Setelah Indonesia merdeka, gerakan ‘Aisyiyah pun semakin bertumbuh dan berkembang di seluruh penjuru tanah air. Kini gerakan ‘Aisyiyah juga mulai menyasar pada ketahanan keluarga dan kaum rentan serta marjinal.
Tahun 1956
Pada tahun 1956’Aisyiyah mengadakan kegiatan semacam biro konsultasi keluarga. Kegiatan ini mendapat perhatian dari Departemen Agama DIY yang waktu itu dipimpin Bapak K.H. Farid Ma’ruf. Kegiatan ini dinilai positif, kemudian ditingkatkan kerjasama dengan Departemen Agama dan organisasi lain dan terbentuklah BP4 (Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan Perceraian) yang sekarang menjadi organisasi semi resmi dalam Departemen Agama dibawah URAIS (Urusan Agama Islam)
Tahun 1963
Pada tahun 1963, ‘Aisyiyah mendirikan Sekolah Bidan, merealisasikan keputusan Muktamar setengah abaddi Jakarta tahun 1962. Berlandaskan Surat 31/Luqman:14, Surat 46/A1-Ahqaaf:15. urusan pengajaran membuka SKP, SKKA, SPG TK, dan Pendidikan Bidan. Di Karesidenan dibentuk Pimpinan ‘Aisyiyah Daerah.
Tahun 1971
Dalam Muktamar XXXVIII di Makasar, bagian pendidikan dan pengajaran mengembalikan mandatnya kepada Pimpinan Pusat Aisyiyah dalam pengurusannya terhadap pendidikan Bidan di Yogyakarta karena Pendidikan bidan yang semula hanya mengurus sekolah Bidan beserta Asramanya di jogja diperluas tugasnya mengurusi sekolah-sekolah Bidan yang ada di seluruh Indonesia. Berhubung di Wilayah-wilayah selain sekolah Bidan, ada sekolah perawat/penjenang, maka dalam Muktamar XXXIX di Padang mengubah nama Bagian Pendidikan Bidan menjadi Pendidikan Paramedis.
Baca Juga: Perkembangan ‘Aisyiyah dari Masa ke Masa (Sebelum Kemerdekaan)
Tahun 1974
Muktamar XXXIX di Padang memutuskan Badan Pembantu Pirnpinan ditambah dengan Bagian Ekonomi, serta memutuskan untuk menjajagi kemungkinan ‘Aisyiyah menangani Pembinaan Wanita Desa (PWD).
Tahun 1977
Dalam Muktamar ke-40 di Surabaya diputuskan membentuk Seksi Khusus Pembinaan Wanita Desa.
Tujuan :
Pembinaan kehidupan yang Islami di segala bidang dan peningkatan pendapatan.
Media : Pengajian ditingkatkan menjadi tempat pendidikan ilmu secara terprogram baik waktu maupun materi Pembina : Guru ngaji tetap yang disiapkan dan ditingkatkan melalui penataran khusus dan pertemuan periodik. Dimulai dengan PWD di 5 daerah: Bogor, Tanggerang, Bantul, Sleman, dan Sidoarjo sebagai pilot proyek.
Pelaksanaan : Kerjasama dengan Pathfinder Fund.
Tahun 1985
Pada Muktamar di Surabaya diputuskan membentuk wadah yang khusus memikirkan kaderisasi ‘Aisyiyah yang operasional dari Pusat sampai Cabang. Wadah tersebut dinamakan Biro Kaderisasi. yang kemudian ditingkatkan menjadi Badan Pembinaan Kader.
Tahun 1986
Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta mengadakan pendidikan Kader tingkat akademik dengan mendirikan Pondok Hajah Nuriyah Shabran Puteri di Surakarta. Mahasiswanya utusan Wilayah di seluruh Indonesia sampai tahun 1994 sudah diluluskan 3 angkatan ± 30 Sarjana.
Tahun 1990
Dalam Muktamar ke-42 di Yogyakarta tahun 1990, diputuskan bahwa Badan Pembinaan Kader ditingkatkan menjadi Bagian Pembinaan Kader. Dengan demikian bagian ini bersifat operasional seperti bagian yang lain. Setiap jenjang pimpinan membentuk Bagian Pembinaan Kader, di Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang. Bagian inilah yang menjalin kerjasama dengan Angkatan Muda Muhammadiyah Puteri.
Pada awal periode 1990-1995, ‘Aisyiyah banyak melaksanakan program Pemerintah, karena menyongsong PJPT (Pembangunan Jangka Panjang Tahap) II. Kegiatan tersebut antara lain, Kesehatan Ibu dan Kelangsungan Hidup Anak (KIKHA), dan masalah tenaga kerja bagi wanita. Demikian pula masalah pengentasan kemiskinan yang memang sejak semula menjadi bidang garap ‘Aisyiyah.
Dalam periode mi pula dicanangkan Program Pembinaan Desa (Qoriyah Toyyibah) yang dikoordinir oleh bagian Tabliqh. Diharapkan setiap Pimpinan Daerah paling sedikit memiliki satu desa binaan (Qoriyah Toyyibah).
Pada masa Pembangunan Jangka Panjang II ‘Aisyiyah semakin berperan aktif pada pembangun.
1 Comment