Trenggalek, Suara Aisyiyah – Kisah tentang merawat toleransi, menjaga kerukunan umat seagama disampaikan Biyanto, sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur dalam Pengajian Ahad Pagi Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Trenggalek tanggal (2/6) di lapangan Jambu Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek.
Pengajian Ahad Pagi PDM Trenggalek diawali dengan tampilan anak anak Madin (Madrasah Diniyah) , TK hingga anak anak MIM. Kegiatan diteruskan dengan pengajian iftitah yang disampaikan Anang Wahid Cahyono Wakil Ketua PDM Trenggalek, serta warga lokal desa Jambu.
Dalam satu kesempatan beliau menyampaikan keadaan warga desa Jambu kepada Prof Biyanto dan jama’ah pengajian ahad pagi yang bukan hanya warga Muhammadiyah, tapi juga pimpinan Muslimat, Fatayat dan MWC NU kecamatan Tugu. “ Warga Jambu ini beragam pak Biyanto, sebagian besar warga NU, lalu Muhammadiyah, tapi kami menjaga kerukunan dan toleransi. Bahkan kepala desa Jambu, Hidayat, adalah warga Muhammadiyah.”
Setelah pengajian iftitah yang disampaikan Anang Wahid Cahyono, pengajian diteruskan dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an oleh siswi siswi Madin Al Hikmah Jambu, menyanyikan lagu Indonesia Raya, mars Muhammadiyah, diteruskan sambutan kepala desa Jambu, Hidayat dan sambutan ketua PDM Trenggalek, Wicaksono.
Acara inti pengajian Ahad Pagi oleh Biyanto diawali dengan mengutip surat Hujurat ayat 10. Kemudian beliau menceritakan kisah Kyai Haji AR. Fachrudin ketua umum pimpinan pusat Muhammadiyah periode 1968 sampai dengan 1990 dengan Kyai Haji Achmad Siddiq Rais Am PBNU periode 1984 sampai dengan 1991.
“Pak AR Fachrudin dan Achmad Shiddiq sebagai sesama tokoh masyarakat di pucuk pimpinan tertinggi dua organisasi agama terbesar di Indonesia, kadang kala bertemu dalam berbagai agenda kebangsaan maupun keagamaan. Mereka berdua kerap kali menjalankan ibadah sholat bersama sama. Suatu saat, mereka berdua bertemu untuk menjalankan ibadah sholat subuh berjamaah. Achmad Shiddiq sungkan kepada AR Fachrudin, begitu juga AR. Fackhrudin.
Baca Juga: Tradisi Bersedekah Orang Arab di Musim Haji
Beliau menghargai ketokohan Achmad Shiddiq. Mereka sama sama meminta untuk menjadi imam. Ketika AR Fachrudin bertindak menjadi imam, beliau menghargai Achmad Shiddiq yang menjadi makmum. Karena itu AR Fachrudin mengimami sholat subuh dengan menambah qunut.
Di lain waktu Achmad Shiddiq menjadi imam sholat subuh. Ketika beliau menjadi imam shalat subuh dan AR Fachrudin menjadi makmum, maka Achmad Shiddiq mengimami sholat subuh tanpa menggunakan doa qunut. Demi menghargai AR Fachrudin.” ungkap Biyanto dihadapan para jama’ah pengajian Ahad Pagi yang dihadiri lima ribuan warga Muhammadiyah Trenggalek dan sebagian warga NU kecamatan Tugu.
Beliau meneruskan.”Sikap sikap toleransi dan saling menghargai seperti yang dilakukan KH Achmad Shiddiq Rais Am PBNU dan KH AR Fachrudin ketua PP Muhammadiyah seharusnya menjadi acuan dan menjadi teladan bagi banyak anak bangsa agar tidak saling memperbesar perbedaan yang akhirnya akan menjurus pertikaian sesama anak bangsa. Dengan menghargai perbedaan maka rahmat Allah akan menimpa kita semua, dan hanya orang orang yang beriman yang bisa dipersaudarakan. Sebagaimana tercermin dalam surat Al Hujurat ayat 10″. (Kamas Tontowi)-lsz