Konsultasi Agama

Pimpinan ‘Aisyiyah yang Bercadar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Kak ‘Aisy yang saya hormati. Saya adalah  salah satu pimpinan di sebuah Cabang ‘Aisyiyah yang pada saat ini menjalankan kegiatan ‘Aisyiyah. Kondisi terkini, kami kekurangan teman seperjuangan karena di antara teman seperjuangan di ‘Aisyiyah, yang semula kompak dan selalu bersama berjuang, pada bulan-bulan  terakhir ini sudah banyak mengurangi kegiatan dalam menjalankan program organisasi. Di sisi lain, sekarang penampilan dua  teman kami ini lebih rapat menutup aurat dengan warna hitam dan kerudung besar, bahkan mengenakan cadar. Ketika saya silaturahmi, dia sempat mengatakan bahwa dia kini sudah hijrah sehingga harus lebih banyak di rumah dan jika terpaksa keluar rumah harus berbusana lebih syar’i. Bahkan, dia sempat mengkritik bahwa ibu-ibu ‘Aisyiyah kurang syar’i. Saya ingin tanya kepada Kak ‘Aisy, sebenarnya bagaimana berpakaian secara islami? Haruskah bercadar? Atau minimal berkerudung besar dan panjang? Mohon pencerahannya. Atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih..

Wassalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.

Nurl

JAWABAN

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh

Ibu Nur yang saya banggakan.  Kak ‘Aisy mengapresiasi Ibu yang tetap menjalankan amanah organisasi dan tetap menjalin silaturahim dengan teman meskipun berbeda pandangan. Ibu, sebenarnya Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menulis fatwa dalam buku Tanya Jawab Agama jilid 4 halaman 237-238 yang sesuai dengan pertanyaan Ibu. Infografis terkait fatwa tersebut telah tersebar melalui media sosial sebagaimana gambar berikut:

Dalam menggunakan kerudung atau jilbab, Allah berfirman dalam surat an-Nuur ayat 31 :

“Katakanlah kepada perempuan yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya….”

إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ  “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” Ayat ini menurut penafsiran Jumhur ulama, bahwa yang boleh nampak dari perempuan adalah kedua tangan dan wajahnya sebagaimana pendapat Ibnu Abbas ra. dan Ibnu Umar ra. (Tafsir Ibnu Katsir vol. 6:51)

وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ  menunjukkan bahwa kerudung/jilbab  cukup menutup dada, tidak harus berlebihan sampai panjang dan lebar di muka maupun di belakang.  Ghuluw (melampaui batas) atau berlebihan dalam menjalankan syariat itu dilarang Rasulullah saw. :

Dari `Abdullah bin ‘Abbaas radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, “Pada pagi hari di Jamratul ‘Aqabah ketika itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berada di atas kendaraan, beliau berkata kepadaku, “Ambillah beberapa buah batu untukku!” Maka aku pun mengambil tujuh buah batu untuk beliau yang akan digunakan melontar jamrah. Kemudian beliau berkata, “Lemparlah dengan batu seperti ini!” kemudian beliau melanjutkan, “Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama.” (H.R. an-Nasaa’i, Ibnu Maajah dan Ahmad).

Adapun pemakaian cadar sangat jelas bahwa Rasulullah pernah menasihati Asma ketika menghadap Rasulullah

Rasulullah saw berpaling darinya dan berkata: “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang perempuan itu, jika telah mendapatkan haidh, tidak pantas terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya.” (H.R. Abu Dawud)

Dengan demikian, tidak ada perintah dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah al-Maqbullah tentang pemakaian kerudung yang berlebihan panjang dan lebar  serta penggunaan cadar. Bahkan kalau diperhatikan, pemakaian cadar bagi perempuan itu tidak berkesesuaian dengan isi ayat dan hadis tersebut (sumber buku Tanya Jawab Agama yang dikeluarkan oleh Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih jilid 4, halaman 238). 

Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah juga telah mengeluarkan SK  No 231/SK-PPA/A/X/2019 tentang Panduan Penggunaan Seragam Nasional, sehingga tidak ada lagi yang berkerudung model panjang, lebar, dan model langsungan/jadi.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

 (Bunda Imah)

Related posts
Berita

Muhammadiyah: Timbulkan Mafsadah, Berangkat Haji dengan Visa Non Haji Merupakan Perbuatan Terlarang

Pemerintah Arab Saudi telah menetapkan kebijakan bahwa ibadah haji hanya bisa dilakukan oleh jemaah pemegang visa haji. Bahkan ulama Saudi menyebutkan bahwa…
Berita

Bagaimana Kriteria Imam Salat yang Baik? Ini Penjelasan Majelis Tarjih

Yogyakarta, Suara ‘Asiyiyah – Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengadakan Webinar dengan tema “Kapita Selekta Putusan dan Fatwa…
Berita

Din Syamsuddin: Muhammadiyah Punya Infrastruktur Kuat untuk Berkiprah di Tingkat Global

Surakarta, Suara ‘Aisyiyah – Apa yang disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir ketika memberikan pengantar dalam Seminar Pra-Muktamar Ke-48 dengan tema…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *