Masih banyak masyakarat Indonesia yang memandang pendidikan seksual sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan, apalagi dengan anak. Banyak dari orang tua memilih menghindar dari topik pembicaraan ini dan enggan untuk memberikan edukasi kepada anak.
Masih banyak yang beranggapan pendidikan seksual hanya seputar hubungan kelamin atau hubungan badan. Padahal, pendidikan seksual mencakup berbagai hal yang lebih luas. Oleh karenanya, pendidikan seksual penting untuk disampaikan sejak dini.
Di era digital yang semakin modern ini, berbagai macam informasi termasuk seputar seks dapat dengan mudah diakses dari manapun, ditambah anak sekarang sejak usia balita sudah diberi kebebasan bermain gawai. Kondisi ini membuat anak rawan mendapatkan informasi yang salah atau menyesatkan tentang seks.
Dalam “Pentingnya Pendidikan Seks untuk Anak Usia Dini”, Risa Fitri Ratnasari dan Alias menjelaskan, kasus kekerasan dan pelecehan seksual terus mengalami peningkatan. Ini menjadi bukti nyata bahwa masih banyak orang yang belum teredukasi mengenai pendidikan seksual yang seharusnya sudah diketahui sejak dini oleh orang tuanya. Pentingnya pendidikan seksual sejak dini adalah agar anak teredukasi dengan baik dan terhindar dari pelecehan seksual.
Di dalam Islam, pendidikan seksual juga telah diatur, misalnya tentang bagaimana kaidah hukum dan tata cara penyampaiannya. Pendidikan seksual sejak dini menjadi bagian dari syariat Islam dan termasuk bagian penting yang termaktub dalam al-Quran dan as-Sunnah. Mengajarkan anak pendidikan seksual sejalan dengan tuntunan al-Quran supaya mematuhi perintah dan larangan Allah.
Baca Juga: Pendidikan Seksual dan Kesehatan Reproduksi bagi Anak
Merangkum dari artikel “Pendidikan Seks Usia Dini Perspektif Hukum Islam” oleh Syarifah Gustiawati Mukri dijelaskan bagaimana metode dan strategi yang tepat untuk mengenalkan perilah seksualitas pada anak usia dini yang sesuai dengan ajaran syariat Islam.
Pertama, menumbuhkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus mulai diajarkan sejak usia dini, jangan biasakan anak untuk bertelanjang di depan umum, termasuk keluarga sendiri. Ajari anak mengenai auratnya dan tanamkan rasa malu dengan membiasakan untuk memakaikan pakaian yang tertutup.
Kedua, menumbuhkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan feminitas pada anak perempuan. Islam telah mensyariatkan untuk menjaga kepribadian sesuai dengan fitrahnya. Laki-laki dengan sifat maskulinnya dan perempuan dengan sifat feminimnya. Islam melarang laki-laki yang berperilaku seperti perempuan, begitu juga sebaliknya. Sebagaimana yang tercantum dalam hadist Nabi, “Allah melaknat para perempuan yang menyerupai laki-laki, dan para lelaki yang menyerupai perepuan”.
Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting dalam membentuk dan menjaga kepribadian agar sesuai dengan fitrahnya. Biasakan untuk memakaikan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Perlakukan mereka sesuai dengan jenis kelaminnya.
Ketiga, saat menginjak usia 7-10 mulai biasakan tidur pisah kamar dengan orang tua. Pemisahan kamar bertujuan untuk mengajarkan pada anak mengenai identitas diri anak. Selain itu, latih anak untuk hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang tuanya. Pisahkan juga antara anak laki-laki dan perempuan agar mereka paham akan eksistensi perbedaan kelamin.
Keempat, edukasi anak mengenai waktu berkunjung ke kamar orang tua. Anak tidak boleh masuk kamar kecuali atas izin orang tua pada 3 waktu, yaitu sebelum salat subuh, tengah hari, dan setelah salat isya. Di waktu tersebut merupakan saat di mana aurat orang dewasa sering terbuka. Hal tersebut juga telah tercantum dalam firman Allah pada surat al-Ahzab ayat 13.
Kelima, mengenalkan siapa saja mahramnya. Anak harus mulai diajarkan sejak dini mengenai siapa saja yang menjadi mahramnya agar meraka paham dan dapat menjaga pergaulan sehari-hari dengan mahramnya, walaupun hidup serumah. Sebab, Islam dengan tegas mengharamkan incest atau pernikahan antar saudara kandung/mahramnya. Mengenai siapa saja mahramnya tercantum dalam surat an-Nisa ayat 22.
Ketujuh, mengajarkan anak terutama anak laki-laki untuk menjaga pandangan matanya. Sudah menjadi fitrah setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun, jika fitrah yang ada dibiarkan bebas berkeliaran akan merugikan individu itu sendiri. Begitu juga pandangan mata yang terbiasa melihat gambar atau film-film yang banyak memuat unsur pornografi akan membuat anak menjadi pribadi yang buruk.
Kedelapan, edukasi anak mengenai larangan ikhtilat dan khalwat. Ikhtilat adalah bercampurnya sekumpulan laki-laki dan perempuan tanpa adanya alasan yang syar’i, sedangkan khalwat yaitu berkumpulnya laki-laki dan perempuan di satu tempat tanpa ada mahram yang mendampingi. Kedua perbuatan tersebut sudah sering terjadi di zaman sekarang ini, bahkan sudah dianggap biasa. Islam melarang perbuatan tersebut karena mengantarkan pada perbuatan zina.
Delapan poin tersebut merupakan metode dan strategi mengajarkan pendidikan seksual dalam Islam yang dapat diterapkan pada anak. Tujuan dari pendidikan seksual yakni untuk mengetahui fungsi organ pada tubuh, rasa tanggung jawab, halam-haram berkaitan dengan hubungan seksual, dan agar terhindar dari ancaman penyimpangan dan pelecehan seksual. (miqdad)