Oleh: Yolanda Pitra Kusumadewi
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjend P2P), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) pada 2024 membuat laporan
perkembangan situasi penyakit infeksi emerging di Indonesia saat ini. Berbagai penyakit infeksi emerging tersebut contohnya adalah Monkeypox yang terakhir dilaporkan pada minggu ke-23 tahun 2024; dua kasus polio yang terakhir dilaporkan pada Agustus 2024; dan kasus legionellosis terakhir dilaporkan pada minggu ke-35 tahun 2024 (Kemenkes RI, 2024).
Penyakit-penyakit ini disebut emerging infectious disease (EIDs) atau penyakit infeksi emerging. EIDs menjadi kekhawatiran khusus dalam kesehatan masyarakat
karena penyakit-penyakit ini dapat menyebabkan kematian manusia dalam jumlah besar saat menyebar dan di samping itu membawa dampak sosial dan ekonomi yang juga besar (Ditjend P2P, Kemenkes RI, 2024).
Ada sejumlah istilah kunci untuk membicarakan infeksi emerging. Pertama, pengertian tentang penyakit. Penyakit adalah kondisi yang mengganggu fungsi jaringan
normal. Kedua, penyakit menular. Ini merupakan penyakit yang muncul karena invasi terhadap inang oleh agen infeksi/patogen yang aktivitasnya dapat merusak jaringan inang (menyebabkan penyakit) serta dapat ditularkan ke individu lain (bersifat menular).
Selanjutnya, istilah ketiga, yaitu EIDs atau infeksi emerging. Ini merupakan penyakit menular yang (1) belum pernah terjadi pada manusia sebelumnya
(karena sulit dipastikan atau mungkin jarang terjadi); (2) telah terjadi sebelumnya, tetapi hanya memengaruhi sejumlah kecil orang di tempat-tempat terpencil; atau (3) telah terjadi sepanjang sejarah manusia, tetapi baru-baru ini dikenal sebagai penyakit yang berbeda karena agen infeksinya.
Menurut Kemenkes RI, EIDs adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya atau telah ada sebelumnya, tetapi meningkat dengan sangat cepat, baik dalam hal jumlah kasus baru dalam suatu populasi atau penyebarannya ke daerah geografis yang baru. Istilah keempat, yaitu “re-emerging
infectious diseases (REIDs)”.
Ini adalah penyakit menular yang pernah menjadi masalah kesehatan utama secara global atau di negara tertentu dan kemudian menurun drastis, tetapi muncul kembali menjadi masalah kesehatan bagi sebagian besar penduduk; atau penyakit yang pernah terjadi di suatu daerah pada masa lalu, kemudian menurun atau telah dikendalikan, tetapi kemudian dilaporkan lagi dalam jumlah yang meningkat. Kadang-kadang sebuah penyakit lama muncul dalam bentuk klinis baru, yang bisa jadi lebih parah atau fatal. REIDs merupakan bagian dari EIDs (Kemenkes RI, Ditjend P2P; NIH Team, 2007).
Penyakit emerging dan re-emerging berasal dari zoonotik (penyakit yang awalnya menjangkiti hewan, tetapi kemudian mampu menyeberangi hambatan spesies sehingga dapat menginfeksi manusia). Sekitar 60% penyakit infeksi pada manusia telah dikenali dan dalam tiga dekade terakhir, sekitar 75% EIDs yang menyerang manusia berasal dari hewan. Agen infeksi penyebab EIDs dapat berupa virus, bakteri, jamur, dan parasit (Kemenkes RI, Ditjend P2P; Humas BRIN, 2023).
Baca Juga: MKS PWA DIY Bersama Lazismu Adakan Kegiatan Sayangi Lansia Keluarga Bahagia di PRA Banaran
Terdapat lima tahap yang dilalui agen infeksi pada hewan untuk menyebabkan penyakit yang terbatas pada manusia. 1) Agen infeksi hanya terdapat pada hewan dan tidak menular ke manusia; 2) Infeksi primer, pada tahap ini agen infeksi menular dari hewan ke manusia; 3) Limited outbreak atau wabah terbatas, agen infeksi ditularkan dari hewan ke manusia atau dari sekelompok kecil manusia yang sudah terinfeksi ke manusia lainnya; 4) Long outbreak atau wabah luas, pada tahap ini, agen infeksi ditularkan dari hewan ke manusia atau dari sekelompok besar manusia yang sudah terinfeksi ke manusia lainnya; 5) Exclusive human agent, pada tahap ini agen infeksi ditularkan dari manusia ke manusia (McArthur, 2019).
Faktor Penyebab
Faktor-faktor yang berperan dalam menyebabkan EIDs, antara lain perubahan ekosistem, iklim dan lingkungan (pertumbuhan populasi manusia, urbanisasi, globalisasi perdagangan, perusakan habitat asli satwa, peningkatan teknologi produksi, dan perubahan praktik pertanian), demografi manusia dan hewan (manusia dan hewan hidup dalam jarak dekat, intensifikasi pemeliharaan satwa liar), perubahan agen infeksi (mutasi genetik), populasi inang reservoir atau vektor serangga perantara, sosial budaya (kebiasaan makan). Hal tersebut menyebabkan agen infeksi berkembang menjadi bentuk ekologis yang baru sehingga dapat menjangkau dan beradaptasi dengan inang yang baru.
Perubahan agen infeksi ini berdampak dengan munculnya EIDs yang sulit diprediksi, tetapi dapat memberikan akibat yang signifikan karena manusia mungkin hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali kekebalan terhadap penyakit ini (Kemenkes RI, Ditjend P2P; Humas BRIN, 2023; WHO Team, 2024)
EIDs berdampak pada banyak sektor seperti ekonomi, sosial, kesehatan hewan dan manusia serta memiliki potensi menjadi pandemi. Pandemi merupakan kondisi ketika penyakit menular skala besar yang dapat meningkatkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) di wilayah geografis yang luas dan mengakibatkan gangguan ekonomi, sosial, dan politik yang signifikan.
Tindakan pencegahan terjadinya EIDs memerlukan penerapan konsep one health, yaitu berupa pendekatan kolaboratif multidisiplin dan multisektor yang diimplementasikan pada tingkat regional, nasional, maupun global. Hal ini bertujuan untuk mencapai outcome kesehatan yang optimal berdasarkan keterkaitannya antara manusia, hewan, dan tanaman dalam lingkungan yang sama.
Dapat kita simpulkan bahwa EIDs merupakan penyakit zoonosis yang muncul akibat berbagai macam faktor, memiliki dampak secara luas terhadap banyak sektor secara signifikan, dan membutuhkan kerja sama multidisiplin dan multisektoral untuk mencapai hasil penanganan yang optimal. Dengan demikian, dibutuhkan
terbukanya wawasan mengenai EIDs dari berbagai disiplin dan sektor sehingga masing-masing pihak dapat lebih berperan sesuai bidang masingmasing dan saling bekerja sama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit ini.
Upaya Pencegahan
Pertama, mencari Informasi. Sebelum bepergian, baik ke lokasi baru maupun lokasi yang sudah pernah Anda kunjungi sebelumnya, sebaiknya cari informasi mengenai risiko kesehatan di lingkungan tujuan. Terutama jika bepergian dengan anak-anak, lansia, ibu hamil, atau orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh.
Kedua, vaksinasi. Beberapa risiko penyakit infeksi dapat ditekan dengan melakukan vaksinasi. Beberapa penyakit infeksi yang sudah tersedia vaksinnya, antara lain cacar air, Covid-19, difteri, hepatitis A, malaria, rabies, dan TBC. Bagi yang bepergian menuju negara endemik malaria, melakukan vaksin malaria dan membawa obat-obatan untuk mencegah terjadinya infeksi malaria yang parah.
Ketiga, Rajin mencuci tangan. Rajinlah mencuci tangan ketika akan makan, menyiapkan makanan, setelah menggunakan toilet, dan ketika tangan terasa atau terlihat kotor. Keempat, mengolah makanan dengan tepat. Kebiasaan penanganan makanan yang aman juga dapat membantu mencegah penyakit menular tertentu. Selain mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, juga dianjurkan untuk mencuci bersih semua buah dan sayuran, memasak daging hingga matang, serta menghindari mengonsumsi makanan laut mentah atau setengah matang.
*Penulis adalah Pengajar Fakultas Kedokteran
1 Comment