Oleh: Tri Hastuti
Setiap warga negara Indonesia harus menjadi “mahluk politik”, yaitu warga yang memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Warga yang memiliki kesadaran akan dampak kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat, warga yang berpartisipasi dalam pemilihan pimpinan (RT, RW, kepala desa, kepala daerah, Presiden/Wakil Presiden), berpartisipasi dalam mengawal proses pembangunan di desa aatu daerahnya, dan bahkan dipersilakan bagi kader yang akan terjun dalam politik praktis sebagai jalan amar maruf nahi munkar.
Setiap warga negara memiliki hak untuk hidup sejahtera, sebagai konsekuensi dari tanggung jawab yang sudah dilaksanakan seperti membayar pajak dan patuh atas hukum yang berlaku di negeri ini. Oleh karena itu, negara harus memberikan layanan kepada warganya sehingga semua warganya sejahtera tanpa kecuali.
Tidak seorangpun boleh sakit dan meninggal dikarenakan minimnya akses kesehatan yang bisa dijangkau. Tidak seorang pun tidak bisa sekolah karena ketiadaan akses. Dan tidak seorang pun kelaparan karena ketiadaan jaminan pekerjaan dan kesejahteraan hidup dari negara.
Beberapa hal tersebut di atas merupakan berbagai fakta yang seharusnya menjadi pemahaman bagi setiap warga atas hak dan kewajiban sebagai warga negara. Namun seringkali kita mendengar beragam ungkapan dalam masyarakat, antara lain: “saya tidak berpolitik”, “politik itu kotor”, “politik itu menjadi anggota legislatif”, atau “politik itu menimbulkan konflik”.
Padahal, politik tidak selalu berkaitan dengan politik praktis, yaitu keterlibatan seseorang dalam struktur politik formal seperti menjadi anggota legislatif maupun menjadi kepala daerah. Semua tindakan yang telah dipaparkan di atas merupakan tindakan politik, termasuk berpartisipasi aktif memilih pimpinan yang amanah dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan publik.
Baca Juga: Perempuan, Srikandi Politik yang Terpingirkan
Nah, di sinilah pendidikan politik di ‘Aisyiyah menjadi sangat penting dan relevan untuk terus dilakukan. Pendidikan politik tidak hanya dilakukan menjelang pemilihan umum saja, yaitu pemilihan Presiden/Wakil Presiden, pemilihan anggota legislatif maupun pemilihan kepala daerah, termasuk pemilihan kepala desa.
Hal yang cukup krusial terkait dengan pendidikan politik ini adalah bahwa pendidikan politik bertujuan untuk membangun kesadaran setiap warga masyarakat, termasuk kader-kader ‘Aisyiyah sebagai warga negara yang memiliki kesadaran akan hak dan kewajiban terhadap negara.
Jadi, pendidikan politik sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi memilih pimpinan yang amanah, tidak korupsi dan anti politik uang (money politic). Kesadaran warga negara untuk memilih pemimpin yang amanah dan berintegritas menjadi sangat penting agar pimpinan yang terpilih amanah dalam menyejahterakan rakyatnya; tidak melakukan KKN dan warga harus menolak kandidat yang menggunakan politik uang.
Hal yang juga sangat penting namun sering dilupakan adalah bagaimana pendidikan politik dilakukan untuk mendorong warga negara mengawal proses pembangunan di berbagai level, dengan terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan memonitoring pelaksanaan pembangunan. Pendidikan politik yang mendorong masyarakat memiliki kesadaran secara aktif melakukan pengawasan atas pelaksanaan pembangunan dan mengawasi berbagai kebijakan pemerintah apakah berpihak pada kepentingan masyarakat termasuk kelompok perempuan dan kelompok marginal.
Jika warga negara aktif mengawal dengan terlibat dalam proses perencanaan dan pengawasan implementasi pembangunan, maka tingkat kesejahtaraan masyarakat akan meningkat. Itulah pentingnya pendidikan politik dilakukan.