Oleh: Tri Hastuti Nur R
Secara normatif perkembangan teknologi ditujukan untuk mempermudah kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Industrialisasi, penemuan mesin, dan inovasi teknologi –termasuk inovasi dalam teknologi komunikasi– telah membawa berbagai perubahan secara revolusioner dalam kehidupan manusia. Dalam sejarah Islam pun, sejak abad ke-13, telah dikenal banyak tokoh ilmu pengetahuan dan teknologi, di antaranya Ibnu Firnas, konseptor pesawat terbang dan Khawarizmi, ahli matematika.
Beberapa inovasi teknologi yang membawa kemajuan pada manusia antara lain transportasi yang telah memperpendek jarak dan waktu perjalanan; kemajuan dalam bidang kedokteran dan farmasi telah mencegah banyak kematian dan penyembuhan berbagai macam penyakit; berbagai inovasi dalam bidang pertanian telah menghasilkan beragam varietas tanaman dan mempermudah kerja-kerja di sektor pertanian.
Sementara itu, perkembangan teknologi komunikasi saat ini telah membuka peluang yang sangat besar dalam berbagai lapangan kerja baru, tumbuhnya e-commerce, beragam transaksi elektronik, dan mempercepat manusia dalam berkomunikasi. Dunia menjadi semakin sempit dan dekat. Namun, di balik sederetan manfaat dan dampak positif dari berbagai inovasi teknologi untuk peningkatan kesejahteraan manusia, ada satu pertanyaan yang perlu kita refleksikan bersama, yaitu apakah semua kelompok dalam masyarakat sudah dapat menikmatinya?
Bagaimanapun, teknologi tidak bebas nilai. Teknologi seringkali gender blind. Sedikit kita tengok ke sejarah perkembangan teknologi pertanian. Revolusi hijau pada tahun 70-an dengan industrialisasi pertanian telah menggeser peran-peran perempuan dalam sektor pertanian. Perempuan tersingkir dari sektor pertanian secara perlahan-lahan. Bahkan, temuan pupuk kimia telah menjadi racun bagi kerja-kerja reproduksi perempuan.
Demikian halnya kemajuan teknologi dalam bidang perikanan ternyata juga belum dapat dirasakan manfaatnya oleh perempuan. Dalam bidang kesehatan, meskipun telah ditemukan banyak alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan, tetapi sebagian besar mengandung
hormon dan diperuntukkan bagi perempuan karena peran-peran reproduksi semata-mata dibebankan kepada perempuan; meskipun telah ditemukan teknologi AVM (manual vacuum aspiration) sebagai salah satu temuan di dunia kedokteran untuk menggantikan curettage (kuret) yang dinilai lebih menyakitkan.
Masih tertinggalnya akses perempuan dalam teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan kesenjangan (gap) dalam tingkat kesejahteraan perempuan. Hal ini merupakan salah satu PR dari ketidaktercapaian tujuan MDGs yang harus dicapai dalam SDGs. Ketertinggalan perempuan dalam penguasaan teknologi berdampak pada hilangnya akses perempuan pada pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan teknologi pada era 4.0 menuju 5.0 saat ini.
Bergesernya pasar dari pasar tradisional (bertemunya antara pembeli dan penjual) ke pasar virtual, berdampak pada ketertinggalan perempuan dalam meningkatkan pendapatan ekonominya karena ketidakmampuan dalam mengakses teknologi informasi. Dalam hal ini, termasuk kartu pekerja yang semua langkah dilakukan secara online, ternyata banyak perempuan tidak dapat mengakses, di samping kemampuan untuk penguasaan teknologi juga tidak didukung oleh ketersediaan akses teknologi yang memadai.
Jika perempuan tidak mendapat manfaat dari kemajuan teknologi, maka peradaban dunia ini berhutang pada perempuan. Oleh karena itu, menjadi signifikan bahwa setiap kemajuan teknologi harus memikirkan kemanfaatan untuk kesejahteraan semua, laki-laki dan perempuan, bahkan kelompok-kelompok marginal. Teknologi bukan dunia laki-laki, perempuan juga harus berbondong-bondong untuk menguasai sains dan teknologi demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, tanpa kecuali.