Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Dalam rangka memperkuat ekosistem pemberdayaan kelompok tani, Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah mengadakan Sarasehan Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM) pada Rabu (13/12).
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan JATAM dan MPM Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) se-Indonesia secara daring. Adapun MPM PWM DIY dan JATAM se-DIY hadir secara offline di Gedoeng Moehammadijah, Jl. KH. Ahmad Dahlan 103, Kota Yogyakarta.
Ketua MPM PP Muhammadiyah, M. Nurul Yamin dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merujuk pada salah satu program prioritas hasil Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta, yaitu meningkatkan dan memperkuat dakwah akar rumput.
“MPM memahami salah satu akar rumput dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Salah satu yang kita terjemahkan versi MPM ini adalah petani, yang di dalamnya ada pertanian,” kata Yamin.
Selain petani, MPM PP Muhammadiyah menerjemahkan terma akar rumput juga adalah kelompok peternak, difabel, masyarakat miskin kota, daerah 3T, dan nelayan. Mereka ini tersebar dari ujung barat sampai timur, dan ujung utara sampai selatan Republik Indonesia.
“Pertanian adalah masalah kebangsaan secara keseluruhan, masalah di seluruh di negeri ini. Dan MPM menjadikan pertanian sebagai program prioritas,” imbuhnya.
Dalam mengeksekusi program prioritas itu, Yamin berharap MPM dapat berdiri sampai Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) yang memang sudah sanggup untuk mendirikan. Karena majelis bisa didirikan sampai level ranting.
Yamin berharap, petani jangan “bermain” sendiri-sendiri, tetapi harus berkelompok atau berjamaah untuk meningkatkan daya tawar petani. Menurutnya, daya tawar petani yang rendah disebabkan salah satunya lemahnya kelembagaan petani.
“Kenapa bargaining position itu tidak muncul, karena kita terpecah-pecah. Ini menjadi permasalahan yang lumayan berat untuk kita bangkit,” imbuhnya.
Baca Juga: Perempuan Menyongsong Mentari Gemilang: Inspirasi Petani Aisyiyah
Pada kesempatan ini, Yamin juga menyoroti rendahnya regenerasi petani Indonesia. Dia melihat, petani di Indonesia saat ini didominasi oleh kelompok-kelompok tua. Cengkeraman masalah dari berbagai sisi yang dihadapi oleh petani, imbuhnya, kuat dugaan menjadi penyebab rendahnya regenerasi petani.
Lebih-lebih masalah pasar, petani di Indonesia masih berada di bawah cengkeraman oligarki ekonomi yang begitu kuat. Sebagai soko guru bangsa, petani menjadi kelompok ‘pesakitan’ di negeri ini. Kesejahteraan yang masih dari jauh harapan, susahnya mendapat pupuk, menjadi dua di antara menumpuknya masalah petani.
Di bawah cengkeraman oligarki ekonomi, petani harus memiliki kuasa atas produknya sendiri. Di Indonesia saat ini, imbuh Yamin, karena dicengkeram oligarki ekonomi, bahkan untuk menentukan harga produk petani pun diatur bukan oleh mereka sendiri.
Terkait dengan tujuan dari diselenggarakannya agenda ini adalah sosialisasi Pedoman Jamaah Tani Muhammadiyah, sosialisasi dan simulasi sistem Informasi Jamaah Tani Muhammadiyah. Hal ini dilakukan karena anggota JATAM memiliki perbedaan level di bidang pertanian, dari pengelolaan produk sampai peningkatan penghasilan.
Ketua JATAM Nasional, Hadi Sutrisno menjelaskan, forum-forum seperti sarasehan ini diharapkan akan memperkuat kapasitas pengorganisasian JATAM. Termasuk untuk penanganan masalah advokasi petani melalui kolaborasi dengan Majelis Hukum dan HAM, serta LBH Muhammadiyah.
“Di tahun ketiga kita coba adakan Jambore, untuk penguatan Jamaah Tani Muhammadiyah. Sekaligus juga sebagai syiar, agar JATAM memiliki daya tawar lebih baik dari sebelumnya,” kata Hadi. (mpm)-sb