Keluarga Sakinah

Pendidikan Karakter Takwa dalam Keluarga Sakinah

Keluarga
Keluarga

Keluarga

Oleh: Siti Aisyah

Dewasa ini banyak persoalan yang dihadapi oleh keluarga yang berdampak pada persoalan anak-anak, remaja, dan orang tua  di Indonesia. Tantangan keluarga di era digital sudah sangat menghawatirkan. Berkembangnya sikap dan gaya hidup serba bebas dan menerabas, materialistik, dan hedonis; bebasnya akses konten kekerasan dan pornografi, serta permasalahan klasik seperti kemiskinan, rendahnya derajat kesehatan, rendahnya akses pendidikan, KDRT, dan konflik sosial, memperlemah institusi keluarga dan menurunnya peran keluarga dalam pendidikan karakter anak.

Disfungsi Keluarga dalam Pendidikan Karakter

Disfungsi dan peran keluarga dalam pendidikan karakter ditandai banyaknya fenomena kenakalan anak-anak, baik pada usia SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA. Fenomena kenakalan anak sangat bervariasi mulai  tawuran, bullying,  pelecehan seksual dan seks bebas, penyalahgunaan narkoba, miras, prostitusi, aborsi, gang motor, hingga begal motor dan fenomena klitih di Yogyakarta yang melibatkan remaja yang masih berstatus pelajar. Hal yang lebih menghawatirkan lagi adalah adanya fenomena kenakalan anak-anak yang sampai menelan korban sampai meninggal.

Terkadang penyebabnya sepele, hanya karena tersinggung, diejek temannya. Ada juga yang ingin menujukkan kehebatannya untuk mempraktikkan tayangan televisi yang ditontonnya. Banyak juga persoalan yang menimpa anak karena salah asuh, penelantaran anak, trafficking, dan kekerasan yang dilakukan orang tua dan orang dewasa lainnya terhadap anak. Dampaknya, anak menjadi korban kekerasan yang berakibat kesakitan, luka parah, trauma berkepanjangan, bahkan kematian anak di tangan orang tua kandung, orang tua angkat, ayah atau ibu tiri, dan pengasuh lainnya yang seharusnya menjadi pengayom dan pelindung.

Baca Juga: Beginilah Makna Keluarga Sakinah Menurut ‘Aisyiyah

Lemahnya institusi keluarga diperparah maraknya sikap permisif masyarakat terhadap permasalahan yang berkembang dalam masyarakat dan peran negara yang kurang cepat tanggap dan sistematis dalam mengatasi permasalahan. Akibatnya persoalan dimaksud lambat diatasi dan menjadi penyakit kronis masyarakat yang semakin parah. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, perlu kepedulian dan sinergitas keluarga, masyarakat, sekolah, dan negara dalam mengembangkan pendidikan karakter dan mewujudkan situasi kondusif  sebagai lahan tumbuh suburnya pendidikan karakter dalam menyemaikan benih-benih kebenaran, keutamaan, dan kebaikan.

Mengawali abad kedua, ’Aisyiyah telah berkomitmen untuk mengembangkan strategi gerakan yang salah satunya adalah ”Penguatan Keluarga Sakinah” sebagai basis pembinaan ketakwaan. Institusi keluarga harus menjadi tempat paling subur untuk menyemai sumber daya insani yang berkarakter takwa menuju khaira ummah yang berkualitas utama. Karakter takwa melahirkan akhlak mulia yang jujur, cerdas, terpercaya, suka bekerja keras, mau tolong menolong, terpuji, maju, anti  korupsi, dan tindak kekerasan.

Pendidikan Keluarga Mewujudkan Insan Bertakwa

Pembinaan karakter takwa, dalam buku Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, merupakan salah satu tujuan Keluarga Sakinah. Pada prinsipnya terdapat dua tujuan utama pembentukan Keluarga Sakinah, yaitu untuk “mewujudkan insan bertakwa dan untuk mewujudkan masyarakat yang berkemajuan”. Anak merupakan amanah Allah yang dilimpahkan kepada orang tua untuk mengembangkan potensi tauhid dan kebaikan lainnya, sehingga menjadi pribadi paripurna (insān kāmil). Keluarga Sakinah sebagai suatu keluarga terpilih, menjadi lahan subur bagi tumbuh kembang karakter anak agar menjadi insan bertakwa.

Siapa itu insan bertakwa? Insan bertakwa adalah manusia yang telah berhasil mengembangkan semua potensi-potensi kemanusiaannya secara optimal, baik potensi tauhîdiyyah, ’ubûdiyyah, kekhalifahan, jasadiyyah, dan ‘aqliyyah, sehingga menjadi pribadi muslim yang kâffah (utuh). Pribadi tersebut akan menjadi karakter setiap anggota keluarga dan tercermin dalam semua perilakunya di  seluruh aspek kehidupan.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ  

Artinya, sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu” (QS. al-Hujurat [49]: 13.

Tanda-tanda ketakwaan seseorang diisyaratkan Allah dalam banyak ayat, antara lain dalam Surah al-Baqarah [2]: 177,

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآَخِرِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّيْنَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبٰى وَالْيَتَامٰى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Artinya, “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang minta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, orang yang menepati janjinya apabila berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.

Dalam ayat-ayat lain dijelaskan juga ciri-ciri karakter takwa, di antaranya surah al-Baqarah [2]: 2-4, 183; QS. ali-Imrân [3]: 76, 102, 133-134, QS. al-A’râf [7]: 26, 128, 156; dan QS. an-Nahl [16]: 125-128. Ayat-ayat tersebut pada intinya menunjukkan perintah untuk bertakwa kepada Allah secara maksimal dengan mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya. Bila dilihat dari kerangka ajaran Islam, hakikat takwa sebenarnya merupakan integralisasi antara akidah, akhlak, ibadah, dan mu’âmalah dunyâwiyyah. Isyarat ayat-ayat tersebut, menunjukkan adanya karakter takwa, terkait dengan akidah, akhlak, ibadah, dan mu’amalah dunyawiyyah.

Karakter takwa yang terkait dengan aspek akidah adalah beriman kepada yang ghaib, beriman kepada Allah, beriman kepada Malaikat-malaikat Allah, beriman kepada kitab suci al-Quran dan kitab-kitab suci sebelumnya, beriman kepada Nabi-nabi Allah, dan beriman kepada hari akhir.

Baca Juga: Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan dalam Beribadah Menuju Keluarga Sakinah

Karakter takwa yang terkait dengan akhlak adalah memohon pertolongan kepada Allah, mohon ampunan, dan taubat dari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya, mampu menahan amarah, pemaaf, menepati janji, bersikap sabar dalam menghadapi tantangan hidup dalam bentuk hilm (menahan marah), ’iffah (menjaga kehormatan, semisal seks bebas), qana’ah (sabar dari kesulitan hidup miskin), dan syajā’ah (sabar dalam berjuang dan berdakwah), bersikap istiqamah serta berbusana muslim (menutup aurat) dengan tetap memperhatikan aspek keindahan dan keserasian.

Karakter takwa yang terkait dengan ibadah adalah mendirikan salat, berinfaq dari sebagian rizki yang diterima dari Allah, menunaikan ibadah puasa, menunaikan ibadah haji dan umrah dengan sempurna serta berdoa memohon kebaikan hidup di dunia dan akhirat.

Karakter takwa yang terkait dengan mu’âmalah dunyâwiyyah adalah dermawan (menafkahkan harta baik dalam keadaan lapang maupun sempit), sabar dalam berdakwah, berdakwah dengan cara hikmah, mau’izhah hasanah (memberikan nasehat dengan cara yang baik), dan mujādalah bil-ahsan (berdebat dengan cara yang terbaik).

Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa karakter takwa seseorang dapat dilihat pada kadar keimanan (akidah), ibadah, akhlak, serta hubungan kemasyarakatan seseorang (mu’āmalah dunyāwiyyah). Apabila segi-segi keagamaan ini telah dihayati dan diamalkan, akan terbentuklah rasa penghambaan kepada Allah secara mutlak dan akan memberikan kebahagiaan yang tinggi nilainya.

Semakin tinggi kadar akidah, ibadah, akhlak serta hubungan kemasyarakatan seseorang, semakin tinggi pulalah rasa pengabdiannya kepada Allah. Selanjutnya rasa pengabdian yang mengendap ke dalam kesadaran jiwa akan membentuk hati nurani. Dalam proses selanjutnya hati nurani akan mempengaruhi dan mendasari segala unsur kepribadian (kerohanian, pikiran, perasaan, kemauan, hubungan sosial) yang tercermin dalam sikap dan aktivitas hidup. Jika sudah demikian halnya terbentuklah pribadi takwa yaitu pribadi muslim yang sempurna.

Strategi Pendidikan karakter Takwa

Bagaimana pendidikan karakter takwa dalam Keluarga Sakinah diimplementasikan? Dalam hal ini, Prof. Zakiyah Daradjat menawarkan dua pendekatan yang bisa dikembangkan dalam pendidikan karakter, yaitu cognitive approach dan conditional approach. Pendekatan kognitif dalam pendidikan keluarga dapat dilakukan dengan metode pendidikan literasi keluarga untuk mengembangkan potensi pikir anak, agar mampu memahami, menyadari, nilai-nilai karakter takwa serta berusaha menerapkannya dan menjadi model pribadi takwa dalam kehidupan.

Dengan metode diskusi, potensi pikir anak dikembangkan agar mampu menganalisis permasalahan-permasalahan karakter yang dihadapi, dan mampu memberikan solusi terbaik dalam melembagakan karakter takwa dalam kehidupan diri, keluarga, dan masyarakat. Anak sering diajak diskusi tentang isu-isu yang terkait dengan persoalan yang berkembang di sekolah dan masyarakat, seperti bullying, tawuran, seks bebas, dan kekerasan, serta bagaimana mereka merespon isu tersebut dengan memberikan sumbangan pemikiranya mendapatkankan solusi terbaik.

Baca Juga: Peran Sosial Religius Masyarakat Kelas Menengah

Conditioning approach dilakukan dengan menciptakan suasana keluarga yang cukup kondusif untuk berkembangnya nilai-nilai karakter takwa. Suasana rahmah, kasih sayang, kelembutan, memberi dukungan, penghargaan, disertai uswah hasanah (keteladanan) dan kebersamaan orang tua dan seluruh anggota keluarga agar anak dapat menerima nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keutamaan.

Selanjutnya berusaha untuk meniru, menyesuaikan, menginternalisasikan, dan membudayakannya sehingga menjadi kebiasaan (al-’ādah) dalam kehidupan sehari-hari, agar menjadi karakter yang tertanam dalam kepribadian anak. Karakter takwa yang telah tertanam dalam diri anak, menjadikan ia tampil sebagai pribadi yang kuat, tidak akan terpengaruh oleh godaan, dorogan, dan paksaan untuk berbuat tidak baik, dan ada keberanian untuk menghindar dan melawan, bahkan mampu mempengaruhi dan mengubah perilaku teman-teman dan lingkungannya ke arah pribadi muttaqin.

Hal ini ia lakukan karena ia menyadari dan meyakini akan janji Allah bahwa insan bertakwa akan mendapatkan jalan keluar dari segala macam kesulitan, mendapatkan rizki tanpa diduga, dimudahkan dalam segala urusannya, mendapat limpahan barakah dari langit dan bumi, mendapatkan mahabbah (kecintaan) dari Allah dan akan memperoleh kesuksesan atau keberuntungan hidup di dunia dan akherat sebagai mana isyarat QS. at-Taubah [9]: 7; QS. an-Nahl [16]: 128; QS. ath-Thalaq [65]: 2-4, dan QS. an-Naba’ [78]: 31-36.

Related posts
Lensa OrganisasiSejarah

Di Mana Aisyiyah Ketika Masa Revolusi Indonesia?

Oleh: Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi* Tahun ini, Indonesia telah memasuki usia yang ke-79. Hal ini menjadi momentum untuk merefleksikan perjuangan para pendahulu…
Berita

107 Tahun Aisyiyah, Perkuat Komitmen Menjawab Berbagai Problem Kemanusiaan Semesta

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Mengusung tema “Memperkokoh dan Memperluas Dakwah Kemanusiaan Semesta” ‘Aisyiyah  akan memperingati miladnya yang ke-107 tahun pada 19 Mei…
Berita

Tri Hastuti Dorong Warga Aisyiyah Kawal Demokrasi di Indonesia

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Menghadapi momentum Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, banyak pertanyaan dari warga ‘Aisyiyah menyangkut pilihan dan keberpihakan ‘Aisyiyah. Sekretaris Umum…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *