Oleh: M. Nurdin Zuhdi*
Kamis 19 Mei 2022 adalah tepat Milad ‘Aisyiyah yang ke-105. Bertempat di gedung Siti Bariyah Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Tasyakur Milad ke-105 ‘Aisyiyah sekaligus halal bihalal ini mengusung tema “Sukses Muktamar ke-48: Perempuan Mengusung Peradaban Utama”.
‘Aisyiyah resmi berdiri pada tanggal 19 Mei 1917 M/27 Rajab 1335 H di Kauman, Yogyakarta. Kini, usia ‘Aisyiyah telah menginjak lebih dari satu abad. Usia yang telah menunjukkan kematangan dan kemapanan sebuah organisasi. Sejarah telah mencatat, tidak banyak organisasi yang mampu bertahan lebih dari satu abad. Apa lagi organisasi yang dikelola oleh kaum perempuan. ‘Aisyiyah merupakan organisasi otonom bagi perempuan Muhammadiyah. Digagas oleh Nyai Siti Walidah bersama suaminya, Kiai Ahmad Dahlan, kini ‘Aisyiyah menjelma sebagai gerakan perempuan muslimah terbesar di Indonesia, dan bahkan dunia.
‘Aisyiyah bermula dari perkumpulan bernama Sopo Tresno, forum pengajian al-Quran dan baca tulis khusus untuk kaum perempuan yang dibina oleh Kiai Ahmad Dahlan sejak 1914 di Kauman, Yogyakarta. Perkumpulan Sopo Tresno inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya ‘Aisyiyah, gerakan perempuan muslimah berkemajuan. Sungguh, ada makna filosofis sangat mendalam yang dapat kita gali dari balik kata Sopo Tresno ini. Jika kita telisik, makna filosofis tersebut sangat dibutuhkan dan sangat kontekstual di era kekinian dimana saat ini persatuan dan kesatuan umat manusia di dunia tengah diuji.
Saat ini masyarakat dunia tengah diuji oleh wabah yang telah banyak menimbulkan korban jiwa. Kepedulian umat manusia di dunia saat ini juga tengah diuji dengan adanya konflik yang terus terjadi di beberapa belahan dunia, yang telah banyak merenggut nyawa-nyawa tidak berdosa, seperti konflik di Palestina dan perang Rusia-Ukraina. Dunia juga tengah diuji dengan munculnya berbagai macam tindak kekerasan yang mengatas namakan suku, ras hingga agama yang telah memecah belah persatuan umat manusia di dunia. Milad ‘Aisyiyah ke-105 tahun ini mengingatkan kembali kepada kita bahwa sudah saatnya masyarakat dunia merekat kembali persatuan, menebar kebaikan, dan membangun peradaban utama.
‘Aisyiyah Mendrobrak Tradisi
Berdirinya ‘Aisyiyah diawali dari pertemuan yang digelar di kediaman Kiai Ahmad Dahlan pada tahun 1917. Pertemuan ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting Muhammadiyah saat itu, diantaranya adalah Kiai Fachrodin, Kiai Mochtar, Ki Bagus Hadikusumo dan bersama enam perempuan, yaitu Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah, dan Siti Badilah. Pertemuan bersejarah ini kemudian memutuskan lahirnya organisasi perempuan Muhammadiyah bernama ‘Aisyiyah.
Nama ‘Aisyiyah diambil dari nama Siti ‘Aisyah, Istri Nabi Muhammad saw. yang dikenal cerdas dan tangkas. Siti ‘Aisyah dianggap sesuai dan mewakili nafas perjungan kaum perempuan. Siti ‘Aisyah merupakan representasi kaum perempuan yang handal dan mumpuni. Jika Muhammadiyah berarti pengikut Nabi Muhammad, maka ‘Aisyiyah berarti pengikut Siti ‘Aisyah. Kedunya (Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah) merupakan pasangan yang sangat serasi dalam berdakwah. Sebagaimana keserasian figur Nabi Muhammad saw. dan Siti ‘Aisyah dalam menyebarkan ajaran Islam. Keserasian tersebut bermakna bahwa ‘Aisyiyah akan berjuang berdampingan dan saling bahu-membahu bersama Muhammadiyah dalam berdakwah amar ma’ruf nahi munkar.
Baca Juga: Milad Ke-105: Noordjannah Djohantini Berharap Aisyiyah Istikamah menjadi Suluh Peradaban
Sopo Tresno sebagai embrio ‘Aisyiyah adalah perkumpulan kaum perempuan terdidik yang menginginkan perubahan untuk kemaslahatan Indonesia dan dunia. Sopo Tresno merupakan fakta sejarah paling nyata yang menegaskan bahwa betapa Kiai Dahlan sangat memperhatikan pendidikan bagi kaum perempuan. Karena pendidikan adalah nafasnya perubahan. Pendidikan adalah pasaknya pergerakan. Dan kaum perempuan adalah sosok yang tangguh serta multi talent yang ternyata terbukti mampu menghadirkan perubahan tersebut.
Milad ‘Aisyiyah yang ke-105 tahun ini, mengingatkan kembali pada kita bahwa semua manusia memiliki hak yang sama di mata dunia dan Tuhannya. Hadirnya ‘Aisyiyah telah menyadarkan masyarakat dunia bahwa dalam berkarya, perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama. Dalam berkarya, Tuhan tidak pernah mebeda-bedakan dan tidak pernah memandang jenis kelaminnya. Perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan dan martabat yang sama. Jika ada perbedaan, maka itu terletak pada drajat keimanan dan ketakwaannya.
‘Aisyiyah membuktikan bahwa perempuan juga bisa mandiri dan berkemajuan. ‘Aisyiyah menegaskan bahwa kaum perempuan juga memiliki peluang yang sama sebagaimana kaum laki-laki dalam membangun dan memajukan peradaban dunia. Hal inilah yang ditegaskan di dalam al-Quran bahwa “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. An-Nahl [16]: 97).
Perkumpulan Sopo Tresno telah mendobrak tradisi masyarakat yang telah terkonstruk kuat bahwa kaum perempuan pada saat itu dianggap tidak perlu menempuh pendidikan secara formal. Namun Kyai Dahlan dan Nyai Walidah sebaliknya, justru malah mendorong kaum perempuan untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya. ‘Aisyiyah menegaskan bahwa kaum perempuan jika diberikan kesempatan terbukti mampu tampil sangat baik dalam ranah publik. Namun demekian, saat ini representasi kaum perempuan dalam ranah publik masih belum maksimal. Sebuah riset membuktikan bahwa kaum perempuan masih tidak dianggap bagian yang penting dalam sejarah sosial (Irwan Abdullah, dalam Jurnal Studi Gender dan Anak, 2016: halaman 32). Sebab itu, ‘Aisyiyah hadir.
‘Aisyiyah Merekat Persatuan
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa Sopo Tresno adalah cikal bakal lahirnya ‘Aisyiyah. Sopo Tresno berasal dari Bahasa Jawa yang secara harfiah berarti “Siapa Cinta”. Siapa cinta yang dimaksud adalah siapa saja yang mencintai nilai-nilai Qur’ani: cinta pada kebaikan dan perbaikan, cinta pada nilai-nilai keadilan dan kesetaraan, cinta pada persatuan dan kesatuan, cinta pada perdamaian dan kedamaian, serta cinta pada nilai-nilai perikemanusiaan. Inilah pesan cinta ‘Aisyiyah untuk dunia. Sehingga dapat dipahami bahwa ‘Aisyiyah adalah gerakan perempuan muslimah yang mencintai dan mengedepankan perdamaian dan nilai-nilai kasih sayang. ‘Aisyiyah melawan dan mengutuk keras berbagai macam tindak kekerasan dalam bentuk apapun. Apa lagi kekerasan yang mengatasnamakan suku, ras atau agama sekalipun.
‘Aisyiyah dengan tresno-nya telah mengirim pesan kepada masyarakat dunia bahwa kehidupan ini hendaknya dipenuhi dengan cinta, bukan sebaliknya; kebencian dan cacian. ‘Aisyiyah dengan tresno-nya telah mengirimkan sinyal yang kuat bahwa masyarakat dunia harus menyelimuti dirinya dengan nilai-nilai kasih sayang antar sesama, bukan tindakan kekerasan yang menyakitkan, apa lagi sampai menyebabkan pertumpahan darah, sebagaimana perang yang telah terjadi di beberapa negara di Timur Tengah dan Eropa.
Baca Juga: Milad Ke-105: Haedar Nashir Jabarkan Delapan Identitas Gerakan Aisyiyah
Sebagai gerakan perempuan muslimah berkemajuan, ‘Aisyiyah telah bertekad kuat untuk terus merekat persatuan. ‘Aisyiyah tidak pernah membeda-bedakan suku, ras dan agama untuk bekerjasama dalam semua masalah muamalah duniawiyah. Hal tersebut terbukti bahwa ‘Aisyiyah tidak pernah menolak dan membeda-bedakan siswa atau mahasiswa non muslim dari manapun yang ingin mengenyam pendidikan di ‘Aisyiyah. Begitupun dengan kelompok-kelompok rentan dan marjinal seperti kelompok disabilitas. Semua dirangkul oleh ‘Aisyiyah dengan sangat baik. Hal tersebut terbukti dengan dikembangkannya Fikih Difabel oleh Muhammadiyah-‘Aisyiyah (baca: Munas Tarjih, 2020) .
Nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender benar-benar diperjuangkan dan ditegakkan oleh ‘Aisyiyah. Tidak ada diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Baik perempuan maupun laki-laki semua memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam berkarya. Jenis kelamin tidak menentukan prestasi, siapapun bisa berkontribusi. ‘Aisyiyah adalah contoh nyata dalam merekat persatuan bangsa untuk menuju perdamaian masyarakat dunia.
Mengusung Peradaban Utama
Di usianya yang ke-105 tahun, ‘Aisyiyah berkomitkan untuk terus memberikan solusi terhadap masalah-masalah negeri. Teologi Al-Ma’un menjadi dasar dakwah ‘Aisyiyah dalam mengusung peradaban utama. Teologi Al-Ma’un menegaskan bahwa, keshalihan individual seseorang tidak ada nilainya jika tidak diiringi dengan keshalihan sosial. Salah satu indikator kesalihan sosial adalah menumbuhkan sikap solidaritas dan empati pada sesama. Inilah nilai-nilai spiritual yang menjadi spirit ‘Aisyiyah dalam menebar kebaikan, yakni agama tidak hanya diterjemahkan dalam bentuk hubungan manusia dengan Tuhannya saja, namun juga hubungan manusia dengan manusia yang lainnya.
Selama 105 tahun ini, ‘Aisyiyah telah menunjukkan baktinya yang luar biasa untuk negeri. Dalam bidang pendidikan, bakti ‘Aisyiyah tidak diragukan lagi. ‘Aisyiyah memiliki lembaga pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga perguruang tinggi (PT). Bahkan, Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) telah berusia lebih dari 100 tahun. Jumlah TK ABA saat ini mencapai lebih dari 5.860 yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia. ‘Aisyiyah juga merupakan satu-satunya organisasi gerakan perempuan di dunia yang memiliki perguruan tinggi tingkat universitas. Saat ini Sekolah Tinggi ‘Aisyiyah yang telah beralih status menjadi Universitas ‘Aisyiyah sudah ada tiga, yaitu Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Universitas ‘Aisyiyah Surakarta dan Universitas ‘Aisyiyah Bandung. Segera menyusul universitas- universitas ‘Aisyiyah lainnya. Inilah bakti nyata ‘Aisyiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam bidang Kesehatan ‘Aisyiyah juga telah banyak melahirkan tenaga-tenaga medis, seperti bidan, perawat, tenaga laboratorium medis, fisioterapis, ahli gizi, radiologi dan lain-lainnya. ‘Aisyiyah juga telah memiliki Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Rumah Bersalin, Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak dan Balai Pengobatan yang jumlahnya lebih dari 300 yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia. Selama pandemi Covid-19 ‘Aisyiyah juga telah menerjunkan “pasukan” medisnya dalam garda terdepan. Relawan-relawan dalam penanganan Covid-19 juga telah banyak diterjunkan oleh ‘Aisyiyah. ‘Aisyiyah juga telah membentuk satgas Covid-19 yang bergerak hingga ke desa-desa. Bahkan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta telah menyediakan tempat untuk menyelenggarakan program Pesantren Covid-19. Pesantren Covid-19 adalah tempat khusus isolasi pasien positif Covid-19 tanpa gelaja. Pesantren Covid-19 dikemas selayaknya pesantren kilat, dimana pasien bukan hanya diobati dari segi medisnya saja, namun juga didampingi dari segi psiritualnya. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta bersama dengan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta juga telah menyelenggarakan vaksinasi Covid-19 yang dimulai sejak 27 Maret 2021.
‘Aisyiyah juga terjun langsung dalam memperhatikan kebutuhan kelompok rentan, seperti perempuan, anak, pemulung, pengemis, disabilitas dan kelompok-kelompok marjinal lainnya. Langkah-langkah yang dilakukan ‘Aisyiyah untuk kelompok-kelompok rentan ini adalah melaksanakan program-program pemberdayaan, pendampingan, pelatihan, bantuan dan santunan yang sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Saat ini ‘Aisyiyah memiliki sekitar 459 amal usaha yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial yang meliputi: Rumah Singgah Anak Jalanan, Panti Asuhan, Dana Santunan Sosial, Tim Rukhti Jenazah dan Posyandu.
Dalam bidang pemberdayaan ekonomi, ‘Aisyiyah telah melakukan beberapa program, antara lain pengembangan Bina Usaha Ekonomi Keluarga ‘Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Saat ini ‘Aisyiyah memiliki dan membina Badan Usaha Ekonomi yang sudah mencapai 1426 buah yang bergerak dalam bidang koperasi, pertanian, industri rumah tangga, pedagang dan lain-lainnya. Itulah bakti ‘Aisyiyah untuk negeri tercinta Indonesia. ‘Aisyiyah telah menunjukkan bahwa gerakan perempuan bisa menjadi tonggak kemajuan bangsa. Selama lebih dari satu abad ‘Aisyiyah telah hadir menjadi uswah hasanah untuk masyarakat dunia dalam mengusung peradaban utama. Selamat Milad ‘Aisyiyah yang ke-105 tahun. ‘Aisyiyah terus merekat persatuan dan menebar kebaikan seluas-luasnya.
*Doktor Studi Islam Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta