
Sc: bcchoralfed.com
Pada bulan November dan Desember, tepatnya setiap tanggal 25 November sampai 10 Desember, selama 16 hari, dunia memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). HAKTP merupakan kampanye internasional untuk mendorong berbagai upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Jika menelusuri awal kemunculan kampanye HAKTP ini, bahwa HAKTP diinisiasi sejak 32 tahun yang lalu tepatnya tahun 1991.
Lantas, mengapa durasi waktunya adalah 25 November sampai dengan 10 Desember? Tanggal 25 November merupakan hari yang sangat penting di tingkat internasional sebagai Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan tanggal 10 Desember merupakan hari HAM Internasional. Secara filosofis dua tanggal tersebut menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran HAM. Tak seorangpun boleh mendapatkan kekerasan dari siapapun, dan siapapun tidak boleh melakukan kekerasan pada perempuan.
Mengapa momen HAKTP ini penting? Sampai detik ini angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih cukup tinggi. Kita ketahui bahwa angka kekerasan terhadap perempuan adalah fenomena gunung es, yaitu data yang nampak lebih sedikit dibandingkan dengan data yang tersembunyi. Sebagai gambaran data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) per September 2023 sejumlah 19.593. Jika dikategorisasi berdasarkan usia, dari seluruh kasus korban kekerasan jumlah terbanyak berusia 25-44 tahun dan kelompok usia 6-12 tahun. Potret ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual.
Meskipun pemerintah sudah mengesahkan UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), namun masih banyak peraturan turunan yang harus disusun dan penyiapan kelembagaan di daerah yang akan menangani kasus-kasus kekerasan seksual. Banyak daerah belum memiliki dan belum siap dengan sistem rujukan jika terjadi kasus dan unit-unit layanan terpadu untuk menangani kasus-kasus kekerasan seksual juga masih banyak yang belum siap.
Demikian halnya dengan kapasitas SDM khususnya APH (aparat penegak hukum) yang menangani kasus-kasus kekerasan seksual baik dari sisi perspektif maupun skill (kompetensi) masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri.
Baca Juga: Menanggulangi Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Potret di atas menunjukkan pada kita bahwa kasus kekerasan seksual di Indonesia masih sangat memprihatinkan dan membutuhkan upaya-upaya yang sistemis dan strategis untuk pencegahan dan penanganannya. Tindakan kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu peringatan 16 HAKTP menjadi momen yang sangat penting untuk terus melakukan berbagai tindakan untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
Kampanye secara intenf dan massif untuk pencegahan kekerasam terhadap perempuan anak perlu dilakukan baik secara offline misalnya edukasi di sekolah-sekolah, pondok pesantren, madrasah; melakukan pengajian di berbagai komunitas dan forum tentang pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan tujuan untuk membangun kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan harus dicegah. Edukasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan harus diajarkan sejak dini baik di lembaga-lembaga pendidikan maupun keluarga.
Selain itu, momen ini sangat penting untuk mendorong penyediaan layanan bagi korban kekerasan (KDRT, kekerasan seksual, kekerasan berbasis gender online), agar korban dan juga survivor terpenuhi hak-haknya. Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana tokoh agama dan tokoh masyarakat menjadi agen-agen untuk mencegah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.
Semua pihak harus berkomitmen untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan. Ruang-ruang publik harus aman dari ancaman tindak kekerasan terhadap perempuan. Selamat memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Perempuan Berdaya, Indonesia Maju. (Tri Hastuti NR)
2 Comments