliki rumah sendiri bisa jadi dampak yang nyata. Dengan kata lain, ketergantungan pada kredit online bisa menggerus peluang untuk hidup mandiri secara finansial.
Jadi Apakah Tidak Boleh Berhutang? Apa Solusinya?
Bukan berarti semua bentuk kredit harus dihindari. Namun, penggunaannya harus bijak dan sesuai kebutuhan. Untuk itu, literasi finansial adalah kunci. Anak muda perlu dibekali pemahaman tentang bagaimana menggunakan uang dengan tepat dan dampak dari utang yang berlebihan. Kampanye-kampanye yang mengajak anak muda untuk hidup hemat dan menggunakan uang dengan bijak bisa digalakkan. Selain itu, akses ke alat pengelolaan keuangan seperti aplikasi pencatatan pengeluaran atau kalkulator bunga bisa membantu mereka melihat gambaran utang yang akan datang, sehingga mereka dapat merencanakan keuangan lebih matang.
Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada peran aktif dari berbagai pihak. Pemerintah dan institusi pendidikan bisa ikut ambil bagian dengan memperkenalkan literasi keuangan sejak dini. Orang tua juga memegang peran penting dalam mengedukasi anak-anak mereka sejak dini. Menunjukkan bagaimana cara mengatur keuangan rumah tangga dan berbagi pengalaman tentang pentingnya menabung bisa menjadi pelajaran yang tak ternilai bagi anak-anak. Selain itu, memberi contoh dengan menggunakan uang secara bijak, menghindari utang konsumtif, dan fokus pada investasi jangka panjang bisa menjadi panduan nyata bagi generasi muda untuk melihat bagaimana mengelola uang yang sehat. Anak-anak dan remaja perlu diajarkan mengenai pentingnya pengelolaan uang dan bahaya utang konsumtif.
Di sisi lain, perusahaan penyedia layanan kredit juga punya tanggung jawab untuk lebih transparan dalam menginformasikan risiko dari layanan mereka. Informasi yang mudah diakses dan jelas mengenai bunga, denda keterlambatan, dan risiko utang adalah hak setiap pengguna. Dengan cara ini, generasi muda yang belum paham betul tentang kredit bisa lebih waspada dan mempertimbangkan kembali setiap keputusan mereka.
Layanan paylater dan kredit online memang menawarkan kenyamanan, namun penggunaannya perlu dikendalikan dengan baik. Tanpa pemahaman dan literasi finansial yang cukup, kenyamanan ini bisa menjadi bumerang bagi generasi muda. Dengan lebih banyak edukasi dan kesadaran sejak dini, generasi ini akan lebih siap menghadapi godaan kredit dan memilih untuk mengutamakan masa depan yang lebih stabil dan bebas dari utang. Kita bisa menikmati kemudahan hari ini, tapi jangan sampai kenyamanan sesaat itu mengorbankan mimpi besar di masa depan.
*Penulis adalah Dosen Program Studi Akuntansi Universitas Ahmad Dahlan