Oleh: Diko Ahmad Riza Primadi
Judul : Brianna dan Bottomwise
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : Pertama, Juli 2022
Tebal : 361 halaman
Pak Cik selalu mempunyai cara mentertawakan nasib orang-orang yang dijauhi keberuntungan. Pak Cik tidak pernah kehabisan akal hingga penderitaan pun dapat menjadi sebuah hiburan, sekaligus inspirasi untuk tidak pernah menyerah di tengah keterbatasan. Seperti tidak ada sesuatu yang serius di dunia ini, sehingga segala hal patut dirayakan dengan gelak tawa. Itulah gambaran umum dari setiap novel yang ditulis Penulis Internasional Bestseller Trilogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata.
Akan tetapi, akhir-akhir ini ada satu hal yang sangat serius namun jenaka, yaitu hilangnya gitar milik musisi legendaris John Musiciante dalam novel terbarunya Brianna dan Bottomwise. Segala upaya dilakukan untuk menemukan gitar yang sudah menjadi bagian dari hidup Musiciante selama 30 tahun. Ia mengaku tidak bisa hidup tanpa gitarnya. Musiciante pun menyewa detektif swasta, private investigator (PI) bernama Angela Bottomwise yang berpengalaman mencari barang-barang hilang milik selebriti.
Tak lupa juga ia mengadakan sayembara dan menjanjikan reward sebesar 20 ribu dolar bagi siapa saja pemberi informasi yang mengarah pada penemuan kembali gitar Vintage yang sangat mahal dan sudah langka itu. Menurutnya, gitar tersebut dapat membunyikan kepedihan, kerinduan, dan harapan.
Menariknya, bukan hanya tentang pencarian gitar hilang milik sang musisi legendaris asal Amerika, alur cerita pun berkembang ke Kampung Ketumbi. Kampung bagi para penambang timah. Seolah tak ada pekerjaan lain selain menambang timah di kampung tersebut. Sehingga orang yang memiliki cita-cita lain selain menjadi penambang timah, pasti akan menjadi bulan-bulanan di kampung itu. Tak terkecuali Sadman, seorang bocah yang akhirnya senang berbicara dengan dirinya sendiri.
Selanjutnya, kita seperti terlempar di kehidupan seorang bujang lapuk, Sadman yang memiliki impian serta tekad menjadi seorang musisi meski tidak mewarisi bakat itu dari orang tuanya. Bahkan semesta pun tertawa mendengar tekad Sadman itu. Tidak berhenti sampai di situ, ia pun mengajak teman-temannya untuk mendirikan grup musik yang dinamainya OM Orkes Melayu. Meskipun banyak orang meragukan mimpinya, Sadman bersama kelima kawannya tetap memiliki kebulatan tekad untuk bermain musik.
Baca Juga: Mengubah Cara Pandang Terhadap Lansia
Selain itu, cerita dalam novel merambah pada kehidupan seorang bocah perempuan berusia 10 tahun, Alma. Meski terlahir dari keluarga yang kacau balau, ayahnya seorang penjudi berat dan hanya hanya ibunya yang mengasuh dirinya dan ketiga adiknya dengan berjualan nasi di warung kecil di pasar rakyat di pinggir Tanjung Pinang, Alma menguasai bakat bermusik yang unik. Perempuan kelas 5 Sekolah Dasar itu ternyata dapat bermain gitar dengan mulutnya, bukan dengan memetik senar.
Karena faktor keterbatasan ekonomi, Alma tidak mampu membeli gitar sehingga sering membuat jengkel ibunya. Setiap membantu ibunya berbelanja ke pasar, Alma selalu berhenti dan berdiri lama-lama di depan toko alat musik, terpana melihat gitar-gitar di balik kaca. Berbeda dengan perempuan lain sebayanya yang suka pakaian, aksesoris, sepatu, berdandan, jalan-jalan. Alma tidak suka semua itu, yang ia suka hanya gitar.
Berbeda nasib dengan Alma, kisah berpindah pada seorang bocah kelas 1 SMP di Jakarta yang mendapat hadiah gitar misterius di hari ulang tahunnya. Bocah itu adalah Ameru. Ayah Ameru adalah auditor di perusahaan konsultan keuangan internasional. Namun, ada kesamaan antara Alma dan Ameru, mereka sama-sama memiliki telinga yang sangat sensitif terhadap bunyi musik. Alma dan Ameru tipikal anak pendiam dan pemalu, tidak banyak yang tahu raksasa-raksasa musik bersemayam dalam jiwa muda mereka.
Walau para tokoh berada di tempat yang saling berjauhan, namun mereka semua disatukan pada kecintaan yang sama kepada musik. Melalui novel ini para pembaca akan dibawa pada perjalanan seru penuh humor mencari gitar sang musisi legendaris, menggali jiwa musisi orang-orang amatir seperti Sadman dan kawan-kawan, serta melihat bakat terpendam anak-anak muda seperti Alma dan Ameru dalam bermusik.
Novel karya Andrea Hirata yang ke-14 ini juga akan membawa kita berkelana dari kota ke kota di Amerika mulai dari ujung pantai Barat hingga ke ujung Timur, Kanada, dan Meksiko, termasuk ke Mark Twain Museum, Hannibal, Missouri untuk mencari gitar kesayangan sang musisi. Novel ini membawa kita mengembara hingga ke sudut-sudut antar benua. Tentu ini akan menjadi perjalanan yang sangat luar biasa menyenangkan dan mendebarkan.
Selamat membaca!
Sumber gambar: https://images.app.goo.gl/bBWnj3ASZqNF68mk9
*Penulis adalah Jurnalis Suara Muhammadiyah