Oleh: Kokom
Setiap tanggal 22 Desember senantiasa diperingati sebagai Hari Ibu. Sangat layak sosok ibu diperingati oleh setiap orang, karena begitu besar jasanya. Hasil pendidikan ibu muncul orang-orang besar seperti pemimpin dunia, pemimpin negara, dan tokoh-tokoh besar lainnya. Seorang ibu sebagai pendidik pertama sejak kelahiran anak, maka setiap ucapan dan tindakannya akan ditiru oleh anak dan menjadi kebiasaan yang akan melekat selamanya.
Lukmanul hakim memberikan contoh yang benar dalam mendidik anak, yang diabadikan dalam al-Quran surat Lukman dari ayat 12 sampai ayat 19. Lukman mengajarkan akidah, akhlak, serta amar makruf nahi munkar sedini mungkin dalam keluarga. Hal ini perlu diteladani oleh setiap orang. Anak yang dibina dengan didikan Islami akan menjadi kader umat dan kader bangsa yang tangguh sehingga akan mewujudkan peradaban bangsa yang bermartabat.
Peranan Ibu dalam Pendidikan Anak
Perempuan tercipta sebagai sosok yang unik berbeda dengan laki-laki. Perempuan memiliki perasaan yang halus, lembut, dan penuh kasih sayang. Hal itu semua berfungsi untuk mengembangkan tugasnya sebagai seorang ibu yang bertugas mendidik anak sebagai penyambung generasi. Karena kebesaran jasanya itu, tidak salah ketika Nabi Muhammad saw. ditanya siapa yang yang harus dihormati, maka Rasul menjawab “ibumu”, “ibumu”, “ibumu”, kemudian “bapakmu”.
Allah dan rasul-Nya sangat menghargai seorang ibu. Beberapa peranan ibu yang harus selalu diingat jasanya oleh anak adalah bahwa ibulah yang mengandung selama 9 bulan, melahirkan, menyusui, menggendong dan menenangkan, merawat, melatih dan mengajarkan berjalan, mengajarkan berbicara, serta mendoakan anak siang dan malam.
Pepatah Arab mengatakn, “al-ummu madrosatul ula”, ibu adalah madrasah pertama atau guru pertama bagi anak-anaknya. Dari ibu anak mengenal semua hal baru dalam hidupnya. Sejak melihat pertama yang dilihat ibu, senyuman ibu, tatapan ibu, perkataan ibu, perbuatan ibu dan lain-lain.
Ada pula istilah Sunda, “uyah mah tara tees kaluhur”, artinya garam tidak akan menetes ke atas. Maksudnya adalah perilaku ibu tidak akan jauh dari perilaku seorang anak. Hal ini sangat dimungkinkan karena 24 jam kehidupan awal anak selalu bersama ibu. Oleh karena itu, sangat penting seorang ibu mempersiapkan diri, baik lahir maupun batin untuk mendidik anak.
Seorang ibu akan selalu ditiru dan diteladani oleh anak-anaknya. Keikhlasan seorang ibu akan terasa di batin anak. Kekuatan batin itulah yang akan terus melekat pada anak, sehingga apapun ucapan ibu akan dituruti oleh anak. Seandainya seorang ibu sudah menanamkan kebaikan sejak dini dengan persiapan yang matang, maka sama halnya persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.
Baca Juga: Tuntunan Rasulullah untuk Menyiapkan Generasi Masa Depan
Pengasuhan ibu tidak hanya pada masa-masa awal kehidupan dan masa anak-anak, tetapi terus berlanjut sampai masa remaja, dewasa, bahkan sampai anak berkeluarga. Teladan yang dicontohkan Nabi Ibrahim as. yang terus memberikan kasih sayang dan perhatian kepada Nabi Ismail yang sudah berkeluarga.
Pengasuhan dewasa ini berbeda dengan masa terdahulu saat teknologi tidak secanggih sekarang. Pendidikan ibu bersaing dengan gawai yang disenangi oleh setiap anak, apalagi menjelang remaja serta dewasa. Anak-anak setiap saat bersama gawai. Informasi apapun didapatkan dari gawai, anak dapat memilih apa yang dia suka dan tidak suka.
Tantangan seorang ibupun semakin besar. Ibu harus pandai tekhnologi agar tidak dapat “dibodohi” oleh anak. Ibu harus terus belajar meningkatkan kapasitas diri, belajar mendidik di era sekarang agar anak tetap dapat taat kepada orang tua dan agar ibu dapat nyambung komunikasi dengan anaknya.
Keteladan Lukman Al-Hakim
Lukmanul Hakim bukan nabi yang mendaptkan wahyu. Beliau adalah manusia biasa yang diberi kelebihan oleh Allah swt. berupa hikmah. Hikmah adalah ilmu yang bermanfaat dan amalan saleh. Hikmah bermakna ilmu yang benar dan pengetahuan akan berbagai hal. Orang bisa saja alim (memiliki banyak ilmu), namun belum tentu memiliki hikmah.
Lukman sebagai orang yang memiliki hikmah mengajarkan banyak hal kepada anaknya terkait kehidupan. Lukman mengajarkan anaknya untuk mengenal Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Lukman menyampaikan bahwa dalam hidup harus selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah. Lukman mengajarkan anaknya untuk selalu berbuat baik kepada orang tua. Lukman juga mengajak agar tidak berbuat sombong di muka bumi.
Selanjutnya, Lukman menyampaikan agar hidup harus selalu sederhana, tidak berlebih-lebihan. Pengajaran-pengajaran itu disampaikan dengan penuh kasih sayang dan bijaksana, sehingga setiap muslim perlu meneladani apa yang Lukman ajarkan kepada anaknya. Inti ajaran yang disampaikan Lukman tentu saja cara penyampaian disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat ini. Inti ajarannya sama, hanya metode serta cara penyampaian yang berbeda agar diterima dengan baik oleh anak-anak kita.
Pelajaran pertama yang diajarkan oleh Lukmanul Hakim kepada anaknya adalah tauhid. Ajaran tauhid adalah ajaran yang sangat mendasar yang perlu ditanamkan sedini mungkin. Cara efektif adalah memperdengarkan lantunan ayat-ayat suci al-Quran kepada anak yang masih dalam kandungan maupun gendongan.
Dengan penanaman akidah yang kuat, maka ketika melepas anak di masyarakat orang tua tidak terlalu khawatir karena sudah punya tali pengikat. Ibarat mainan ada remote control untuk mengendalikan dalam diri anak. Setelah di masyarakat, anak tidak dilepas begitu saja, namun tetap dikontrol dan diingatkan. Tugas lain yang tidak kalah pentingnya adalah mencari lingkungan yang baik.
Pelajaran selanjutnya adalah perintah untuk senantiasa berbuat baik kepada orang tua. Berbuat baik kepada orang tua diwajibkan karena begitu besarnya jasa orang tua. Dalam Q.S. Lukman: 14 Allah swt. berfirman (yang artinya), “kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tua. Ibunya mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada–Ku dan kepada kedua orang tuamu”.
Ridha Allah terletak pada ridha orang tua. Artinya, kalau orang tua tidak meridhai, maka Allah pun tidak akan meridhai. Sehingga kalau ada yang durhaka kepada orang tua, balasannya tidak menunggu nanti di akhirat, tetapi ditunjukan sejak di dunia.
Pelajaran yang tidak kalah pentingnya adalah ajaran untuk beramar makruf nahi mukar. Hal ini berkaitan dengan hubungan sosial, yakni bahwa hidup bersama di masyarakat harus senantiasa saling mengingatkan.
Ajarkan anak untuk peduli terhadap orang lain, tidak boleh egois, dan tidak boleh mau menang sendiri. Dalam kebersamaan, pertemanan senantiasa mengajak kepada kebaikan. Anak diajarkan memiliki prinsip sesuai ajaran Allah, tetapi tetap lentur dalam bergaul di masyarakat. Manusia sesuai kebiasaan, kalau kebiasaannya baik, maka akan bertemu dengan orang-orang baik. Sebaliknya, kalau buruk, maka akan bertemu dengan orang yang sejenis.
Karakter Islami Penyokong Masa Depan Bangsa
Ajaran-ajaran kebaikan yang sudah ditanamkan sedini mungkin kepada anak akan menjadi kebiasaan atau karakter yang melekat. Peribahasa mengatakan, “alah bisa karena biasa”. Artinya seseorang dapat melakukan sesuatu karena kebiasaan yang tidak dibuat-buat. Kebiasaaan Islami akan berimbas kepada seluruh aspek kehidupan, menjadi orang yang ihsan, yaitu selalu merasa ada dalam pantauan Allah swt.
Karakter Islami yang sudah melekat pada diri seseorang akan menciptakan manusia yang tangguh. Manusia yang tidak takut akan siapapun, kecuali Allah. Allah selalu hadir dalam dirinya, merasa selalu dijaga dan dilindungi. Ujian, cobaan, dan rintangan dihadapi dengan sabar, tabah, dan tawakkal.
Baca Juga: Parenting Menuju Generasi Wasaṭiyyah
Kepribadian tangguh sangat dibutuhkan untuk kader bangsa di kemudian hari. Permasalahan berkembang seiring berkembangnya kemajuan. Sulit diprediksi apa yang akan terjadi di masa depan. Hal-hal yang dahulu tidak mungkin ternyata dengan kemajuan tekhnologi menjadi mungkin.
Ibu yang cerdas harus membekali anaknya dengan ilmu yang sesuai dengan Zamannya. Peribahasa mengatakan, “berilah anak kail, jangan diberi ikan”. Maknanya, sekolahkan setinggi dan sesuai kemaun anak sebagai bekal mencari kehidupan. Jangan lupa kenalkan dengan kajian-kajian keagamaan yang mengatarkan anak menjadi anak yang pintar.
Masa depan yang gemilang akan mudah diraih apabila sudah ada kader-kader unggul yang militan. Kader unggul dan militan adalah cendikia muslim, yakni orang yang memiliki pengetahuan di bidangnya masing-masing dengan bimbingan ajaran agama.
Cita-cita negara untuk menjadi negara yang aman, damai, dan sejahtera sangat mungkin dapat terwujud. Hal itu tentu berawal dari pendidikan ibu sebagai madrasatul ula, ibu yang kuat, sehat, bahagia, dan salehah. Tidak salah dikatakan bahwa perempuan adalah tiang negara, sebab bila perempuan rusak maka rusaklah negara, tetapi bila perempaun baik maka baiklah negara.