Wawasan

Perempuan-Perempuan Lebanon

Oleh : Hajriyanto Y. Thohari (Penulis adalah Duta Besar LBBP RI di Beirut)

Lebanon memiliki tingkat kebebasan (freedom) yang lebih tinggi daripada negara-negara Arab yang lain: Kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat dan berkumpul (berorganisasi dan berpartai politik), kebebasan berekspresi, kebebasan pers, dan kebebasan-kebebasan yang lainnya. Memang ada beberapa negara Arab yang memiliki tingkat kebebasan yang cukup tinggi, seperti Tunisia, Aljazair, Yordania, Uni Arab Emirat (khususnya Dubai), dan Qatar. Tetapi Lebanon dalam hal kebebasan masih berada satu tingkat di atas kelima negara-negara terakhir itu.

Saya rasa fenomena tingginya kebebasan  di Lebanon ini disebabkan oleh banyak faktor, tetapi yang terbesar adalah pengaruh penjajahan Perancis. Seperti kita ketahui, Lebanon (bersama-sama Syria) seusai Perang Dunia Pertama dan pasca keruntuhan Turki Utsmani (Ottoman Empire) berada di bawah mandat Perancis (kata “mandat” itu eufemisme belaka dari kata “penjajahan” atau “kolonialisme”). Walhasil, selama 23 tahun (1923-1946) Lebanon secara politik berada di bawah penja-jahan Perancis.

Memang hanya 23 tahun Perancis memegang mandat atas –atau tepatnya menjajah– bangsa Lebanon. Tetapi pengaruh Perancis di berbagai bidang kehidupan luar biasa besarnya di Lebanon. Kebudayaan Perancis menancap kuat dalam kehidupan sosio-budaya rakyat Lebanon. Bukan hanya dalam gaya hidup (style of life), melainkan juga dalam bersikap dan bertutur kata. Rakyat Lebanon rata-rata dapat bertutur bahasa Perancis dengan baik sekali, seperti halnya mereka kebanyakan dapat berbahasa Inggris dan Arab. Seperti kita ketahui bahasa adalah unsur utama dan universal dari kebudayaan. Jadi, di samping pengaruh bahasa, pengaruh gaya hidup Perancis yang terkenal dengan semboyan liberte (kebebasan), egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaran), terutama semboyan yang pertama (liberte) juga berbekas dalam sekali dalam kehidupan rakyat Lebanon.

Demikian juga halnya dengan kebebasan kaum perempuan. Pada saat di negara Arab lainnya perempuan baru saja mulai menghirup persamaan dan kebebasan, bahkan di Kerajaan Saudi Arabia baru satu atau dua tahun terakhir diperbolehkan menyetir mobil, di Lebanon perempuan sudah meninggalkan jauh di depan. Perempuan Lebanon telah sejak lama menikmati kesetaraan gender dan tingkat kebebasan yang tinggi. Bukan hanya sekadar jumlah perempuan yang menyetir mobil, menurut beberapa survei memang lebih banyak daripada jumlah laki-laki menyetir mobil, melainkan juga kaum perempuan Lebanon tampil dominan di hampir seluruh bidang kehidupan. Persentase perempuan di hampir semua profesi-profesi modern seperti dokter, lawyer, apoteker, akuntan, bahkan aktivis NGO, lebih banyak dari kaum laki-laki berkat keunggulan mereka di bidang pendidikan.

Kaum perempuan Lebanon juga hadir dan tampil di wilayah publik (public sphere) lebih banyak daripada kaum laki-laki. Mereka tampil tanpa hambatan budaya dan halangan psikososial yang berarti. Bahkan dalam beberapa segi, seperti misalnya dalam hal berpakaian, saking majunya saya melihatnya sebagai cenderung kebablasan. Banyak sekali perempuan Lebanon yang melebihi bebasnya dibandingkan dengan perempuan-perempuan Barat.

Dalam demonstrasi, atau tepatnya people power yang berlangsung sejak 17 September 2019 sampai sekarang ini, perempuan Lebanon memainkan peran yang bukan hanya sangat besar, melainkan sangat dominan. Bila aparat menutup jalan agar pendemo tidak melewati jalan yang terlarang karena akan memasuki obyek vital tertentu, para pendemo yang maju untuk berhadapan dengan aparat yang menutup jalan adalah pendemo perempuan .Terlebih lagi banyak selebritas, artis, dan penyanyi perempuan turun ke jalan bergabung berdemo. Para aparat meski telah berusaha tidak tersenyum, menjadi mati langkah untuk untuk bertindak keras.

Memang dalam demonstrasi yang dimulai sejak 17 Oktober 2019 –jadi nyaris satu bulan tanpa berhenti siang dan malam, bahkan sampai lewat tengah malam– banyak sekali kaum Hawa berpartisipasi. Mereka bukan hanya memimpin pawai atau rally, melainkan juga berdiri di depan berorasi, meneriakkan yel-yel dan slogan, serta menerobos barisan aparat keamanan tanpa rasa canggung, apalagi takut. Jumlah mereka juga tidak kalah dengan pendemo laki-laki. Saking banyaknya sampai media dan pengamat menyebut demonstrasi kali ini sebagai revolusi perempuan atau Revolusi Feminis (al-tsaurah al-nisa’iyah).

Fenomena tingginya kebebasan perempuan di Lebanon ini menarik. Pasalnya, sistem politik Lebanon itu sektarian (al-nidham al-thaify), sebuah sistem politik yang sangat konservatif dan tradisional sekali, di mana pembagian kekuasaan dilakukan berdasarkan sekte agama. Artinya, sistem politik yang sangat primordial. Pertanyaannya adalah mengapa bisa terjadi: sistem sosial-politiknya konservatif, atau malah mungkin primitif, tetapi liberal dalam kehidupan sosial kaum perempuan? Sebuah paradoks, tetapi  nyata bisa terjadi.

Tulisan ini pernah dimuat oleh Majalah Suara ‘Aisyiyah, Edisi 12 Desember 2019

Sumber ilustrasi : https://news.detik.com/kolom/d-4798380/demo-paling-menarik-yang-pernah-saya-saksikan

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *