- Konten ini merupakan bagian dari kerja sama antara Suara 'Aisyiyah dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia yang bertujuan melindungi anak bangsa dalam memperoleh hak pendidikan yang aman dan nyaman.
Berdasarkan hasil Asesmen Nasional tahun 2022, satu dari tiga peserta didik berpotensi mengalami perundungan dan kekerasan seksual, dan satu dari empat peserta didik mengalami hukuman fisik. Realitas ini perlu menjadi perhatian bersama, karena sekolah semestinya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak dalam menuntut ilmu.
Dalam konteks inilah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia punya tanggung jawab untuk melindungi anak-anak bangsa dalam memperoleh hak pendidikan yang aman dan nyaman sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 yang baru diluncurkan awal Agustus lalu, tindakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau PPKSP diatur secara menyeluruh.
Permendikbudristek PPKSP merupakan regulasi yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, bhineka, dan aman bagi murid, guru, dan tenaga pendidikan. Dalam Permendikbudristek PPKSP ini, yang termasuk dalam tindakan kekerasan adalah: (a) kekerasan fisik; (b) kekerasan psikis; (c) perundungan; (d) kekerasan seksual; (e) diskriminasi dan intoleransi, dan; (f) kebijakan yang mengandung kekerasan. Hadirnya Permendikbudristek PPKSP ini sekaligus menjadi jawaban atas kekhawatiran yang dirasakan para orang tua mengenai maraknya kekerasan di lingkungan pendidikan.
Permendikbudristek PPKSP juga mencakup mekanisme pencegahan guna meminimalisir terjadinya tindak kekerasan. Mekanisme pencegahan itu meliputi penguatan tata kelola, edukasi, serta penyediaan sarana dan prasarana. Ketiga mekanisme tersebut membutuhkan peran penting dari satuan pendidikan dan Pemerintah Daerah, dengan perincian sebagai berikut:
Pertama, untuk memperkuat tata kelola, satuan pendidikan dapat: (a) membuat tata tertib dan program; (b) menerapkan pembelajaran tanpa kekerasan; (c) membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), dan; (d) melibatkan warga sekolah, termasuk di dalamnya adalah orang tua/wali. Sementara itu, Pemda dapat berperan dengan cara: (a) menyusun dan menetapkan peraturan kepala daerah tentang PPKSP; (b) mengalokasikan anggaran; (c) memfasilitasi dan membina satuan pendidikan; (d) membentuk satuan tugas, dan; (e) melibatkan masyarakat.
Kedua, satuan pendidikan memberikan edukasi berupa: (a) sosialisasi dan kampanye di satuan pendidikan dan; (b) melaksanakan pendidikan penguatan karakter. Adapun peran Pemda dalam konteks ini adalah: (a) melakukan sosialisasi kebijakan dan program pencegahan kekerasan, dan; (b) melatih TPPK dan satuan tugas yang sudah dibentuk.
Ketiga, untuk meminimalisir ruang terjadinya tindakan kekerasan, baik satuan pendidikan maupun Pemda sama-sama punya peran penting untuk: (a) memastikan tersedianya sarana dan prasarana yang aman dan ramah bagi kelompok difabel, dan; (b) menyediakan kanal aduan.
Baca Juga: Pendidikan untuk Semua
Bagaimana jika setelah mekanisme pencegahan itu dilakukan ternyata masih ada tindakan kekerasan di lingkungan sekolah? Dalam konteks ini, TPPK dan Satuan Tugas mesti melakukan upaya penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban bekerja sama dengan penyedia layanan terkait.
Adanya mekanisme PPKSP yang jelas ini diharapkan dapat menjawab kekhawatiran masyarakat tentang situasi dan kondisi sekolah yang masih rentan terjadi kekerasan. Permendikbudristek PPKSP ini mampu membangkitkan kesadaran bagi siapapun untuk bergerak bersama menghapus kekerasan di satuan pendidikan. Bahwasanya, tidak boleh lagi ada kekerasan dalam bentuk apapun, apalagi sampai menjadi ancaman bagi warga satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Keberadaan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan akan membuat orang tua tidak ragu dan khawatir dengan kondisi anak-anaknya. Hana Ristami, salah seorang Fasilitator Ibu Penggerak mengaku kerap merasa khawatir dengan kondisi sekolah yang menurutnya masih rentan terhadap pelbagai macam bentuk kekerasan. Dengan adanya Permendikbudristek PPKSP ini, kekhawatiran itupun mulai luntur.
Kekhawatiran serupa juga dialami Mona Ratuliu, seorang artis dan ibu dari empat anak. Ia merasa miris dengan maraknya pemberitaan tentang tindak kekerasan yang terjadi di sekolah. “Saya berharap Permendikbudristek ini bisa membawa perubahan besar terhadap keamanan di satuan pendidikan, sehingga orang tua bisa tenang melepaskan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan demi masa depan yang lebih baik,” kata Mona.
Abdul Rahman, Guru Inspiratif 2023 dari SDN 011 Balikpapan Tengah, menyampaikan bahwa lingkungan belajar merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi efektivitas proses pembelajaran murid. Lingkungan belajar yang bebas dari kekerasan dan menyenangkan, kata dia, “pasti akan meningkatkan kualitas belajar murid”.
“Yang perlu kita pahami bersama adalah bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, kebhinekaan, aman, nyaman, dan menyenangkan agar terwujud cita-cita Merdeka Belajar,” kata Betty Nuraini, Ketua Perhimpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi).
Harapan senada dilontarkan oleh Agen Perubahan Roots Anti Perundungan dari SMP Negeri 1 Jayapura, Cheril Hutajulu. Sebagai seorang anak, siswa perlu mendapatkan perlindungan atas haknya, sebagai diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
“Karena kami sebagai siswa yang masih anak-anak perlu dilindungi haknya. Kami berharap dengan adanya peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah ini semua anak bisa belajar dengan aman dan nyaman,” ungkap Cheril.
Zaki Tasnim, Pelajar SMA Negeri 1 Cianjur yang didapuk sebagai Agen Perubahan Roots Anti Perundungan juga menggantungkan harapan yang tinggi terhadap implementasi kebijakan Permendikbudristek PPKSP. Sehingga demikian, seluruh warga satuan pendidikan akan merasa aman dari tindakan kekerasan. “Agar siswa dapat belajar dengan aman, nyaman, dan menyenangkan. Mari bersama hentikan kekerasan sekarang juga!” pungkas Zaki.