Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Salah satu nilai keistimewaan yang dimiliki Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PCIM-PCIA) Mesir adalah kesamaan almamater dengan Muhammad Abduh yang memberi inspirasi bagi Kiai Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Sebagai PCIM pertama yang diresmikan PP Muhammadiyah, per tahun ini PCIM Mesir sudah berusia 2 (dua) dekade.
Ketua Umum PCIA Mesir Amastasya Dhyaz Pratiwi menerangkan, cikal bakal PCIM Mesir adalah sejak tahun 1983 yang dulu bernama Ikatan Keluarga Muhammadiyah (IKM). Selang beberapa waktu kemudian, berdiri secara resmi PCIM (2002) dan PCIA (2004) Mesir. “PCIM-PCIA Mesir ingin meneguhkan eksistensinya sebagai lumbung kader ulama Muhammadiyah di Timur Tengah,” terangnya.
Sebagai perpanjangan tangan PP Muhammadiyah, lanjut Amastasya, PCIM-PCIA Mesir turut hadir untuk merealisasikan 3 (tiga) pesan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, yakni sebagai wadah pembinaan kader, duta persyarikatan, dan internasionalisasi Muhammadiyah.
Baca Juga: Pengajian Umum PP Muhammadiyah: Kabar Gembira dari Muhammadiyah Jerman Raya
Saat ini, PCIM-PCIA Mesir punya amal usaha dan organisasi atau lembaga otonom yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka. Pertama, TK ABA Kairo yang diresmikan tahun 2010. Mengenai TK ABA ini, Amastasya mengatakan bahwa yang masih menjadi PR bagi PCIA Mesir adalah legalitas, tenaga profesional, dan tempat.
Kedua, Kantor Layanan Khusus Lazismu Mesir yang diresmikan tahun 2018. Kehadiran Lazismu khusus ini berawal dari kegelisahan anggota PCIM-PCIA melihat ada anggota Muhammadiyah yang butuh dukungan secara finansial. Amastasya mengabarkan, kini Lazismu Mesir sudah punya program beasiswa kader umat. Ke depan, PCIM-PCIA berharap dapat menyediakan beasiswa penuh bagi kader Muhammadiyah yang akan kuliah di Mesir.
Ketiga, Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang berdiri tahun 2003. Melalui bidang inilah, kata Amastasya, Muhammadiyah banyak diterima oleh berbagai pihak. Lebih dari 80% anggota Tapak Suci, yang kini jumlahnya mencapai 2000, adalah warga Mesir sendiri. Perkembangan ini tentu membanggakan, meskipun dalam keterangan Amastasya ada beberapa kendala yang harus diperhatikan, seperti ketersediaan anggota Tapak Suci dari Indonesia.
Keempat, menjadi mediator keberangkatan mahasiswa baru yang akan kuliah di Al-Azhar. Peran ini dimainkan PCIM-PCIA sejak tahun 2016. Harapannya, lembaga ini mampu semakin dikenal dan dipercayai banyak pihak. Selain itu, lanjut Amstasya, lembaga ini juga bisa menjadi “langkah awal perkaderan Muhammadiyah Mesir, bahkan hingga lulus hingga kembalinya untuk mengabdi di tanah air nanti”.
Sejarah dan perkembangan PCIM-PCIA Mesir itu ia sampaikan dalam forum Pengajian Umum PP Muhammadiyah dengan tema “Bermuhammadiyah di Mancanegara” yang diadakan pada Jumat (14/1) secara daring. (sb)