
perempuan
Oleh: Shofiyah
Catatan-catatan dari RA. Kartini turut berperan dalam mendorong perubahan mindset masyarakat bahwa peran laki-laki dan perempuan adalah sama. Kesamaan inilah menunjukkan eksistensi kaum perempuan di tengah-tengah laki-laki yang notabene dulu mempunyai stigma bahwa perempuan harus selalu di bawah daripada kaum laki-laki.
Semua hal yang dilakukan laki-laki adalah sama dengan pengandaian jika perempuan bisa melakukannya juga. Hanya ada 3 hal yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, artinya hal ini hanya ada para pihak perempuan, sedangkan laki-laki tidak, yakni: menstruasi, melahirkan, dan menyusui.
Sebagai seorang perempuan dan laki-laki, tentu tendensi terhadap pendidikan dan pekerjaan adalah sama. Bukan justru seorang perempuan dilarang untuk berpendidikan tinggi, sementara laki-laki bebas meraihnya setinggi mungkin.
Jika kita flash back lagi pada zaman Rasul, beliau senantiasa mengajari Ibunda Aisyah perihal Islam, sehingga sepeninggal beliau, Ibunda Aisyah menjadi orang kedua yang seringkali ditanyakan tentang hukum Islam oleh kaum ketika itu. Hal ini menandakan bahwa seorang perempuan adalah ibu bagi kebutuhan akan pengetahuan si anak.
Seorang ibu haruslah berpendidikan tinggi, sebab dari rahimnyalah kelak akan diamanahkan pemimpin negeri atau orang-orang sukses lainnya. Bukan mengenyampingkan kaum laki-laki karena tidak memiliki peran yang begitu sakral.
Akan tetapi, pentingnya pendidikan bagi seorang perempuan adalah alasan terbesar bagi suatu peradaban untuk tetap berada di jalur yang terdepan. Dari Ibulah, sebuah huruf dapat diejakan menjadi sambungan kata, hingga membentuk kalimat. Sebab hanya dari Ibulah yang mampu berlama-lama berdekatan dengan sang anak meskipun serumit apa pun sesuatu yang direngekkan oleh sang anak, pasti dipenuhinya.
Oleh sebab itu, dilarangnya seorang perempuan berpendidikan artinya melarang anaknya nanti terlahir sebagai anak yang diasah untuk pandai, sehingga PR besar bagaimana kelanjutan kepemimpinan di suatu negeri tersebut?
Baca Juga: Benarkah Perempuan Tercipta dari Tulang Rusuk Laki-laki?
Fitrahnya perempuan adalah suka berbicara sehingga dengan kecintaannya terhadap bicara menjadikan hal positif ketika mengajarkan sesuatu pada anaknya. Ia tak pernah keberatan untuk mengulang sesuatu yang diajarkan kepada anaknya. Ketelatenan yang melekat pada diri perempuan mendorong ia lebih cekatan ketika mengurus anak. Sementara seorang laki-laki cenderung kaku dalam mendidik sehingga tingkat ketelatenannya cenderung lebih rendah daripada perempuan.
Selain itu, jikalau mengharuskan seorang perempuan bekerja sebab alasan yang dapat diterima, misalnya sejak ia lulus dari kuliahnya, ia terbiasa membantu perekonomian keluarganya, maka boleh jadi hal itu tetap dilakukan ketika telah menikah. Namun, jika suami tidak berkenan dengan alasan bahwa ia sendiri yang akan menanggung semua keperluan istri dan keluarga, maka berikan saja kepadanya. Atau alasan yang krusial lainnya, yakni seorang istri sudah menjadi tanggungan suami dan keluarga pihak istri telah merelakan bahwa anaknya tidak perlu membantu keluarganya lagi. Nah, hal tersebut bisa saja terjadi. Perempuan bisa meninggalkan pekerjaannya. Kembali lagi kepada kesepakatan awal yang dilakukan di antara kedua belah pihak.
Jikalau ada yang bertanya, “Untuk apa kuliah tinggi-tinggi, sedangkan ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga?!”
Tentu pertanyaan ini membuat pekak di telinga. Namun, jangan risau dan jangan diambil pusing. Kehidupan adalah jalan masing-masing dan rumah tangga dijalankan oleh dua insan yang saling berteman dalam kehidupannya. Artinya, hiraukan saja ucapan orang lain sebab mereka tak akan membantu sedikit pun polemik yang dihadapi oleh kita. Justru pendidikan itulah yang menjadi penting. Ijazahnya tetap disimpan dan ilmunya dipakai untuk dunia anak. Jika diri ini mengikuti ucapan mereka yang tidak berlandaskan kebenaran, maka nanti kita sendirilah yang akan merasakan kerugiannya.
“Anak yang lahir dari seorang ibu akan mewariskan beberapa sifat dan sikap yang menjadi kebiasaan ibu tersebut, di antaranya yaitu: kecerdasan, ingatan hal yang menyenangkan atau membuat trauma, rambut, penggunaan tangan yang dominan, kebiasaan makan, keaktivan berbicara, kemampuan bermusik, gaya/pola tidur, dan buta warna,” (Khairifah, 2020). Poin pertama menurut pendapat ini ialah kecerdasan yang diturunkan seorang ibu kepada anak menjadikan momentum bahwa ibu haruslah cerdas secara lahir dan batin. Ketegasannya dalam mengolah informasi yang diperoleh dan menyalurkannya kepada buah hati akan menentukan bagaimana sang anak berkembang.
Adapun upaya untuk memajukan citra perempuan di mata dunia untuk menyongsong peradaban yang Rabbani dan Qurani ialah: (a) memberikan kesempatan belajar yang sama dengan kaum laki-laki; (b) pendidikan umum dan agama sudah sepatutnya menjadi saling dipahami pentingnya, serta tidak condong antara keduanya; (c) menanamkan kecintaan terhadap al-Quran dengan cara mengaitkan kehidupan dengan inti yang termaktub dalam al-Quran; (d) sering-seringlah berkomunikasi tanpa harus menjatuhkan satu di antara lainnya; dan (e) tidak membebankan pihak perempuan dengan semua jenis urusan di rumah tangga, tetapi pihak laki-laki juga sepatutnya mengambil peran. Sebab, jika seorang laki-laki paham terhadap tugas sebagai kepala keluarga, ia akan tahu bahwa tugas memasak d an segala jenis urusan rumah tangga adalah urusan laki-laki dan perempuan bertugas hanya membantunya. Bukan sebaliknya, semua tugas dibebankan kepada kaum perempuan.
Sementara, perempuan yang non-Muslim, juga bisa menyelaraskan tips di atas sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Perempuan dan anak yang tangguh akan muncul sebagai hubungan sebab akibat dari adanya kebiasaan untuk menghormati kaum perempuan. Maksudnya, jangan biarkan kaum perempuan tertindas ataupun terbelakang, sehingga ia mampu survive untuk mengembangkan skill yang dimiliki. Selanjutnya, kemampuan yang ia miliki, kelak akan dialirkan pada sang buah hati untuk dimengerti. Jika sang anak menjadi anak yang terdidik secara akhlak dan juga kecerdasan di bidang umunya, maka dapat dipastikan ia akan tumbuh dan berkembang sesuai yang dibutuhkan pada peradaban tersebut.