Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, melalui Konferensi Pers yang diadakan di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, menyoroti fenomena praktik politik uang (money politics) yang masih mewarnai pelaksanaan Pilkada dan Pemilu di Indonesia.
Dalam Konferensi Pers ini, Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mengungkapkan keprihatinan mendalam Muhammadiyah terhadap maraknya praktik transaksional dalam pemilihan yang telah berlangsung sejak Pemilu 2004 hingga sekarang.
Muhammadiyah mencatat bahwa proses Pilkada yang dipenuhi oleh praktik politik uang telah melahirkan birokrasi yang diwarnai korupsi dalam skala nasional.
Busyro menyatakan bahwa kondisi ini tidak hanya merusak moral politik bangsa, tetapi juga memperburuk tatanan birokrasi di berbagai tingkatan, mulai dari akar rumput hingga pemerintahan pusat. “Jika birokrasi dibangun dari hasil politik uang, ini akan mendorong runtuhnya demokrasi dan demokratisasi di berbagai sektor,” ujarnya.
Muhammadiyah prihatin bahwa praktik politik uang telah merampas hak rakyat untuk dipimpin oleh orang-orang yang cerdas, jujur, dan berintegritas. Hak rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang dapat menjalankan amanat dengan baik menjadi terancam jika proses pemilihan tidak bersih.
Oleh karena itu, untuk menciptakan Pilkada 27 November 2024 mendatang yang damai dan bersih dari segala bentuk politik transaksional, Muhammadiyah menyampaikan pandangan dan himbauan sebagai berikut.
Baca Juga: Merawat Optimisme dan Kesadaran Hukum Anak Muda
Pertama, Muhammadiyah, sesuai dengan hasil Muktamar ke-48 di Surakarta, berkepentingan untuk mendorong seluruh warga Persyarikatan agar terlibat aktif dalam upaya mewujudkan pemimpin yang jujur dan cerdas. Warga Muhammadiyah diharapkan dapat memilih pemimpin yang memiliki rekam jejak kepemimpinan yang pro-rakyat dan demokratis. Muhammadiyah juga mengajak semua elemen masyarakat untuk ikut menyukseskan Pilkada yang bersih, jujur, dan memihak pada kepentingan rakyat, serta menjauhkan diri dari segala bentuk politik uang yang melanggar norma agama.
Kedua, rakyat berhak mendapatkan pemimpin yang berkomitmen pada penegakan demokrasi dan HAM. sejalan dengan amanat Pasal 1, ayat 2 UUD 1945 tentang kedaulatan di tangan rakyat. Muhammadiyah mengajak semua pihak untuk memulihkan tata kelola birokrasi negara yang mulai rapuh akibat meningkatnya korupsi di berbagai sektor. Muhammadiyah berkomitmen untuk memperjuangkan birokrasi yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan ajaran agama.
Ketiga, berdasarkan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, segala bentuk suap, sogokan, dan imbalan dalam jual beli suara atau risywah politik dinyatakan haram. Muhammadiyah memandang bahwa politik uang merusak integritas demokrasi dan mendorong terjadinya korupsi. Praktik ini dilarang baik oleh hukum negara maupun agama karena mempengaruhi pilihan rakyat dengan imbalan materi.
Keempat, menilik peningkatan korupsi di sektor sumber daya alam, perizinan, anggaran negara, pajak, dan pertanian, Muhammadiyah menegaskan bahwa korupsi yang bersumber dari Pemilu dan Pilkada yang berbasis suap adalah bertentangan dengan ajaran agama. Muhammadiyah mendorong pemulihan tata kelola birokrasi yang sesuai dengan nilai Pancasila dan agama. Warga Muhammadiyah diimbau untuk menggunakan hak pilihnya secara cerdas, kritis, dan mempertimbangkan kemaslahatan umat serta masyarakat. (sa)