KalamPerempuan

Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada Perempuan Karir

Oleh: Suko Wahyudi* 

Dalam pusaran arus modernitas dan industrialisasi yang terus bergerak maju, perempuan tidak lagi hanya dipahami sebagai makhluk domestik yang terbatas pada peran dapur, sumur, dan kasur. Mereka hadir aktif di ruang publik, tampil sebagai profesional, pemimpin, dan pengambil kebijakan. Istilah perempuan karir pun menjadi representasi dari perempuan yang tidak hanya berkiprah dalam lingkup rumah tangga, tetapi juga menapaki tangga kehidupan sosial dan profesional yang luas.

Namun, dalam kegemilangan dunia kerja, dalam gemuruh capaian karier, ada dimensi ruhani yang kerap terabaikan. Tekanan hidup, tuntutan performa, serta gelombang kompetisi membuat sebagian dari mereka kehilangan arah spiritual. Dalam konteks inilah dakwah harus hadir. Dakwah bukan sekadar seruan verbal, tetapi hembusan rahmat yang memulihkan, menuntun, dan menyinari.

Perempuan Karir dalam Tinjauan Ilmiah

Istilah “perempuan karir” memiliki latar sosiologis, psikologis, dan kultural yang luas. Para pemikir menyajikan definisi yang memperkaya pemahaman kita:

Kartini Kartono (1983) mendefinisikan perempuan karir sebagai perempuan yang mengabdikan diri secara konsisten dalam dunia profesional, bukan karena keterpaksaan atau mengisi waktu, melainkan sebagai ekspresi aktualisasi diri dan pencapaian martabat ekonomi serta intelektual.

Sarlito Wirawan Sarwono memandang perempuan karir sebagai individu yang menjadikan pekerjaan sebagai bagian integral dari kehidupan dan identitasnya. Tidak sekadar bekerja, tetapi berproses dan berkontribusi dalam ranah sosial secara sadar.

Suzzane Keller, seorang sosiolog Barat, menggarisbawahi partisipasi perempuan dalam struktur sosial kerja, di mana mereka memperoleh pengakuan dan legitimasi bukan semata karena peran biologis, melainkan karena kemampuan dan integritas profesionalnya.

Dalam wacana keislaman, Dr. A. Qodri Azizy mengingatkan bahwa perempuan karir dalam Islam adalah perempuan yang berkarya di ruang publik tanpa menanggalkan nilai-nilai keislaman, menjaga kehormatan, serta tetap setia pada peran keibuannya dalam keluarga.

Dari berbagai pendapat ini, dapat dirumuskan bahwa perempuan karir adalah perempuan yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan profesional di luar rumah, baik dengan motivasi ekonomi, sosial, maupun spiritual, dan menjadikan pekerjaan sebagai sarana ibadah, kontribusi, dan pengembangan diri.

Urgensi Dakwah bagi Perempuan Karir

Islam adalah agama yang menyeimbangkan antara dunia dan akhirat, antara lahir dan batin. Dalam kesibukan profesional yang menuntut energi lahiriah, perempuan karir tidak jarang mengalami kekeringan batiniah. Mereka membutuhkan bimbingan ruhani agar tetap berada dalam orbit iman dan takwa.

Dalam Al-Quran, Allah menyebut manusia diciptakan dalam keadaan lemah (QS. An-Nisa: 28). Lemah di sini bukan hanya dalam aspek fisik, melainkan juga psikis dan spiritual. Perempuan karir yang terus-menerus berjuang di ranah publik, sejatinya sangat membutuhkan penguatan ruhani yang sistematis.

Dakwah yang ditujukan kepada mereka hendaknya bukan dalam bentuk vonis atau tuntutan keras, melainkan pendekatan penuh empati dan hikmah. Q.s. An-Nahl ayat 125 mengajarkan prinsip, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” Inilah metodologi dakwah yang harus dikedepankan.

Baca Juga: Mempromosikan Perdamaian Menuju Keadilan untuk Semua 

Realitas perempuan karir hari ini sangat kompleks. Banyak dari mereka yang secara intelektual unggul, secara ekonomi mandiri, tetapi merasa hampa secara spiritual. Kegiatan keagamaan menjadi aktivitas sampingan yang mudah terabaikan. Padahal, mereka adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, dan tiang penyangga moral rumah tangga.

Dakwah kepada perempuan karir sejatinya adalah penyelamatan peradaban. Jika perempuan terdidik secara spiritual dan intelektual, maka generasi yang dilahirkannya akan lebih kuat secara akidah, akhlak, dan wawasan. Perempuan yang tercerahkan akan melahirkan masyarakat yang tercerahkan pula.

Dalam hal ini, firman Allah dalam Q.s. At-Tahrim ayat 6 menjadi fondasi penting: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”. Ibnu Katsir, dalam tafsirnya, mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Ajari mereka dan didiklah mereka.” Beliau melanjutkan: “Perintahkan mereka kepada yang ma’ruf, larang mereka dari yang mungkar, ajari mereka, dan didiklah mereka.” Ini menunjukkan bahwa tugas membina keluarga secara ruhani merupakan amanah besar, termasuk bagi perempuan karir. Dengan pendidikan dan pembinaan yang baik, perempuan menjadi madrasah pertama yang melahirkan generasi yang kuat dan masyarakat yang kokoh dalam iman dan amal.

Strategi Dakwah yang Kontekstual dan Solutif

Dakwah kepada perempuan karir tidak dapat dilakukan dengan pendekatan klasik semata. Diperlukan metode baru yang lebih sesuai dengan konteks kehidupan mereka:

Pertama, dakwah digital menjadi sarana efektif. Dalam era revolusi industri 5.0, podcast, video inspiratif, dan konten dakwah media sosial dapat menjadi alat penetrasi ruhani yang tepat sasaran.

Kedua, forum kajian fleksibel yang diadakan selepas jam kerja atau di akhir pekan. Hal ini memungkinkan perempuan karir tetap dapat mengikuti pengajian tanpa meninggalkan tanggung jawab profesional.

Ketiga, mentoring komunitas. Perempuan karir sering memiliki jaringan sosial yang kuat. Melalui komunitas keilmuan, dakwah bisa lebih personal dan mendalam.

Keempat, dakwah berbasis keteladanan. Sosok muslimah yang sukses dalam karir dan tetap teguh menjaga syariat, adalah teladan hidup yang berbicara lebih kuat daripada retorika. Di tempat kerja, mereka menjadi dai dalam diam, dai dalam tindakan.

Kelima, kolaborasi dengan lembaga dakwah dan ormas Islam. Lembaga seperti ‘Aisyiyah dan lainnya memiliki peran penting dalam merancang program dakwah yang inklusif dan progresif untuk perempuan karir.

Adapun tantangan dakwah kepada mereka cukup kompleks: keterbatasan waktu, tekanan sosial sekular, bahkan prasangka negatif terhadap aktivitas keagamaan. Namun semua itu bukan alasan untuk mundur, melainkan tantangan yang harus dijawab dengan kecerdikan, kelembutan, dan kreativitas.

Dakwah adalah jalan kasih sayang. Kepada siapapun, termasuk perempuan karir, dakwah harus menjadi pelukan hangat yang menyapa jiwa yang lelah. Mereka bukan objek lemah yang perlu dikasihani, melainkan subjek aktif peradaban yang perlu dibimbing, dipandu, dan dikuatkan.

Jika perempuan karir mendapat siraman ruhani yang cukup, mereka akan menjadi cahaya di keluarganya, cahaya di tempat kerjanya, bahkan cahaya di tengah masyarakatnya. Mereka bukan hanya pencari nafkah, tetapi penjaga fitrah. Bukan hanya profesional, tetapi pejuang iman. Dan bila cahaya itu padam, maka padamlah pula separuh harapan umat ini.

“Perempuan adalah tiang negara. Jika baik perempuan, maka baik pula negara. Jika rusak perempuan, maka rusak pula negara.”

Semoga dakwah kepada perempuan karir menjadi jembatan untuk kebangkitan umat, dan menjadi ladang pahala yang tiada putus hingga akhir zaman.

*PRM Timuran Yogyakarta

Related posts
Kalam

Menghidupkan Semangat Hijrah dan Dakwah Nabi dalam Kehidupan Modern

Oleh: Hana Mufidatul Roidah* Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. pada 12 Rabiul Awal 1447 H menjadi kesempatan penting untuk merenungkan kembali makna…
Keluarga SakinahPerempuan

Perempuan Karir dan Keluarga Sakinah

Oleh: Suko Wahyudi*  Dalam pergulatan zaman yang terus melaju, peran perempuan dalam kehidupan publik mengalami transformasi yang signifikan. Tidak lagi semata-mata dipandang…
Kalam

Antara Riya’ dan Dakwah

Oleh: Saptoni, M.A.* Salah satu tindakan tercela dan sangat dilarang dalam agama Islam adalah riya’, atau yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia…

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *