PerempuanWawasan

Perempuan Cerdas: Perempuan Pembawa Perubahan

pendidikan
pendidikan

ilustrasi: freepik

Oleh: Sri Haryati Putri*

Pada hakikatnya, memilih untuk menikah ataupun melanjutkan sekolah adalah sama baiknya. Menikah adalah perihal menyempurnakan separuh agama, kemudian yang tidak kalah penting adalah untuk menambah populasi umat di dunia. Sedangkan, sekolah bertujuan untuk menambah wawasan, mengubah cara pikir dan beretika yang baik, serta menjadi kawula muda unggul dalam mencerdaskan generasi bangsa.

Ya, perempuan menjadi bagian penting dalam pembangunan keberlanjutan generasi. Di mana mereka memiliki 3 (tiga) hal yang tidak bisa dilakukan oleh laki-laki: mengandung, melahirkan, dan menyusui. Lantas, kodrat inilah yang kemudian membuat posisi perempuan begitu istimewa, terutama di mata Sang Pencipta. Kendati disanjung dengan kedudukan yang terbaik, tidak serta merta realitas yang terjadi demikian.

Kiprah perempuan yang mengambil bagian dalam memajukan berbagai bidang kehidupan seakan tersembunyi di balik citra maskulin yang dimiliki oleh kaum lelaki. Sebut misalnya, peran perempuan dalam sejarah perjuangan kebangsaan. Fakta sejarah yang tertuang dalam narasi sejarah pergerakan bangsa, menampakkan dengan jelas, bahwasanya kaum lelaki yang paling banyak mendapatkan tempat dan dianggap paling berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Perempuan memang tidak serta merta mengangkat senjata untuk berperang, namun di balik itu semua perempuan membentuk cara kerja sendiri untuk memberikan andil dalam menumpas penjajahan di republik ini. Yakni, mereka ikut aktif dalam mengikuti aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan sosial dan politik. Misal, menjadi penyedia makanan bagi pemuda yang berperang, dan kemudian ikut bergabung pada sebuah organisasi tertentu. Media organisasi inilah yang memberikan tempat kepada perempuan untuk menyalurkan ide-ide kreatif supaya turut serta dalam memberikan sumbangsihnya kepada tanah air.

Sederet nama-nama inisiator perempuan ini barangkali tidak asing lagi, di antaranya ada di Pulau Jawa RA. Kartini dan Dewi Sartika, Laksamana Malahayati dari Aceh, Rohana Kudus dan Rahmah El Yunusiyah di Sumatera Barat, serta inisiator perempuan lainnya yang tersebar di seantero nusantara.

Jelas, perempuan yang turut berperan dalam perjuangan, dilatarbelakangi oleh pendidikan. Mereka adalah perempuan-perempuan yang sebelumnya dikaruniakan untuk mengenyam pendidikan. Dengan beberapa alasan, mereka diberikan keleluasaan untuk mengembangkan diri. Oleh sebab itu, dengan berpendidikan mereka mampu untuk berbuat lebih. Maka, tidak ada cerita untuk apa sekolah, jikalau nanti dapur, sumur, kasur menjadi rutinitas yang barangkali tidak membutuhkan aspek pendidikan.

Baca Juga: Era Digital dan Perempuan Berkemajuan

Agaknya, pilihan jalan hidup seorang perempuan seringkali mengundang pro-kontra. Memilih untuk menikah dini akan digunjing sana-sini, sedangkan memilih untuk sekolah sampai ke tingkat pascasarjana disebut-sebut akan terlambat menikah. Seringkali dijumpai banyak silang pendapat tentang paradigma ini. Kaum hawa menjadi santapan empuk apabila ditanya terkait pernikahan ataupun pendidikan. Perempuan berhak untuk menentukan pilihan dan memilih jalan hidup sesuai dengan mimpi yang ingin diwujudkan.

Bagi sebagian besar masyarakat yang  tinggal di daerah dan pinggiran kota, baik di Pulau Jawa maupun Sumatera, masih ada sisa-sisa zaman Siti Nurbaya dahulu. Betapa, tidak sulit menemukan seorang gadis yang sekiranya telah menamatkan pendidikan di tingkat sekolah menengah, atau bahkan belum, ia akan dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya. Tanpa ada pilihan dan penolakan, perempuan tersebut bersedia untuk diperistri oleh lelaki pilihan orang tuanya tersebut. Dalam kasus lain, tidak sedikit juga ditemukan anak gadis yang masih ingusan telah melakukan hal-hal di luar batas kewajaran. Terjadilah pernikahan awal waktu yang sebelumnya bukan tidak mungkin telah dikarunia janin seorang bayi.

Apabila ditarik benang kusut dari lembaran sejarah tentang mitos ataupun legenda dari etnis Minangkabau, yakni cerita paling mahsyur dan fenomenal di masanya, yaitu Siti Nurbaya dan Dt. Maringgih. Siti Nurbaya, sedikit yang tidak tahu bagaimana akhir dari kisah cinta Siti Nurbaya tersebut. Kasih yang tidak sampai pada Samsul Bahri akibat dijodohkan dengan seorang Datuak yang berkuasa pada saat itu yang bernama Dt. Maringgih. Yakni seorang Datuak yang pastinya dengan umur yang jauh lebih tua dan tidak ada cinta sedikit pun jua dari Siti Nurbaya.

Akhirnya, pihak yang paling menderita adalah kaum perempuan. Seorang perempuan tidak dibolehkan untuk menentukan pilihan hatinya sendiri. Seringkali kecantikan yang dimiliki oleh seorang perempuan dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan keinginan atau kekuasaan dari pihak-pihak tertentu.

Dalam pada itu, tidak sedikit perempuan yang menjadi korban rayuan gombal lelaki ingusan yang hanya bermodalkan puisi cinta. Seakan-akan seluruh dunia berhak tahu bahwa mereka diciptakan untuk selalu bersama dan tidak dapat dipisahkan oleh apapun jua. Agama Islam telah menegaskan bahwa melarang hubungan bukan mahram antara lelaki dengan perempuan, atau biasa disebut dengan berpacaran. Meskipun ada yang berdalih dengan melakukan ta’aruf sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama. Tentu hal ini dibolehkan, asal sesuai dengan syari’at dan ketentuan ajaran agama Islam.

Anehnya, orang tua yang menyebut diri mereka orang tua kekinian, seakan-akan membenarkan setiap tindakan atau perilaku anaknya dan bahkan berbangga hati ketika anak gadisnya berpacaran. Tidak jarang ditemukan fenomena yang tak terduga. Mulai dari depresi sampai bunuh diri. Semua ini diakibatkan oleh kehidupan yang jauh dari tuntunan beragama dan dikhilafkan dengan kesenangan duniawi. Umumnya, yang selalu menjadi korban adalah perempuan.

Baca Juga: Bolehkah Perempuan Safar Tanpa Mahram?

Teruntuk generasi Z, umumnya kaum milenial perempuan, jangan sia-siakan masa depan dengan berhura-hura dengan hal yang tidak berguna. Berusaha maksimal terhadap apa yang dijalani saat ini, baik itu dalam menempuh pendidikan ataupun menjalani hari-hari menjadi seorang istri dan ibu. Selalu bersyukur dengan keadaan apapun yang dijalani saat ini. Betapa banyak di luar sana perempuan yang kurang beruntung ingin memiliki penghidupan sama seperti apa yang kamu jalani saat ini. Satu hal yang penting, jangan nomor duakan pendidikan. Tuntutlah ilmu di mana pun dan dengan siapa pun.

Seyogyanya, perempuan berpendidikan, bukan berarti ingin terlihat tinggi dari pihak lelaki. Melainkan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, cakrawala berpikir akan semakin berkembang dan mengubah mindset, bahwa perempuan hanya cakap dalam bidang dapur, sumur dan kasur. Entah memilih akan berkarir ataupun menjadi ibu rumah tangga, perempuan wajib memiliki background pendidikan yang baik, karena madrasah pertama bagi seorang anak adalah ibunya sendiri.

Pendidikan tidak mesti selalu didapatkan dengan menempuh jenjang sekolah ataupun perkuliahan tertentu. Tetapi, dengan belajar dari pengalaman, alam dan lingkungan, semuanya akan menjadi guru penghidupan yang abadi. Jelas, hal ini tertuang dalam pitaruah Minangkabau yang begitu esensial “alam takambang jadi guru”. Pada akhirnya, hanya orang yang mau belajar dan berusaha merubah diri menjadi lebih baik, yang akan menikmati penghidupan singkat dunia ini. Oleh karena itu, teruntuk para ibu ataupun yang akan menjadi ibu, jadilah seorang ibu yang cerdas, rawatlah putra-putrimu dengan hati yang tulus dan ikhlas. Sekiranya, apabila hal ini telah terjadi, setiap generasi akan menciptakan generasi penerus yang cerdas. Begitupun seterusnya dan seterusnya.

* Researcher/Direktur Eksekutif JC Institute

Related posts
Perempuan

Mengapa Istrimu Berjilbab?

Oleh: Ahsan Jamet Hamidi* Saya pernah bekerja di sebuah lembaga yang tidak terafiliasi dengan agama tertentu. Suatu hari, supervisor saya yang kebetulan…
PerempuanSains dan Tekno

Perempuan dan Energi Terbarukan (ETB)

Energi menjadi kebutuhan hidup siapapun. Negara bertanggungjawab memenuhi dan mengatur kebutuhan energi bagi seluruh warga negara tanpa kecuali. Kebutuhan energi masyarakat digunakan…
Berita

Gelar Audiensi dengan PRM Situsari, Uhamka Siap Kontribusi Kemajuan Pada Bidang Pendidikan

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) menyambut hangat kedatangan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Situsari dalam rangka Audiensi yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *