17 Agustus 2022 merupakan tahun ketiga Indonesia merayakan hari kemerdekaan di tengah pandemi Covid-19. Saat ini, Indonesia memasuki usia 77 tahun. Di usianya itu, banyak sudah alur cerita yang sudah dilalui. Dalam konteks ini, sebagai organisasi sosial-kemasyarakatan, Muhammadiyah tidak serta merta meninggalkan bangsa ini dalam keterpurukan. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Muhammadiyah telah membersamai bangsa Indonesia di berbagai aspek dan lini kehidupan.
Mari kita melihat ke belakang, Indonesia merdeka tidak lepas dari campur tangan beberapa tokoh Muhammadiyah. Dalam sejarah lahirnya Pancasila ada nama Ki Bagus Hadikusumo yang ulet mendiskusikan rumusan sila pertama dengan berbagai tokoh bangsa yang lain.
Dengan pertimbangan persatuan bangsa, kalimat “dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihilangkan, tanpa mengurangi makna pentingnya tauhid bagi umat Islam. Oleh karenanya, tidak benar jika dikatakan bahwa Pancasila tidak Islami dan tidak sesuai dengan Islam.
Selain Ki Bagus Hadikusumo, hadir dan terlibat aktif dalam perumusan Pancasila nama-nama seperti Abdul Kahar Mudzakir, Kasman Singodimejo, dan Mas Mansyur. Semuanya merupakan tokoh Muhammadiyah yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
Kedudukan Negara Pancasila
Muhammadiyah sedari awal memandang bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 adalah Negara Pancasila yang ditegakkan di atas falsafah kebangsaan yang luhur dan murni sesuai dan sejalan dengan ajaran Islam. Isi dari Pancasila selaras dengan cita-cita umat Islam, yaitu baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur. Idealnya, negeri yang baik dan berada dalam ampunan Allah adalah kehidupan yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat dalam naungan ridha Allah swt.
Baca Juga: Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Was Syahadah
Muhammadiyah menyatakan bahwa Negara Pancasila merupakan hasil konsensus nasional (dar al-ahdi) dan tempat pembuktian atau kesaksian (dar al-syahadah). Tidak hanya sepakat dengan sila yang lima, Muhammadiyah juga memainkan peran dan tanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Muhammadiyah secara tegas menyatakan bahwa Pancasila sejalan dengan nilai-nilai Islam. Ini lah yang selalu digaungkan dalam Muhammadiyah.
Muhammadiyah di Era Digital
Era 4.0 merupakan masa ketika internet berkembang dengan pesat. Sebagai gerakan pembaruan Islam, Muhammadiyah terus berupaya menyumbangkan kebaikan bagi bangsa. Dari aspek pendidikan, misalnya, betapa banyak sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah yang berdiri. Sampai-sampai ada yang mengatakan di Muhammadiyah tiada hari tanpa peresmian gedung.
Dari Sabang sampai Merauke dakwah Muhammadiyah terasa nyata oleh penduduk Indonesia, tidak hanya kepada umat Islam, nonmuslim pun turut merasakan fasilitas yang didirikan Muhammadiyah. Dari Muhammadiyah kita belajar bahwa dakwah itu tidak hanya di atas mimbar, melainkan bisa dilakukan dengan berbagai macam kegiatan sosial yang dapat membantu manusia di sekelilingnya.
Sebagai wujud nyata peran Muhammadiyah di era digital adalah pendirian Universitas Siber Muhammadiyah (SiberMu). SiberMu didirikan dengan tujuan memperluas akses ke perguruan tinggi yang lebih murah, lebih terjangkau, dan lebih luas dalam mengakses perguruan tinggi di seluruh dunia. Jadi di era revolusi industri ini, setiap orang bisa saja berkuliah di tempat yang ia inginkan tanpa harus mengeluarkan kocek yang tinggi.
Oleh: Sri Maharani (Mahasiswa magang Suara ‘Aisyiyah)