Perempuan

Perempuan Menyemai Toleransi

Oleh: Dede Dwi Kurniasih

Pasca-Muktamar 2016, Nasyiatul Aisyiyah mencanangkan branding Keluarga Muda Tangguh Nasyiatul Aisyiyah (KMTNA) yang terdiri atas sepuluh pilar. Jenama ini kemudian dipahami sebagai nilai yang menaungi seluruh program NA sepanjang satu periode. Salah satu pilar penting dan meneguhkan peran NA sebagai agen perdamaian adalah nilai nirkekerasan. NA memerinci nilai ini antara lain dengan membangun kesadaran akan keberagaman dan mengembangkan semangat toleransi. NA menyadari bahwa perempuan dan toleransi itu berhubungan erat.

Kesadaran itu tidak lepas dari pengalaman Nasyiah mendampingi kaum perempuan yang dalam banyak kasus menjadi pihak yang terdiskriminasi. Oleh karena itu, perempuan harus belajar tentang toleransi, tentang menghargai supaya setiap perempuan juga bisa memperjuangkan haknya. Hal ini dilakukan agar perempuan yang sudah toleran bisa mengajarkan toleransi itu di tengah keluarganya.

Tercatat pada 2019 terjadi 215 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia. Korban perempuan dan difabel menjadi catatan khusus menurut Wahid Foundation. Kekerasan yang menimpa perempuan karena konflik berbasis keyakinan di antaranya terjadi melalui ancaman perkosaan, stigma, hingga pemaksaan perceraian.

Menurut Komnas Perempuan tahun 2018, kasus intoleransi berdampak panjang bagi perempuan. Sebagian di antaranya ialah kehilangan rasa aman, pekerjaan, dan ketakutan gagal melindungi anak-anak. Kasus dan dampak kekerasan semacam ini pula yang ditemui oleh NA dalam beberapa pendampingan terhadap perempuan yang mengalami kasus kekerasan.

Pengalaman NA mendampingi keluarga korban terduga teroris di Klaten misalnya, menunjukkan bahwa proses penangkapan yang dilakukan dengan kekerasan akhirnya berakibat secara psikologis tidak hanya kepada perempuan sebagai istri, tetapi juga pada anak di bawah umur kala itu. Temuan ini akhirnya mendorong cerita perubahan dalam pendampingan NA yang tidak hanya mengusung nilai toleransi, tetapi juga berbasis keluarga, seperti ciri khas NA selama ini.

Berangkat dari cerita perubahan itu, NA kemudian mengangkat toleransi sebagai salah satu benang merah yang tidak hanya menyelesaikan isu keagamaan secara spesifik, tetapi lebih luas lagi. Misalnya adalah upaya untuk mengatasi persoalan stunting melalui Program Eco Bhinneka dengan satu platform: Sedulur Sepiring. Gerakan ini berjalan di Surakarta.

Salah satu bentuk gerakan itu adalah aksi nyata penyediaan makanan bergizi di Joyotakan yang disebut sebagai Cantelan Berkah Joyotakan yang dapat diakses oleh seluruh warga Joyotakan sebagai upaya pemenuhan gizi seimbang. Sederek Muda Eco Bhinneka, wadah gerakan lintas agama untuk kalangan muda, juga terus bergerak. Lewat komunitas ini para anggota belajar tentang keberagaman beragama dan bagaimana dapat bekerja sama satu sama lain.

Baca Juga: Buktikan Peduli Lingkungan, PWNA Jawa Tengah Gagas IBU JAGA BUMI

Melalui program Eco Bhinneka, NA menyadari bahwa dalam kenyataannya perempuan lebih banyak diberi tanggung jawab domestik. Perempuan punya peran sentral dalam pendidikan anak dan keluarga. Sementara itu, disadari pula oleh NA bahwa Indonesia adalah masyarakat yang beragam dan penuh dinamika dalam interaksi sosialnya. Oleh karena itu, kegiatan Eco Bhinneka dikembangkan secara inovatif sedemikian rupa sehingga nilai-nilai toleransi dapat terinternalisasi pada para perempuan yang terlibat dalam gerakan ini. Selanjutnya, mereka dapat menjadi agen perdamaian di dalam kehidupan sehari-hari, terutama di lingkungan keluarga tempat mereka berperan besar.

Dalam modul Eco Bhinneka, kunjungan ke rumah ibadah menjadi program paling awal untuk saling mengenal lebih jauh dengan liyan (pihak lain). Hal ini sekaligus mematahkan stigma yang biasanya ada dalam agama yang dipraktikkan secara kurang luas, bahwa perempuan adalah sekadar sebagai kanca wingking, teman di lingkup belakang meskipun ada fakta bahwa di banyak komunitas, perempuanlah yang bergerak. Berkunjung ke rumah ibadah agama lain banyak mendatangkan pengalaman, juga pemahaman baru dan istimewa. Melihat simbol-simbol keagamaan, juga ritual keagamaan yang berbeda dari yang kita yakini dan praktikkan, menyingkap wawasan tersendiri.

Selain itu, pengalaman berinteraksi secara intensif dan dekat juga lebih menimbulkan empati. Salah satu anggota Sederek Muda, misalnya, mengaku bahwa ketika kecil dirinya pernah mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari teman-teman yang berbeda agama, pernah dikucilkan dalam permainan sehingga ia tidak ingin hal itu terjadi pada orang lain. Pengakuan langsung dan terbuka seperti itu lebih mudah menggugah rasa empati antarpemeluk agama yang berbeda.

Beberapa penggerak Eco Bhinneka adalah orang-orang yang juga sempat mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan ketika mereka berkegiatan keagamaan. Tergabungnya berbagai pemeluk agama dalam gerakan Eco Bhinneka mempunyai efek yang besar untuk menghidupkan semangat toleransi. Dari sini mereka menyadari bahwa fanatisme sempit akan mempersulit gerakan.

Dari pengalaman pergerakan tersebut, NA melihat bahwa intoleransi pada saat ini masih sering terjadi. Ini tampak pada ketidakmampuan satu pemeluk agama untuk menerima ekspresi-ekspresi peribadahan dari orang-orang yang beragama lain. Akibatnya, masih ada kasus-kasus penutupan tempat ibadah, pelarangan ibadah di rumah-rumah tinggal. Bagi Nasyiatul Aisyiyah, hal ini merupakan masalah besar sebab setiap kita mempunyai hak untuk memeluk agama, beribadah, dan mengamalkan ajaran agama yang kita yakini masingmasing. NA menyadari intoleransi semacam itu masih ada. Penting bagi kita untuk terus-menerus memperjuangkan toleransi beragama.

Selain Eco Bhinneka, Nasyiatul Aisyiyah menyiapkan kurikulum parenting berbasis masyarakat yang memuat nilai-nilai toleransi untuk dipublikasikan sehingga tersebar luas ke seluruh Indonesia hingga ke ranting-ranting NA. Semangat ini juga telah disemai pada Tanwir pada tanggal 12-14 Januari 2023 di kota keberagaman, yakni Pontianak yang terdiri dari suku Melayu 34,50%, Tionghoa 18,81%, Bugis 7,92%, Jawa 13,84%, Madura 11,96%, dan lain-lain 12,98%. Selain melakukan dialog konsolidasi dan koordinasi, melalui Tanwir, NA berupaya terus membumikan toleransi dan meneguhkan perempuan dalam spirit Islam Wasyathiyah yang menerima perbedaan sebagai kewajaran sehingga kita saling mengenal seperti disebutkan dalam Q.s. al-Hujurat (49):13.

*PPNA

Related posts
Perempuan

Peran Perempuan dalam Islam: Antara Tradisi dan Modernitas

Oleh: Najihus Salam Perempuan dalam Islam selalu menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan, baik dalam ranah akademik maupun sosial. Islam menempatkan perempuan…
Berita

PP Nasyiatul Aisyiyah Rayakan Puncak Milad Ke-95 bersama Warga Binaan Lapas

Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Ada suasana berbeda dalam perayaan puncak Milad Nasyiatul ‘Aisyiyah ke-95. Pada tahun 2023 ini, Pimpinan Pusat Nasyiatul ‘Aisyiyah…
Perempuan

Peran Perempuan dalam Mendukung Keberhasilan Puasa Keluarga

Oleh: Zubaida Rohmawati* Puasa adalah salah satu ibadah yang dilakukan oleh umat muslim di seluruh dunia. Selain sebagai bentuk ibadah, puasa juga…

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *