Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah pada Rabu (8/9) mengadakan Pengajian Tarjih Muhammadiyah bertema “Wakaf Kontemporer: Wakaf Uang dan Wakaf Melalui Uang”. Pengajian yang dilakukan secara virtual ini menghadirkan Mukhlis Rahmanto selaku Sekertaris Divisi Kajian Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Dalam pembukaannya, Mukhlis mengatakan bahwa seluruh apa yang ada di alam semesta, termasuk harta yang kita miliki, merupakan titipan dari Allah. Oleh karenanya, sudah seharusnya harta itu kita atur dengan baik, mulai dari cara memperoleh, mengelola, dan membelanjakannya. Lebih lanjut, ia mengatakan, salah satu perintah Allah swt. dalam mengelola harta adalah dengan jalan wakaf.
Mukhlis menjelaskan, wakaf secara bahasa berasal dari kata waqafa-yaqifu-waqafan, yang berarti berhenti atau menahan. Sedangkan menurut istilah, wakaf adalah menahan pokok harta benda untuk disalurkan manfaat atau hasilnya.
Mukhlis menyebutkan ada dua manfaat yang dapat kita peroleh dari wakaf, yakni: pertama, mengalirkan pahala jariyah yang tiada akhir dan tanpa henti; kedua, wakaf merupakan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Terkait wakaf, Mukhlis mengatakan, sebagaimana dijelaskan dalam hadist (yang artinya), “apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh yang selalu mendoakannya” (HR. Muslim).
Baca Juga: Jejak Emas Filantropi Muhammadiyah-Aisyiyah
Begitu pula dijelaskan dalam al-Quran. Mukhlis merujuk ke QS. ali-Imran [3]: 92 (yang artinya), “kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu miliki. Dan apa pun yang kamu infakkan tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui”.
Mengenai pelaksanaan wakaf, Mukhlis menyebutkan unsur-unsur dalam berwakaf, di antaranya (a) adanya wakif, yaitu orang atau pihak yang mewakafkan; (b) nazhir, yaitu orang yang diamanahi untuk mengelola harta wakaf; (c) harta benda wakaf; (d) ikrar wakaf; (e) peruntukan harta benda wakaf; (f) jangka waktu wakaf.
Selanjutnya, Mukhlis menjelaskan perbedaan wakaf uang dan wakaf melalui uang. Wakaf uang (waqf an-nuqud) adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang miliknya dalam jangka waktu tertentu atau selamanya untuk dikelola secara produktif, kemudian hasilnya dimanfaatkan untuk keperluan ibadah, maupun kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Sementara wakaf melalui uang (waqf abra an-nuqud), kata Mukhlis, adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian uang miliknya yang digunakan langsung untuk mengadakan harta benda wakaf bergerak atau tidak bergerak untuk keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Ia mengambil contoh sebuah yayasan sedang mengumpulkan donasi untuk mendirikan bangunan, misalnya sekolah, kemudian wakif menyerahkan uang kepada nazhir, lalu setelah uangnya terkumpul didirikanlah bangunan. “Itu disebut wakaf melalui uang, karena yang diwakafkan sebenarnya adalah tanah atau bangunan,” jelas Muhklis.
Menurutnya, kalau wakaf uang, obyek wakafnya adalah uang. Sementara kalau wakaf melalui uang, obyek wakafnya bukan uang yang diserahkan, melainkan peruntukannya, yakni dijadikan harta benda seperti tanah atau bangunan.
Dalam kesempatan tanya jawab, Mukhlis menjelaskan bahwa salah satu syarat wakaf adalah kepemilikan penuh atau kekuasaan seutuhnya dari harta benda yang akan diwakafkan. Artinya, harta yang mau diwakafkan adalah seutuhnya milik wakif, bukan atas nama orang lain, atau belum resmi menjadi milik wakif. (rizka)