Oleh: Fuad Zein*
Pinjaman online saat ini menjamur di Indonesia. Pinjaman online dianggap lebih mudah dan cepat dalam pengurusan maupun pencairannya. Hal ini yang membuat masyarakat mulai melirik penggunaan pinjaman online.
Akan tetapi, pada praktiknya, pinjaman online (pinjol) kerap menyisakan banyak masalah: mulai dari bunga yang sangat besar; penagihan yang tidak sesuai prosedur; hingga berbentuk ancaman. Namun demikian, kasus pinjol tidak lagi menjadi sesuatu yang asing bagi masyarakat. Mudahnya meminjam uang pada pinjol menyebabkan kasusnya makin marak.
Pinjam uang melalui platform pinjaman online yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat berisiko bagi pengguna. Dengan kata lain, pinjol yang sering merugikan masyarakat itu adalah pinjol ilegal. Melihat fenomena ini, maka masyarakat yang membutuhkan dana untuk keperluan produktif diminta meminjam pada fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kejaksaan, Kepolisian RI, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sepakat memperkuat kerjasama dalam Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) untuk mencegah dan menangani maraknya tawaran dan praktik investasi ilegal.
Baca Juga: Hukum Jual Beli Ijon
Di Indonesia, problem yang merugikan masyarakat, bukan hanya pinjol ilegal. Akhir-akhir ini sejumlah money game sangat marak beroperasi di tengah masyarakat kota sampai pedesaan dalam aneka bentuk: mulai dari yang menyamar sebagai koperasi, MLM gadungan, sampai seolah-olah bisnis emas.
Korban terus berjatuhan, tetapi hal serupa ini tetap saja terus muncul secara berulang. Oleh karena itu, Satgas Waspada Investasi sangat penting fungsinya dalam menjawab tantangan tersebut. Dengan cara ini, masyarakat terlindungi dari upaya kejahatan berkedok investasi dan atau lebih menyadari konsekuensi serta risikonya jika dihadapkan pada tawaran yang memberi imbalan yang di luar batas kewajaran.
Sejauh ini, laporan yang bersumber dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melakukan penindakan terhadap lembaga pinjaman online ilegal berupa penutupan kegiatan usaha. Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang dialami masyarakat. Perlu diketahui bahwa entitas pinjaman online ilegal ini beredar melalui aplikasi di HP dan di website.
Mencermati pinjaman online (pinjol) sering membuat masalah, tentunya hal ini membuat masyarakat bertanya-tanya, bagaimana hukum pinjaman online menurut Islam? Dalam kajian fikih muamalah kontemporer pinjam uang (qard) dengan cara online hukumnya diperbolehkan, sebagaimana hukum qard secara offline.
Sistem keuangan kita masih menganut dual system, sehingga masih memungkinkan pinjaman online atau offline memiliki karakteristik konvensional dan berbasis syariah. Meskipun diperbolehkan, lembaga yang mempraktikkan pinjaman online harus memperhatikan beberapa hal agar sesuai dengan nilai syariah. Itulah sebabnya keberadaan pinjol berbasis syariah bisa menjadi pilihan.
Pinjol syariah merupakan produk keuangan yang berbasis syariat. Memang secara operasional, layanan pinjol syariah hampir mirip dengan pinjaman konvensional, namun berbeda dalam praktik akad dan pengelolaan dananya. Sebagai informasi, dilansir situs OJK, per Oktober 2021, jumlah fintech pinjol syariah yang terdaftar sebanyak 8 perusahaan di antaranya Investree, Ammana, Alami, Dana Syariah, Duha Syariah, Qazwa, Papitupi Syariah, dan Ethis.
Memperhatikan situs resmi MUI, ada tiga hal penting terkait pinjol yang wajib diperhatikan: Pertama, tidak menggunakan riba. Dalam Islam riba artinya sebuah penambahan nilai atau bunga melebihi jumlah pinjaman saat dikembalikan dengan nilai tertentu yang diambil dari jumlah pokok pinjaman untuk dibayarkan oleh peminjam. Secara eksplisit, Allah swt. melarang umat-Nya untuk melakukan riba, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah [2] ayat 275:
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Kedua, jangan menunda untuk membayar utang. Maksud menunda di sini, ketika pemilik utang sudah mampu membayar, namun menunda untuk melakukan pembayaran. Hal ini hukumnya adalah haram. Dalam suatu hadis yang diriwayatkan dari ‘Amr bin asy-Syarid dari ayahnya, Rasulullah saw bersabda,
لَىُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوبَتَهُ
Artinya: “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang yang mampu membayar menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya” (H.R. Al-Bukhari, Ibnu Majah, dan an-Nasa’i).
Ketiga, memaafkan orang yang tidak mampu membayar utang. Adakalanya dalam suatu kondisi, pemilik utang tidak mampu untuk melunasi utang, maka ditunggu sampai yang bersangkutan ada kelonggaran untuk melunasi utang. Jika benar-benar tidak mampu, memaafkan utang tersebut bagi peminjam adalah hal yang mulia dalam ajaran Islam.
Hal tersebut dibuktikan oleh firman Allah dalam surah al-Baqarah [2] ayat 280:
وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Senada dengan hal itu, riwayat hadis lainnya dari ‘Ubaidillah bahwasanya dia mendengar Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda (yang artinya), “Ada seorang pedagang yang memberikan pinjaman kepada manusia, maka jika ia melihat orangnya kesulitan, ia berkata kepada pelayannya: Bebaskanlah ia, semoga Allah membebaskan kita (dari dosa-dosa dan adzab), maka Allah pun membebaskannya” (H.R. Al-Bukhari).
Dalam sistem syariah, terdapat beberapa jenis akad yang dapat dipilih pengguna, di antaranya akad jual beli, akad simpan pinjam, akad saling membantu, dan sebagainya. Sementara itu, dalam sistem konvensional, tidak terdapat akad tersebut.
Dari segi praktik, meminjam uang melalui pinjol syariah hampir sama dengan pinjol konvensional. Namun, perbedaan terletak pada akad dan proses pengembaliannya.
Baca Juga: Hukum Transaksi Bisnis Online
Dari sisi syarat peminjaman, pinjol syariah memiliki banyak kesamaan dengan pinjol konvensional. Namun, dalam penggunaan dana pinjaman syariah peminjam tidak boleh menggunakan uang pinjaman untuk kegiatan yang dilarang dalam syariat seperti maisir (perjudian), gharar (ketidakpastian), riba (berbunga), dan haram.
Bentuk produk pinjol syariah tidak jauh berbeda dengan produk layanan keuangan syariah lainnya, seperti bank syariah, asuransi syariah, sekuritas syariah, hingga asset management syariah. Pembahasan tentang pinjol syariah sebagai pilihan karena terhindar dari riba. Sementara pinjol yang marak di tengah masyarakat, jauh dari kata ta’awun atau tolong menolong.
Sebagai contoh, jika hari ini mengajukan pinjaman satu juta rupiah, ketika mengembalikan pinjaman 1 juta rupiah itu akan disertai bunga dan akan terus bertambah sesuai dengan lamanya waktu pengembalian. Hal ini jelas memberatkan peminjam sehingga, menimbulkan banyaknya ketidakbaikan atau mudarat.
Kemudaratan pinjol ilegal itu tidak hanya pada aspek finansial, tetapi juga pada sistem yang digunakan, misalnya data peminjam yang sudah melunasi pinjaman dana tidak langsung dihapus. Kerap terjadi penagihan pinjaman dengan cara tidak wajar, misalnya dengan ancaman, gara-gara pinjaman yang harus dilunasi terlambat dibayar.
Padahal peraturan penagihan pinjaman sudah tertera dalam aturan OJK nomor 77 POJK 01 2016 tentang penyelenggara jasa layanan pinjam meminjam berbasis teknologi. Peminjam juga terpaksa harus mengikuti ketentuan dalam platform, salah satunya adalah mengizinkan aplikasi untuk mengakses data kontak yang tersimpan di ponsel peminjam.
Tidak berlebihan, Komisi Fatwa MUI dalam acara Ijtima’ Ulama pada tanggal 11 November 2021 mengharamkan pinjaman pinjol. Oleh sebab itu, para peminjam diharapkan supaya tidak tergiur dengan segala yang dijanjikan pihak pinjol ilegal, termasuk pencairan dana cepat dan syarat peminjaman yang mudah.
* Majelis Tarjih PP Muhammadiyah dan Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta