Tulisan ini disusun oleh salah seorang perempuan berkemajuan dari Desa Dadapan yang mendapat penghargaan Juara II “Perempuan Inspiratif dalam Pembangunan” dari Badan Kerja Sama Organisasi Wanita Provinsi Jawa Timur.
Berawal dari lahan kosong dan tidak terawat, serta berbekal dana patungan sebesar Rp900 ribu, rumah pembibitan “Sapa Tresna” Desa Dadapan, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur kini memiliki omset senilai Rp28 juta. Sebuah pencapaian yang sangat gemilang. Bukan saja dari segi nominal, tapi juga dampaknya pada peningkatan perekonomian keluarga para perempuan di desa tersebut.
***
Oleh: Siti Mukholifah*
Kesuksesan bisa diraih dengan segala upaya. Meski begitu, terkadang tidak sedikit yang memandang sebelah mata tentang proses menuju kesuksesan itu. Barangkali itu pula yang saya alami.
Terketuk hati untuk meniti impian menjadi perempuan yang dirindukan, dikenang, dan memberi manfaat untuk orang lain dalam berbagai ruang, maka dari sinilah saya ingin berbagi kisah. Sebuah pengalaman yang mudah-mudahan bisa memberi inspirasi dalam menyongsong mentari yang gemilang.
Teruntuk para perempuan hebat, mandiri, dan berdaya di manapun berada, kita tahu bahwa mencapai kesuksesan tentu tidak instan. Butuh waktu bahkan penuh perjuangan. Menghargai setiap proses, sabar, dan pantang menyerah menjadi kunci untuk bisa mengukir sebuah keberhasilan. Karenanya, tak perlu berkecil hati. Kesuksesan akan menghampiri setiap kita yang pantang menyerah. Tetap bersemangat demi menciptakan perempuan Indonesia yang maju, kreatif, dan berwibawa.
Perkenalkan, saya Siti Mukholifah. Biasa dipanggil Bu Lifah. Orang-orang mengenal saya sebagai penggerak perempan berdaya dari Balai Sakinah ‘Aisyiyah “Sapa Tresna” Desa Dadapan, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Perjalanan panjang penuh liku dan rintangan menjadi cambuk bagi kami dalam berjuang. Yakni, bergerak membangun dan memperbaiki ekonomi keluarga. Sebab, menata dan menciptakan kesejahteraan keluarga menjadi hal utama dan mendasar dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk itu dibutuhkan gerak dan uluran tangan-tangan kreatif untuk merealisasikan mimpi itu. Bahkan menjadi tantangan tersendiri ketika itu terjadi di masa pandemi Covid-19 yang sempat melanda beberapa waktu lalu. Bersama para pejuang perempuan hebat yang tergabung dalam wadah Balai Sakinah ‘Aisyiyah (BSA) “Sapa Tresna” dan Kelompok Wanita Tani (KWT) yang kami rintis, inilah kisah perjalanan panjang kami.
Mendengar nama Desa Dadapan pastilah ingat cerita “Mbok Rondo Dadapan” yang legendaris. Sebuah kisah dari desa yang asri nan subur. Mayoritas rakyatnya bekerja sebagai petani. Dan dari inspirasi petani itulah yang menjadi titik balik kami untuk memulai semuanya.
Baca Juga: Bermula Dari Kebun Gizi, Jadilah Kelompok Tani
Ibu-ibu ‘Aisyiyah bersama para kader perempuan Desa Dadapan dan sekitarnya bergerak mengelola lahan kosong di desa tersebut. Mengubah lahan yang tak terawat menjadi produktif yang bisa dimanfaatkan dan menjadi daya tarik tersendiri. Menjadi lahan yang menghasilkan dan bisa dinikmati serta dirasakan manfaatnya oleh semua lapisan masyarakat.
Alkisah, terdapat sebidang tanah berukuran 13×50 m2. Sebuah lahan pekarangan yang berlokasi di sebelah utara Masjid Ibnu Abbas Muhammadiyah Dadapan. Lahan itu mulanya dikelola oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM). Lantaran hama tikus yang meresahkan, tanaman pun gagal panen. Lahan luas itu awalnya ditanami jagung namun langsung ludes tak tersisa hasil panennya karena hama tikus. Membuat masyarakat merasa putus asa untuk menanam.
Dari kegagalan itu, lahan pun menjadi tak terpelihara, kosong, dan ditumbuhi rumput liar. Nyaris tak terawat. Melihat hamparan tanah luas yang hanya ditumbuhi rumput liar, praktis membuat pemandangan menjadi terganggu. Bukan hanya saya, pun saya yakin orang lain yang melintas pasti merasakan hal yang sama.
Saya menjadi tergerak untuk memanfaatkan lahan tersebut. Menata dan mengelolanya sedemikian rupa menjadi hal yang bermanfaat. Dan ide yang terlintas adalah menjadikan lahan tersebut sebagai sebuah Kebun Gizi. Saya bersama ibu-ibu pengurus ‘Aisyiyah memohon kepada PRM untuk bisa mengelola dan merawat lahan pekarangan itu. Alhamdulillah permohonan kami dikabulkan.
Pada 17 Maret 2018, kami mulai bergerak untuk mengolah lahan. Tentu semua butuh modal. Dan modal awal yang kami terima berasal dari pimpinan ranting. Ada pula modal dari para anggota yang membayar iuran semampunya dan seikhlasnya. Semangat para anggota cukup luar biasa. Sehingga, dana yang terkumpul mencapai Rp900 ribu. Rasa haru dan bangga sangat kami rasakan. Dengan modal itu kami mulai mengolah lahan pekarangan tersebut.
Sebagai awal yang menggembirakan, kami menanami lahan tersebut dengan berbagai tanaman sayuran organik. Mulai dari tomat, kacang panjang, timun, cabe, sawi, pepaya, dan berbagai tanaman obat keluarga (toga). Usaha dan kerja keras memang tidak mengkhianati hasil. Kegigihan para perempuan hebat itu pun berbuah manis. Lahan yang semula hamparan rumput berubah menjadi kawasan yang menakjubkan dengan hasil panen yang melimpah. Hasil panen pun bisa dinikmati oleh semua anggota.
Kami bagikan pula ke masyarakat sekitar khususnya kepada para ibu hamil dan ibu balita. Hal itu bukan tanpa alasan. Tentu, yang utama adalah dalam rangka menjaga dan mengurangi angka stunting. Kami berharap para ibu sehat, anak pun sehat. Tak lupa kami bagikan pula kepada para dhuafa. Sebagian hasil panen juga kami jual. Hasil penjualan tersebut bisa untuk menambah kas organisasi sebagai modal pengembagan. Alhamdulillah lahan tersebut masih kami kelola sampai sekarang.
Seiring perjalanan yang kami lakukan, kami mendapat amanat dari Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Lamongan untuk memperluas gerakan dengan mendirikan Rumah Pembibitan dengan support anggaran dana Rp8 juta. Selebihnya dari kas Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (PRA) Dadapan. Bismillah, kami melangkah dengan pasti tepat di tengah masa pandemi Covid-19.
Tepatnya pada 18 Juli 2020, Rumah Pembibitan berdiri. Rumah pembibitan tersebut kami bangun di atas lahan pekarangan milik Pengurus PRA Dadapan. Lokasi Rumah Bibit tersebut tidak jauh dari Kebun Gizi. Rumah Pembibitan tersebut berbentuk green house berukuran 6×8 m2.
Berbekal semangat dan berharap menuju kesuksesan, kami pun bergerak dan merintis usaha pembibitan. Kami menanam sayuran organik. Kami juga menyosialisasikan usaha pembibitan tersebut kepada masyarakat Dadapan dan warga daerah sekitar. Sebab, mayoritas masyarakat Desa Dadapan adalah petani dan pekebun. Kami berpikir bahwa rintisan usaha rumah pembibitan itu sangat tepat karena belum ada di desa kami.
Nah, agar usaha yang kami rintis ini dikenal masyarakat luas, kami pun mempromosikannya melalui media sosial. Terbersit pula dalam pikiran kami untuk mengadakan acara launching Rumah Pembibitan “Sapa Tresna”. Alhamdulillah niat baik akhirnya terlaksana. Acara launching Rumah Pembibitan oleh Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Timur bersama Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Lamongan dan Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA) Solokuro itu dihadiri oleh bapak camat, kepala desa, tokoh masyarakat, pengurus PKK, dan Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah se-Solokuro. Acara tersebut berlangsung pada Ahad 27 September 2020.
Rasa bangga atas ucapan dan support dari semua pihak menjadi motivasi kami untuk semakin semangat dalam bergerak maju. Ada nilai positif yang sangat signifikan setelah launching diadakan. Rumah pembibitan menjadi semakin dikenal dan ramai oleh pembeli dan pemesan bibit.
Baca Juga: Mendorong Ekofeminisme Lebih Maju dalam Gerakan Aisyiyah
Tujuan kami mendirikan usaha rumah bibit adalah memenuhi kebutuhan bibit dan memberikan pelayanan yang baik tepat waktu kepada masyarakat luas. Harapannya agar mereka dapat semakin produktif dengan berkebun. Persediaan bibit pun dapat diperoleh lebih mudah dengan harga yang sangat terjangkau. Kami memiliki komitmen untuk menjadi mitra masyarakat dengan pelayanan yang baik dan selalu menjaga kualitas bibit. Itu menjadi bentuk penghargaan kami. Sebab, kami telah diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk maju bersama mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui program ketahanan pangan.
Perjalanan kami selama lima tahun menjadi waktu yang panjang dalam meniti hasil yang gemilang. Dimulai dari mengelola kebun gizi hingga berhasil mewujudkan rumah pembibitan. Sebagai gambaran, pada 2020 hingga Oktober 2022, pemesanan dan penjualan bibit tomat mencapai 61.500 batang, dengan kisaran 205 papan media cocopeat bibit tomat yang siap dipindah pada tanah. Satu papan media berisi 300 batang. Satu papan kami jual dengan harga Rp150 ribu. Sehingga omset sekarang mencapai Rp28 juta. Adapun untuk kebun gizi kami mengutamakan sayuran organik karena jauh lebih sehat dan menjadi pilihan tepat bagi masyarakat.
Sebagai bentuk perluasan kiprah, kami membentuk Kelompok wanita Tani (KWT) berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Dadapan Nomor: 188/16/KEP/413.315.01/2020 Tentang Pembentukan Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Dadapan, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan. KWT yang semula terbentuk satu kelompok kini berkembang menjadi tiga kelompok KWT. Melalui KWT, para perempuan tangguh di Desa Dadapan dan para ibu petani mampu menciptakan lapangan pekerjaan bersama.
Mereka merasa sangat senang dan bersemangat dalam bekerja. Mereka juga menjaga kekompakan dan bekerja dengan sepenuh hati. Dari sinilah keberhasilan bisa dicapai. Masing-masing kelompok menanam tanaman yang bervariasi seperti cabai, tomat, jagung, timun, dan sayur-sayuran.
Melalui kebun gizi, rumah bibit, serta KWT yang melibatkan pemberdayaan perempuan di Desa Dadapan, maka gerakan ketahanan pangan di desa tersebut berhasil terlaksana dengan baik. Mudah-mudahan apa yang menjadi cita-cita para perempuan melalui tangan-tangan kreatifnya, bisa terwujud perekonomian yang sehat dan bisa memberikan kesejahteraan dalam upaya membangun Indonesia berkemajuan. Dari sinilah “Perempuan Berkiprah Bangsa Berdaya” bisa terlaksana. Semoga tulisan ini dapat mengispirasi para perempuan Indonesia. Aamiin.
*Sekretaris PRA Dadapan (2015-2022), Penggerak Balai Sakinah ‘Aisyiyah Sapa Tresna Dadapan, Pengurus Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Dadapan