Aksara

Pendidikan Humanis: Antara Cita-cita dan Realitas

Oleh: Laeli Tri Agustina*

Judul                : Pendidikan Humanis

Penerbit          : Bintang Pustaka Madani

Prolog              : Suyanto

Epilog              : Fajar Riza Ul Haq

Tebal               : 258 halaman

Buku karya pegiat Pendidikan untuk Indonesia (PUNDI) ini merupakan jenis antologi yang menyatukan ragam perspektif dan mewakili keresahan atas praktik pendidikan di Indonesia. Buku berjudul “Pendidikan Humanis: Antara Cita dan Relitas” ini diberi pengantar oleh Direktur PUNDI. PUNDI lahir dengan idealisme atau visi mendukung terselenggaranya pendidikan yang adil, berkualitas, dan terjangkau bagi rakyat Indonesia.

Pendidikan adil bermakna menjangkau seluruh lapisan bangsa Indonesia dengan segala keragaman sosial, ekonomi, geografis, budaya, dan agama. Pendidikan berkualitas berarti mampu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka, berkeadaban tinggi, dan mampu bersaing dalam ranah global. Sementara itu, pendidikan terjangkau artinya pendidikan hadir untuk semua kalangan, termasuk masyarakat lapisan bawah.

Buku ini menyuguhkan realitas pendidikan bangsa Indonesia yang masih terkungkung pada romantisisme masa lalu dan gebrakan konseptual serta gerakan untuk mewujudkan visi pendidikan humanis. Buku yang terdiri atas empat bagian ini diawali dengan digambarkannya pendidikan humanis sebagai sebuah paradigma. Selanjutnya, bagian kedua buku ini menginterpretasikan konsep peta jalan pendidikan humanis di Indonesia. Bagian ketiga merupakan gambaran multikultural praktik pendidikan humanis. Buku ini diakhiri dengan potret pendidikan di Indonesia. Semua narasi hadir dari kalangan praktisi pendidikan, pegiat literasi pendidikan, mahasisiwa, aktivis organisasi, dan tenaga pendidikan.

Keberadaan paradigma dan dialektika metode dalam pendidikan humanis sangat penting adanya. Hal ini yang lebih dominan berperan dalam pendidikan humanis adalah lahirnya konsep perkembangan aliran pendidikan. Paham humanisme, misalnya, yang dipelopori oleh Abraham H. Maslow ini muncul sebagai reaksi dari teori psikoanalisis dan behavioristik. Paham ini lebih mempercayai manusia akan memahami sesuatu dan tergerak berdasarkan potensi yang ada dalam dirinya. Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik lebih diarahkan pada perwujudan suatu lingkungan belajar dan latihan yang kondusif untuk mengembangkan diri hingga terwujud pribadi yang lebih aktual.

Model belajar dalam pendidikan humanis dikonsep dengan sudut pandang berbeda. Kaum humanis lebih menghendaki agar peserta didik diletakkan sebagai subjek belajar dengan menghargai berbagai pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Melalui metode yang berpusat pada peserta didik, maka paradigma pendidikan humanis telah menjauhkan dari berbagai penindasan dan kesewenang-wenangan kuasa pendidik kepada peserta didik. Konsep ini menempatkan pendidik sebagai fasilitator pendidikan yang memiliki peran signifikan dalam mendesain suasana belajar agar proses pendidikan menjadi lebih bermakna.

Baca Juga: Tren Keilmuan Agama Era Kontemporer: Bergerak dari Multidisiplin ke Interdisiplin dan Transdisiplin

Menurut salah seorang penulis dalam buku ini, Budi Asyhari, pendidikan humanis adalah pendidikan yang memanusiakan peserta didik. Peserta didik merupakan aset pendidikan di masa depan dengan keragaman kemampuan dan latar belakang yang dimilikinya. Dengan demikian, dalam situasi apa pun pendidik mempunyai andil besar dalam memberikan fasilitas sesuai perkembangan usia dan mengimbangi pola pikirnya.

Terdapat empat pendekatan dalam membangun kembali pendidikan humanis. Pertama, pendekatan budaya yang mengarah pada kesempurnaan manusia. Hal utama yang ingin dibangun adalah menciptakan kultur sosial agar peserta didik dibentuk sebagai manusia yang sempurna secara budaya. Kedua, naturalistik-romantis (romantisme alamiah), yang mengarah pada kerinduan aktualisasi diri yang alami. Dengan kata lain, lembaga pendidikan mempunyai peran dalam memberikan fasilitas kepada peserta didik untuk berkembang sesuai dengan naluri yang telah dimiliki peserta didik.

Ketiga, pendekatan yang mengarah pada keaslian penciptaan diri atau dalam kata lain disebut dengan memahami konsep diri. Pendekatan ini sangat penting agar dalam proses belajar peserta didik tidak merasa asing dengan dirinya sendiri. Keempat, yakni pendidikan kritis-radikal yang mengarah pada aspek pemberdayaan dan emansipasi. Pendekatan ini memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk berpikir secara kritis-radikal (berpikir hingga akar-akarnya). Keempat pendekatan di atas merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri. Semua harus dilakukan secara integratif dan berkesinambungan.

Buku ini memberikan gambaran implementasi yang dapat dilakukan dari berbagai sisi kehidupan. Hal ini tergambar dalam multikultural praktik pendidikan humanis di Indonesia, yaitu mulai dari hal kemandirian peserta didik yang terintegrasi dengan pendidikan entrepreneur. Pendidikan ini digalakkan oleh lembaga pendidikan. Penerapan lainnya juga dapat diaktualisasikan dalam aspek ekologi dan melakukan konseling kepada peserta didik dengan metode pendidikan humanis.

Konsep gender harus dipahamkan kepada peserta didik dalam proses pendidikan humanis, baik dalam kurikulumnya maupun budaya sekolah. Dengan demikian, aspek ketimpangan gender tidak akan terus larut dalam perbedaan fungsional peserta didik karena sudah ditanamkan melalui jalur pendidikan. Kehadiran konsep pendidikan humanis ini merupakan wujud paripurna proses pendidikan untuk menempatkan peserta didik pada tempatnya dan mampu memanusiakannya.

*Anggota PUNDI dan Guru Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta

Related posts
Berita

Gelar Audiensi dengan PRM Situsari, Uhamka Siap Kontribusi Kemajuan Pada Bidang Pendidikan

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) menyambut hangat kedatangan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Situsari dalam rangka Audiensi yang…
Pendidikan

Studi Lanjut, Keluarga, dan Masa Depan

Oleh: Elis Zuliati Anis* Hampir tidak percaya, hari itu, akhir Juni 2017, saya berdiri di depan bangunan megah Winthrop Hall, University of…
PendidikanWawasan

Pendidikan sebagai Agen dari Perubahan Sosial : Perspektif Sosiologi dan Pembelajaran Global

Oleh: Arya Setyo Nugroho dan Wahyu Novitasari K.P Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan masyarakat. Dari perspektif sosiologi, pendidikan tidak hanya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *