Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pada hari ini, (18/11) Muhammadiyah tepat berusia 112 tahun. Sehubungan dengan itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan beberapa hal dalam Pidato Milad ke-112 di Yogyakarta.
“Tema Milad dan Tanwir kali ini adalah ‘Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua’,” ungkap Haedar. Ia melanjutkan, “Kata ‘hadir’ dari bahasa Arab mengandung arti ‘maujud’, yaitu ada dan mengada. Hadir di sini juga dalam kaitan ‘hadlarah’ atau membangun peradaban. Menghadirkan adalah berada pada suatu keadaan untuk berbuat sesuatu yang bermakna dan bermanfaat bagi orang lain. Adapun kata makmur atau kemakmuran berasal dari kata al-rakha’, al-izdihar, atau al-yumnu wa al-barakah yang memiliki arti damai, sejahtera, dan berkah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia artinya banyak hasil, banyak penduduk dan sejahtera, dan serba kecukupan.”
Mnurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tersebut, kemakmuran suatu negeri merupakan kondisi kehidupan yang tanahnya subur dan penduduknya berkembang pesat, sejahtera, subur, beruntung, dan sukses dalam diri individu dan masyarakat atau bangsanya. Kemakmuran Indonesia niscaya merata untuk seluruh bangsa dalam spirit Sila Kelima Pancasila, yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Kemakmuran Indonesia berlaku untuk seluruh warga sebagaimana pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Ia menambahkan, “Kemakmuran Indonesia tidak boleh hanya untuk kelompok kecil orang, sementara mayoritas rakyat hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak berkemakmuran. Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan tegas menyatakan, ‘Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu’.”
Baca Juga: Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
Baginya, hal ini sesuai dengan khazanah bangsa yang disebut “Gemah Ripah Loh Jinawi”, yakni negeri yang tanahnya subur serta masyarakatnya tentram, damai, aman, adil, dan makmur. Indonesia sering disebut negeri yang makmur karena tanah airnya indah dan mengandung kekayaan alam yang luar biasa banyak. Multatuli menyebut Indonesia sebagai negeri “Untaian Zamrud di Khatulistiwa”. Di samping itu, ide ini juga sesuai dengan idealisasi umat Islam, yaitu “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”.
Oleh sebab itu, Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah berkomitmen dengan “Menghadirkan Kemakmuran Untuk Semua” ini, mengandung pemahaman bahwa kemakmuran itu berdimensi lahiriah sekaligus ruhaniah untuk semua orang tanpa diskriminasi. “Negeri yang makmur penduduknya niscaya beriman-bertaqwa, cerdas berilmu, dan beramal saleh untuk kemaslahatan hidup bersama,” ucapnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu menambahkan, “Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam menyadari sepenuhnya bahwa Negara Indonesia merupakan tempat menjalankan misi dakwah dan tajdid untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat utama “Adil-Makmur” yang diridai Allah SWT.” (-lsz)