Berdasarkan surat keputusan PP Muhammadiyah No.1/66, ‘Aisyiyah ditetapkan sebagai organisasi otonom dalam Muhammadiyah untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. Ortom adalah sebagian dari kesatuan organisasi Muhammadiyah didirikan oleh PP Muhammadiyah, dilimpahi wewenang dan wanita untuk satu golongan/anggota masyarakat, tetapi tidak terpisah dari kesatuan organisasi Muhammadiyah. Kesatuan ortom dengan Muhammadiyah tercermin pada kesatuan asas, maksud, dan tujuan serta perjuangannya.
Oleh karena itu struktur organisasi ‘Aisyiyah sama dengan struktur organisasi Muhammadiyah yang memiliki dua macam struktur organisasi. Pertama, struktur organisasi secara vertikal yang disusun bertingkat dan bawah sampai ke atas. Kedua, struktur organisasi secara horisontal yang terdiri atas bidang kegiatan amal usaha ‘Aisyiyah.
Struktur organisasi Aisyiyah secara vertikal disusun dari Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah sampai Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang merupakan kelompok dalam kesatuan-kesatuan tertentu. Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah merupakan kesatuan anggota dalam satu tempat di kelurahan atau desa. Di atas Ranting Aisyiyah ialah Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah yang merupakan kesatuan ranting-ranting dalam satu kecamatan. Diatas Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah adalah Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah yaitu kesatuan Cabang-cabang dalam satu kotamadya/kabupaten. Diatas Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah adalah Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah yang merupak kesatuan Daerah-Daerah dalam satu propinsi. Di atas Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah adalah Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang merupakan Pimpinan Tertinggi yang memimpin organisasi secara keseluruhan.
Organisasi ‘Aisyiyah secara vertikal mengalami perkembangan jumlah dari Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah sampai Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah. Pada awal mulanya perkembangan ‘Aisyiyah terbatas hanya di kota Yogyakarta. Dalam Kongres Muhammadiyah ke -11 tahun 1922 di Yogyakarta, mulai dilancarkan seruan agar semua Cabang dan Ranting Muhammadiyah mendirikan bagian ‘Aisyiyah. Pada Kongres Muhammadiyah tersebut K.H. Muchtar menganjurkan agar Siti Badilah mempropagandakan ‘Aisyiyah. Sejak itu ‘Aisyiyah mulai Muhammadiyah tersebut K.H. Muchtar menganjurkan agar Siti
berkembang di luar kota Yogyakarta.
Struktur organisasi ‘Aisyiyah secara horisontal terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan kewajiban dalam melaksanakan kegiatan di masing-masing jenjang organisasi.
Pada tahun 1930
Dalam Kongres XIX di Bukit Tinggi Aisyiyah memutuskan adanya Badan Pembantu Pimpinan yang disebut Urusan yang terdiri dari:
1. Urusan Siswo Proyo Wanito yang bertugas membina dan memajukan peteri-puteri di luar sekolah supaya menjadi pengganti ‘Aisyiyah.
2. Urusan Madrasah bertugas mengurus sekolah-sekolah, madrasah-madrasah khusus puteri.
3. Urusan Tabligh bartugas mengurus penyiaran agama lewat pengajian, kursus, asrama, dan sebagainya.
4. Urusan Wal’ashri mengusahakan adanya beasiswa bagi siswa yang ingin meneruskan sekolah tetapi tidak mempunyai biaya. 5. Urusan Adzakirat berusaha mencari dana untuk kas ‘Aisyiyah dan sumbangan untuk gedung ‘Aisyiyah dengan mendirikan koperasi.
Pada tahun 1931
Dalam Kongres ke-20 di Yogyakarta, nama Siswo Proyo Wanito diubah menjadi Nasyiatul Aisyiyah (NA).
Pada tahun 1935
Dalam Kongres XXIV di Banjarmasin, kelima Badan Pembantu Pimpinan itu disederhanakan menjadi tiga Urusan Yaitu:
1. Urusan Tabligh (Wal’ashri masuk Tabligh).
2. Urusan Madrasah
3. Urusan Nasyiatul ‘Aisyiyah (Urusan ini semula bernama Urusan Siswo Proyo Wanito). Tugas Adzakirat ditangani Pimpinan Organisasi.
Pada tahun 1935 urusan-urusan disebut bagian-bagian di dalam ‘Aisyiyah disamakan dengan majelis-majelis yang ada dalam Muhammadiyah.
Tahun 1939
Dalam Kongres XXVIII di Medan diputuskan menambah Urusan Pertolongan (PKU) dan mengubah nama Urusan Madrasah menjadi Urusan Pengajaran. Dalam perkembangan selanjutnya ‘Aisyiyah pernah menjadi Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang mandiri mendapat SK dan PP Muhammadiyah. Oleh karena itu, ‘Aisyiyah bukan organisasi otonom dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah tetapi berdiri sendiri sejajar dengan Pimpinan Pusat SK dan PP Muhammadiyah. Oleh karena itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Tahun 1956
‘Aisyiyah mendirikan Biro Konsultasi Keluarga, yang kini telah dikembangkan oleh Departemen Agama menjadi BP4 (Badan Penasehat Perkawinan Perselisilian dan Perceraian).
Tahun 1961
‘Aisyiyah berubah menjadi majelis dalam Muhammadiyah dengan sebutan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis ‘Aisyiyah.
Tahun 1966
PP Muhammadiyah mencabut SK sebelumnya tentang kedudukan ‘Aisyiyah sebagai majelis dan selanjutnya kedudukan ‘Aisyiyah menjadi organisasi otonom Muhammadiyah. Bersamaan dengan ditetapkannya ‘Aisyiyah sebagai organisasi otonom, Pimpinan ‘Aisyiyah ditingkatkan. Pimpinan ‘Aisyiyah Daerah, kawasan lingkungannya tidak hanya se-Karesidenan tetapi se-Propinsi dan disebut Pimpinan Aisyiyah Wilayah, sedang setiap Kabupaten/Kotamadya dibentuk Pimpinan ‘Aisyiyah Daerah dan di Kecamatan dibentuk Pimpinan ‘Aisyiyah Cabang. berdasarkan:
1. Keputusan Muktamar Muhammadiyah.
2. Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berupa kaidah.
3. Keputusan Muktamar ‘Aisyiyah.
Kedudukan Organisasi ‘Aisyiyah dalam Persyarikatan Muhammadiyah adalah:
1. Organisasi ‘Aisyiyah mempunyai wewenang penuh mengelola, membina, dan mengembangkan organisasi.
2. Pimpinan Pusat Aisyiyah di bawah Pimpinan Pusat
Muhammadiyah.
3. Pada tiap jenjang organisasi ada hubungan konsultatif dengan pimpinan persyarikatan yang setingkat dalam hal pendirian organisasi, pemilihan pimpinan, dan keputusan musyawarah.
4. Organisasi ‘Aisyiyah berwenang mengadakan hubungan/ kerja sama dengan instansi pemerintah, lembaga swasta dan organisasi luar. Bentuk hubungan dengan instansi/lembaga dan luar negeri atas persetujuan persyarikatan (PP Muhammadiyah). 5. Dalam bidang hukum dilaksanakan oleh Muhammadiyah.
Tahun 1971
Dalam Muktamar XXXVIII di Makasar Biro Organisasi dan Kaderisasi dipecah menjadi dua badan yaitu Biro Organisasi dan Biro Kaderisasi. Hal ini disebabkan oleh pesatnya kebutuhan untuk pembinaan kader dan banyaknya tugas-tugas dari biro organisasi untuk membantu Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah mengenai konsep- konsep yang diperlukan oleh PP’Aisyiyah.
Tahun 1974
Dalam Muktamar XXXIX di Padang diputuskan nama Bagian Pendidikan Bidan diubah menjadi Bagian Pendidikan Paramedis. Di samping itu, juga diputuskan Badan Pembantu Pimpinan (BPP) menambah Bagian Ekonomi dan menjajagi Pembinaan Wanita Desa yang bertujuan agar wanita desa memiliki kesadaran untuk melaksanakan rukun Islam, sadar terhadap hak dan kewajiban dalam rumah tangga dan masyarakat, serta memiliki ketrampilan yang dapat meningkatkan penghasilan. Dalam perkembangan selanjutnya pada Muktamar ke-40 di Surabaya dibentuk Seksi Khusus Pembinaan Wanita Desa (PWD) merupakan Seksi dari Bagian Tabligh.
Tahun 1985
Dalam Muktamar ke-41 di Solo, kegiatan ekonomi diarahkan kedalam bidang perkoperasian. Di samping itu, pada sidang Tanwir II periode 1985-1990 Biro Kader diubah menjadi Badan Pembinaan Kader dan dalam Muktamar ke-42 di Yogyakarta, Badan Pembinaan Kader ditingkatkan menjadi Bagian Pembinaan Kader. Oleh karena itu, pada periode 1990-1995 Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah memiliki Badan Pembantu Pimpinan:
1. Bagian Tabligh.
2. Bagian P&K.
3. Bagian PKU.
4. Bagian Pendidikan Paramedis.
5. Bagian Ekonomi.
6. Bagian Pembinaan Kader.
Bagian dapat membentuk seksi sebagai pelaksana tugas bagian. Sedangkan Seksi dapat membentuk Sub Seksi sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah membentuk biro yang merupakan Badan Pembantu Pimpinan, yang menangani bidang konsepsional. Seksi Khusus yang melaksanakan operasional Bidang Khusus. Dengan demikian Biro yang ada di Pimpinan Pusat dan Seksi Khusus sebagai berikut:
1. Biro Organisasi.
2. Biro Penelitian dan Pengembangan
3. Biro hubungan Kerjasama.
4. Seksi Khusus Penerbitan dan Publikasi.
Pembagian Tugas dan Wewenang
‘Aisyiyah adalah organisasi yang bersifat nasional, kawasannya meliputi seluruh kepulauan di negara Republik Indonesia. Untuk mengatur gerak langkah organisasi dan mengkoordinasikan anggota dan amal usahanya, maka diadakan pembagian tugas dan wewenang yang diatur dalam AD-ARTnya. Pembagian tugas dan wewenang tersebut tercermin dalam susunan organisasi.
Pimpinan Organisasi
Secara nasional, ‘Aisyiyah dipimpin oleh Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang berkedudukan di Yogyakarta. Setiap jenjang organisasi Aisyiyah dipimpin oleh Pimpinan ‘Aisyiyah yang tersusun sebagai berikut:
a. Pimpinan Pusat
1) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah adalah Pimpinan Oganisasi yang tertinggi
2) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah bertugas memimpin organisasi dalam arti yang seluas-luasnya,
3) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah bertanggungjawab kepada
Muktamar.
4) Jumlah anggota Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah sekurang- kurangnya 13 orang dipilih dan ditetapkan dalam Muktamar untuk satu masa jabatan.
5) Ketua Pimpinan Pusat Aisyiyah dipilih dan ditetapkan dalam Muktamar dari antara dan atas usul anggota Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang terpilih.
6) Apabila dipandang perlu, Pimpinan Pusat dapat menambah jumlah anggotanya.
b. Pimpinan Wilayah
1. Pimpinan Wilayah adalah Pimpinan Organisasi tertinggi dalam wilayahnya.
2. Pimpinan Wilayah bertugas memimpin Organisasi dalam wilayahnya.
3. Pimpinan Wilayah bertanggung jawab kepada Musyawarah Wilayah.
4. Jumlah anggota Pimpinan Wilayah sekurang-kurangnya 13 orang yang dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Wilayah untuk satu masa jabatan.
5 Ketua Pimpinan Wilayah dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Wilayah dari antara dan atas usul anggota Pimpinan Wilayah yang terpilih.
6. Apabila dipandang perlu, Pimpinan Wilayah dapat menambah jumlah anggotanya.
c. Pimpinan Daerah
1) Pimpinan Daerah adalah Pimpinan Organisasi yang tertinggi dalam daerahnya.
2) Pimpinan Daeral. bertugas memimpin Organisasi dalam daerahnya.
3) Pimpinan Daerah bertanggung jawab kepada Musyawarah
Daerah.
4) Jumlah anggota Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya 11 orang yang dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Daerah untuk satu masa jabatan.
5) Ketua Pimipinan daerah dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Daerah dari antara dan atas usul anggota Pimpinan Daerah yang terpilih.
6) Apabila dipandang perlu, Pimpinan Daerah dapat menambah jumlah anggotanya.
d. Pimpinan Cabang
1) Pimpinan Cabang adalah Pimpinan Organisasi tertinggi dalam Cabangnya.
2) Pimpinan Cabang bertugas memimpin Organisasi dalam Cabangnya.
3) Pimpinan Cabang bertanggung jawab kepada Musyawarah Cabang
4) Jumlah anggota Pimpinan Cabang sekurang-kurangnya sembilan orang yang dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Cabang untuk satu masa jabatan.
5) Ketua Pimpinan Cabang dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Cabang dari antara dan atas usul anggota Pimpinan Cabang yang terpilih.
6) Apabila dipandang perlu, Pimpinan Cabang dapat menambah jumlah anggotanya.
e. Pimpinan Ranting
1) Pimpinan Ranting adalah Pimpinan Organisasi yang tertinggi dalam Rantingnya.
2) Pimpinan Ranting bertugas memimpin anggota Organisasi dalam Rantingnya.
3) Pimpinan Ranting bertanggung jawab kepada Musyawarah Ranting.
4) Jumlah anggota Pimpinan Ranting sekurang-kurangnya lima orang dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Ranting untuk satu masa jabatan.
5) Ketua Pimpinan Ranting dipilih dan ditetapkan dalam Musyawarah Ranting dari antara dan atas usul anggota Ranting yang terpilih.
6) Apabila dipandang perlu, Pimpinan Ranting dapat menambah jumlah anggotanya.
Dalam melaksanakan tugas kepemimpinan dan melaksanakan amal usahanya, Pimpinan Organisasi dibantu oleh Badan Pembantu. Badan Pembantu Pimpinan disingkat BPP. Badan Pembantu Pimpinan dibentuk sesuai dengan kebutuhan oleh Pimpinan Organisasi. Pembentukan Badan Pembantu Pimpinan diatur dalam AD-ART dan kaidah Badan Pembantu Pimpinan. Badan Pembantu Pimpinan yang bertugas operasional, melaksanakan amal usaha disebut Bagian, Seksi, dan Sub Seksi. Badan Pembantu Pimpinan yang bertugas membantu pimpinan di bidang konsepsional disebut Biro. Badan Pembantu Pimpinan yang bertugas menangani program khusus disebut Seksi Khusus.
3. Sistem pengambilan keputusan
Sistem pengambilan keputusan dalam organisasi ‘Aisyiyah dilaksanakan dengan Musyawarah. Keputusan Musyawarah diatur sebagai berikut
a. Muktamar
1) Muktamar ialah permusyawaratan Organisasi yang tertinggi.
2) Muktamar diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
3) Peserta Muktamar
a) Anggota Muktamar
–
Anggota Pimpinan Pusat.
Wakil Pimpinan Wilayah.
Wakil Pimpinan Daerah.
Wakil Daerah yang diambil dan Cabangnya.
Wakil Organisasi Angkatan Muda
Muhammadiyah.
b) Undangan.
4) Muktamar diadakan lima tahun sekali sejak Muktamar ke-41 di Surakarta. Sebelumnya Muktamar diadakan tiga tahun sekali, dan pada awal pertumbuhan sampai tahun 1941 Muktamar diadakan setiap tahun.
5) Apabila dipandang perlu, Pimpinan Pusat atas keputusan Tanwir dapat mengadakan Muktamar Luar Biasa.
b. Tanwir
1) Tanwir adalah permusyawaratan Organisasi yang tertinggi di bawah Muktamar.
2) Tanwir diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Pusat.
3) Peserta Tanwir
a) Anggota Tanwir
Anggota Pimpinan Pusat.
-Wakil Pimpinan Wilayah.
-Wakil Wilayah yang diambil dan Daerah.
-Wakil Organisasi Angkatan Muda Muhammadiyah.
b) Undangan.
4) Sejak Muktamar ke-41 di Solo, Tanwir diadakan tiga kali dalam satu periode. Sebelumnya satu kali dalam satu tahun.
c. Musyawarah Wilayah
1) Musyawarah Wilayah ialah permusyawaratan Organisas yang tertinggi di Wilayah.
2) Musyawarah Wilayah diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan yang tertinggi di Wilayah.
3) Peserta Musyawarah Wilayah
a) Anggota Musyawarah
– Anggota Pimpinan Wilayah.
– Wakil Pimpinan Daerah.
– Wakil Pimpinan Cabang.
– Wakil Organisasi Angkatan Muda Muhammadiyah. b) Undangan.
4) Musyawarah Wilayah diadakan sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu periode.
d. Musyawarah Daerah
1) Musyawarah Daerah adalah permusyawaratan Organisasi yang tertinggi di Daerah.
2) Musyawarah Daerah diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Daerah.
3) Peserta Musyawarah Daerah
a) Anggota Musyawarah
-Anggota Pimpinan Daerah.
-Wakil Pimpinan Cabang
-Wakil Pimpinan Ranting.
-Wakil Organisasi Angkatan Muda Muhammadiyali.
b) Undangan.
4) Musyawarah Wilayah diadakan sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu periode.
e. Musyawarah Cabang
1) Musyawarah Cabang ialah permusyawaratan Organisasi yang tertinggi di Cabang.
2) Musyawarah Cabang diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Cabang.
3) Peserta Musyawarah Cabang
a) Anggota Musyawarah
-Anggota Pimpinan Cabang.
-Wakil Pimpinan Ranting.
-Wakil Organisasi Angkatan Muda Muhammadiyah.
b.) Undangan.
4) Musyawarah Cabang diadakan sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu periode.
f. Musyawarah Ranting
1) Musyawarah Ranting ialah permusyawaratan Organisasi yang tertinggi di Ranting.
2) Musyawarah Ranting diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Ranting.
3) Peserta Musyawarah Ranting
a) Anggota Musyawarah
-Anggota Pimpinan Ranting.
-Anggota Organisasi dalam Ranting.
-Wakil Organisasi Angkatan Muda Muhammadiyah.
b) Undangan.
4) Musyawarah Ranting diadakan sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu periode.
g. Rapat Kerja Pimpinan
1) Rapat Kerja Pimpinan adalah permusyawaratan Organisasi yang membicarakan masalah-masalah yang bertalian dengan kelancaran kerja Organisasi.
2) Rapat Kerja Pimpinan diadakan apabila dipandang perlu. 3) Rapat Kerja Pimpinan diadakan oleh Pimpinan Pusat, Wilayah, Daerah, dan Cabang.
4) Ketentuan Rapat Kerja Pimpinan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
h. Rapat Kerja Bagian
1) Rapat Kerja Bagian adalah permusyawaratan Organisasi di Bagian yang membicarakan masalah-masalah yang bertalian dengan kelancaran kerja Organisasi.
2) Rapat Kerja Bagian diadakan apabila dipandang perlu. 3) Rapat Kerja Bagian diadakan oleh Bagian di tingkat Pusat, Wilayah, dan Daerah.
4) Ketentuan Rapat Kerja Bagian diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
i. Sidang Pengurus
Sidang pengurus adalah musyawarah pimpinan. Diadakan oleh masing-masing pimpinan organisasi di semua jenis dan jenjang. Sidang pengurus diadakan secara rutin sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Sidang pengurus ini terutama untuk memusyawarahkan kegiatan-kegiatan Organisasi, pengambilan kebijakan dan menentukan kebijaksanaan organisasi yang bersifat rutin.
3 Comments