Wawasan

Praksis Islam Rahmatan Lil ‘Alamin dalam Masyarakat

Islam Rahmatan lil Alamin
Islam Rahmatan lil Alamin

Islam Rahmatan lil Alamin

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. ali-Imran [30]: 159).

Rasulullah Muhammad saw. dan hukum-hukum syari’at yang dibawanya adalah rahmat bagi semesta alam.  Dinul Islam yang dibawanya merupakan agama yang mengatur hidup dan kehidupan manusia bukan untuk sekelompok manusia atau sebuah bangsa saja, tetapi seluruh makhluk Allah di muka bumi, termasuk hewan dan tumbuhan. Eksistensi manusia sebagai hamba Allah yang berkewajiban beribadah, berkewajiban pula mengaktualisasikan ibadahnya itu dalam mu’amalah ma’allah, mu’amalah ma’annas dan terhadap alam atau lingkungan.

Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi yang berkewajiban sebagai subyek perubahan menuju pada kebaikan, keteraturan, keadilan, dan perdamaian. Islam mengajarkan kasih sayang, kelembutan, toleran, dan menjauhi kekerasan maupun kebencian sehingga seluruh manusia merasakan manfaat diutusnya Nabi Muhammad saw.

Berkat kenikmatan dan rahmat dari Allah, manusia memiliki banyak kelebihan daripada makhluk lainnya. Dengan kelebihan yang dimilikinya manusia dapat melakukan banyak hal dalam mengimplementasikan Islam rahmatan lil ‘alamin berupa gerakan-gerakan praksis, antara lain seperti berikut:

Pertama, mempererat ukhuwah Islamiyah agar umat Islam menjadi satu kekuatan dalam membangun umat menuju baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yang dalam lingkup kecil disebut Qaryah Thayyibah. Selain itu, juga membangun ukhuwah basyariah insaniah atau persaudaraan sesama manusia sehingga bangsa ini merupakan bangsa yang tangguh terhindar dari permusuhan antarsuku dan agama, dan menyatu dalam kebhinekaan. Hal penting lainnya adalah penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya ukhuwah wathaniyah yang menanamkan sifat nasionalisme, serta taat pada Undang-undang, hukum, dan peraturan yang berlaku.

Kedua, memiliki kepedulian terhadap binatang, berupa binatang piaraan maupun pemeliharaan hewan untuk peternakan, juga memberikan kebebasan pada binatang yang terkekang dengan mengembalikan ke habitatnya. Dapat juga dilakukan  budidaya hasil laut seperti ikan, kerang, dan sejenisnya untuk diolah maupun dibuat menjadi sesuatu yang lebih bernilai tanpa mengancam kepunahannya.

Ketiga, menjaga lingkungan dari kerusakan dan limbah jahat agar tercipta lingkungan yang bersih, sehat, nyaman, dan indah. Hal yang mesti menjadi perhatian juga adalah budidaya lahan tidur atau lahan tidak terawat menjadi lahan produktif. Dari kegiatan itu akan hidup berbagai tanaman beraneka yang dapat menopang kehidupan penanamnya dan menunjang kebutuhan pangan masyarakat.

Keempat, menggerakkan ekonomi masyarakat antara lain dengan mendirikan  koperasi yang berasas gotong royong atau bersifat ta’awun untuk kesejahteraan anggota. Pembekalan life skill dan memacu semangat  kerja masyarakat terutama pemudanya menjadi prioritas agar mampu membuka lapangan kerja sehingga dapat mengurangi  pengangguran.

Kelima, menumbuhkan terus budaya kasih sayang dalam dunia pendidikan maupun dalam  keluarga, dan masyarakat, serta menggugah semangat kesetiakawanan sosial dengan berbagai kegiatan santunan yang bersifat memberdayakan sebagai wujud kepedulian terhadap  dhu’afa’, mustadh’afin, dan kelompok marginal.

Berbagai langkah praksis tersebut perlu dimasyarakatkan melalui berbagai cara, antara lain, menjadi materi dalam pengajian-pengajian, lembaga-lembaga pendidikan, pertemuan kelompok-kelompok masyarakat,  khutbah Jumat, dan melalui tulisan di berbagai media atau sosial media.

Jika pesan Rasulullah berikut telah membudaya, akan punahlah permusuhan, menjadi persahatan yang karib. “la taqatha’u, wala tadabaru, wala tahasadu, wala tabaghadhu. Wa kunu ‘ibadallahi ikhwanan” (jangan kamu saling memutuskan persudaraan, jangan kamu saling membelakangi, jangan kamu saling mendengki, jangan kamu saling memarahi. Dan jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara). (Msn)

Related posts
Liputan

Membela yang Lemah, Membela Tanpa Pandang Bulu

Secara normatif, salah satu pesan utama al-Quran adalah keadilan. Nilai kepedulian dan keberpihakan Islam terhadap kelompok yang lemah (dhuafa) dan yang dilemahkan…
Berita

Gelar Konsolidasi Nasional, Program Inklusi Aisyiyah Tegaskan Keberpihakan pada Kelompok Dhuafa dan Mustadhafin

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Kamis (21/4), Program Inklusi ‘Aisyiyah mengadakan Konsolidasi Nasional bertajuk “Kepemimpinan Perempuan untuk Peningkatan Akses Kesehatan dan Ekonomi bagi…
Berita

PDA Kabupaten Kudus Berikan Santunan kepada Lansia Dhuafa

Kudus, Suara ‘Aisyiyah – Majelis Kesejahteraan Sosial (MKS) Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Kabupaten Kudus mengadakan kegiatan santunan lansia dhuafa di Aula Panti…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *