PerempuanWawasan

Peran Publik dan Domestik adalah Tanggung Jawab Bersama (Bagian 2)

Keluarga
Tanggung Jawab Keluarga

Tanggung Jawab Keluarga (foto: kumparan.com)

Oleh: Alimatul Qibtiyah

Argumentasi kalangan progresif atau berkemajuan juga didasarkan pada fenomena sejarah, baik yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad saw., juga pada zaman para Nabi sebelumnya. Misalnya peran publik Ratu Bilqis yang dilakukan pada zaman Nabi Sulaiman menunjukkan bahwa perempuan juga mampu berperan sebagai pemimpin. Bahkan dalam al-Quran, negara Saba oleh Allah digambarkan sebagai Negara yang baldatun toyibatun warobbun ghofur QS. Saba [34]: 15.

Selain itu, QS. an-Naml [23]: 32-35, 44 menunjukkan bahwa Ratu Bilqis adalah seorang ratu yang demokratis (melibatkan pembesar lain dalam memutuskan perkara), bijaksana (tidak mau mengorbankan rakyat dan memperlakukan lawan politik secara terhormat) serta cerdas, terbuka dan religius (cerdas dan mudah menerima kebaikan sehingga dengan dia berpindah dari menyembah matahari menjadi beriman pada Allah-Tuhan Nabi Sulaiman).

Contoh lain diperankan oleh kehebatan Siti Khadijah dalam ikut bertanggungjawab mencari nafkah keluarga, serta kelihaian Siti ‘Aisyah dalam berkiprah di dunia politik. Khadijah, adalah seorang perempuan yang independen. Setelah menikah dengan nabi, Khadijah tetap menjalankan bisnis berdagangnya, aktif berinteraksi dengan masyarakat, dan mendukung sepenuhnya perjuangan dakwah Nabi. Khadijah adalah citra perempuan yang bebas, tegas, dan tidak sesuai dengan ‘anggapan’ tentang perempuan pasif dalam masyarakat Islam. Khadijah dikenal tidak hanya sebagai istri nabi Muhammad Saw saja, melainkan juga ibu bagi orang-orang mukmin (umm al-mu’minin).

Peran politik perempuan yang tergambar pada kiprah Siti Aisyah terlihat dalam sikap beliau yang menentang kekuasaan ‘Ali ibn Abi Thalib dalam perang Jamal, dan posisinya sebagai referensi utama dalam urusan keagamaan, terutama yang terkait dengan urusan keperempuanan. Demikian juga Hafsah binti ‘Umar yang mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam sejarah penghimpunan al-Quran.

Peran publik tersebut sejalan dengan pesan-pesan yang dimuat dalam beberapa ayat al-Quran, yang menegaskan bahwa perempuan diseru secara eksplisit bersama-sama dengan laki-laki dalam banyak peran sosial, misalnya: “sesungguhnya, laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar; Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. al-Ahzab [33]: 35-36).

Ayat lainnya juga menegaskan adanya prinsip kesetaraan antara laki dan perempuan di dalam memperoleh pahala dari hasil kerja mereka: “sungguh Aku tidak menyia-nyiakan amal siapa pun yang beramal di antaramu, baik laki-laki maupun perempuan, karena sebagian kamu berasal dari sebagian yang lain” (QS. an-Nisa’ [4]: 195).

Bahkan di ayat yang lain, al-Quran menyatakan bahwa perolehan pahala sesuai dengan kualitas dan kerja yang telah dilakukan, baik oleh laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan jenis kelamin: “dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi orang laki-laki imbalan dari apa yang mereka usahakan, dan bagi peremuan juga imbalan dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah dari Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu” (QS. al-Maidah [5]: 32).

Berdasar pada landasan normatif dan juga fakta sejarah serta tuntutan zaman yang berkembang dengan pesat saat ini, maka tawaran peran publik dan domestik bagi perempuan terutama bagi kalangan generasi muda yang hidup di era teknologi ini bukanlah sesuatu yang menyalahi prinsip-prinsip ajaran Islam. Apalagi bagi warga persyarikatan Muhammadiyah-‘Aisyiyah yang mengusung pemahaman Islam Berkemajuan sudah sewajarnya jika mendorong para generasi muda baik laki-laki dan perempuan untuk berperan aktif di wilayah publik dan domestik.

Artinya, peran domestik dan pengasuhan menjadi tanggung jawab bersama laki-laki dan perempuan dan juga peran publik dan produksi juga menjadi tanggung jawab bersama. Namun, catatan penting di saat perempuan sedang mengemban tugas reproduksi seperti hamil, melahirkan dan menyusui, maka tanggung jawab domestik dan publik sangat penting untuk dinegosiasikan secara arif, sehingga peran-peran tersebut dapat berjalan dengan baik tanpa ada salah satu pihak yang dirugikan. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan pada kita untuk berbagi tanggung jawab ini dengan searif-arifnya. Amin.

Related posts
Berita

Peringati IWD 2025, Aisyiyah Gelar Diskusi Accelerate Action untuk Kesetaraan Gender

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Dalam rangka memperingati International Women’s Day (IWD) 2025 yang jatuh pada 8 Maret, ‘Aisyiyah melalui Program Inklusi mengadakan…
Perempuan

Perempuan Sebagai Rahim Peradaban

Oleh: Ernawati  Istilah “perempuan adalah rahim peradaban” merujuk pada peran vital yang dimiliki oleh perempuan dalam melahirkan, memelihara, dan mengembangkan peradaban manusia….
Perempuan

Peran Perempuan dalam Islam: Antara Tradisi dan Modernitas

Oleh: Najihus Salam Perempuan dalam Islam selalu menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan, baik dalam ranah akademik maupun sosial. Islam menempatkan perempuan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *