Surakarta, Suara ‘Aisyiyah – Selama dua dekade terakhir, Pancasila sebagai pondasi negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan nasional dihadapkan pada tantangan serius karena kurangnya upaya yang sungguh-sungguh dalam mengamalkan dan menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat Indonesia. Meskipun nilai-nilai tersebut telah diakui, namun penerapannya belum menjadi kebiasaan yang meresap dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap yang sesuai dengan Pancasila belum sepenuhnya tertanam kuat dalam struktur politik, hukum, ekonomi, dan budaya, termasuk di lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi keagamaan. Kondisi ini berdampak pada kurangnya kekokohan budaya Pancasila dalam berbagai lembaga, yang tercermin dalam kebijakan politik, hukum, praktik ekonomi, dan norma budaya.
Akibatnya, sebagian mahasiswa mencari arah atau pandangan alternatif di luar kerangka Pancasila, percaya bahwa hal tersebut dapat mengembalikan kedaulatan negara yang dianggap telah gagal memenuhi kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini memberi celah bagi kelompok-kelompok ekstrem dan intoleran, serta ideologi takfiri, untuk dengan mudah mempengaruhi dunia pendidikan dengan menyebarkan doktrin ideologi alternatif yang dianggap sebagai solusi atas berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan negara.
Melihat kecarut-marutan permasalahan ini, Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (PSBPS UMS) merasa terdorong untuk menguatkan kembali ideologi Pancasila dalam kesadaran berbangsa dan bernegara. Hal ini diwujudkan melalui pendalaman konsep Pancasila dalam tiga dimensi, yaitu pengetahuan, keyakinan dan penghayatan, serta praktik hidup, yang menjadi fokus di kalangan dosen pengampu dan mahasiswa yang mengikuti mata kuliah wajib Pancasila dan Kewarganegaraan.
Ketiga dimensi ini oleh PSBPS UMS dituangkan dalam program dengan tajuk Revitalisasi, Institusionalisasi, dan Standardisasi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Indonesia (RISP3TI). Program ini telah dilakukan sejak 3 tahun terakhir yakni sejak tahun 2019.
PSBPS UMS bekerjasama dengan Lembaga Bahasa dan Ilmu Pengetahuan Umum (LBIPU), UMS sebagai mitra pelaksana. LBIPU bertanggung jawab atas pengelolaan mata kuliah Pancasila di UMS. Pada saat program ini dijalankan, LBIPU terlibat baik secara substantif maupun teknis dalam melaksanakan program (penyusunan modul & LMS, advokasi kebijakan, dan pelatihan).
Selain itu, PSBPS UMS juga menjalin kerjasama dengan Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan (Diktilitbang) PP Muhammadiyah dalam berbagai bentuk seperti review terhadap penyusunan modul “Pancasila sebagai Laku” hingga pemerolehan rekomendasi kemitraan bagi Perguruan Tinggi Muhammadiyah – ‘Aisyiyah (PTMA) di Indonesia untuk bergabung pada kegiatan pelatihan yang telah kami laksanakan sebelumnya.
Pada pelaksanaan program tahun ini, PSBPS UMS berupaya memperluas jangkauan geografis Pelatihan Nasional RISP3TI. Kami merencanakan penyelenggaraan pelatihan ini di 5 (lima) daerah hub di Indonesia: Sumatera, Kalimantan, Jawa Timur dan Indonesia Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta. Pelatihan pertama diadakan pada tanggal 23-25 April 2024 untuk daerah hub Jawa Barat dan Jakarta di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Yayah Khisbiyah, Direktur Eksekutif PSBPS UMS dalam sambutan untuk pelatihan pertama ini menyatakan memilih pendekatan melalui Pendidikan Pancasila di lingkungan universitas sebagai langkah strategis jangka panjang dan berkesinambungan. Beliau menegaskan bahwa program ini diharapkan dapat membentuk pola pikir mahasiswa secara menyeluruh, menciptakan generasi yang memahami, meyakini, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila untuk kontribusi positif dalam pembangunan bangsa.
Baca Juga: Bansos, Demokrasi, dan Upaya Merawat Kemiskinan
Selanjutnya, Yayah Khisbiyah, menyatakan bahwa bertekad untuk menjadikan program RISP3TI sebagai wahana yang efektif dalam memperkuat ideologi Pancasila di kalangan mahasiswa dan dosen, serta menghasilkan individu yang tidak hanya memiliki pemahaman teoritis, tetapi juga komitmen nyata dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Di sisi lain, Mohammad Thoyibi dari Lembaga Bahasa dan Ilmu Pengetahuan Umum (LBIPU) UMS, yang menjadi mitra pelaksana program, menjelaskan pentingnya pelatihan Pancasila sebagai Laku. Menurutnya, analisis kebutuhan yang dilakukan menunjukkan bahwa materi pembelajaran Pendidikan Pancasila masih perlu diperbaharui, capaian pembelajaran terutama dalam ranah afektif masih terbatas, dan proses pembelajaran cenderung membosankan.
Melalui pelatihan ini, diharapkan metode pembelajaran aktif dapat diimplementasikan lebih baik, memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengartikulasikan pemikiran kritis, dan meningkatkan relevansi materi dengan kasus-kasus aktual di masyarakat.
Melalui kolaborasi dengan Lembaga Bahasa dan Ilmu Pengetahuan Umum (LBIPU), PSBPS UMS berusaha memastikan bahwa materi pembelajaran Pendidikan Pancasila yang disampaikan dalam program ini relevan dengan perkembangan terkini di masyarakat serta mampu menjangkau berbagai aspek kehidupan mahasiswa. Dengan pendekatan yang inklusif dan inovatif, diharapkan mahasiswa dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai Pancasila dan mampu menerapkannya dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Selain itu, program ini juga menempatkan peran penting pada pelatihan dosen dalam penyampaian materi Pendidikan Pancasila Mohammad Thoyibi yang terlibat sebagai mitra pelaksana program, menekankan bahwa perlu ada peningkatan dalam pendekatan pembelajaran yang saat ini cenderung bersifat tradisional dan kurang memadai dalam memfasilitasi partisipasi aktif mahasiswa serta pengembangan ranah afektif mereka.
Kemudian, Ma’mun Murod, Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, dalam sambutannya menyoroti pentingnya memahami Pancasila sebagai falsafah tengahan yang bersifat wasathiyah, bukan ekstrem. Beliau menjelaskan bahwa Pancasila adalah hasil dialektika antara berbagai perspektif tentang dasar negara, menciptakan sintesis yang sejalan dengan nilai-nilai fundamental dalam Islam.
Lebih lanjut, Ma’mun Murod menggarisbawahi bahwa pemahaman yang mendalam tentang Pancasila sebagai falsafah tengahan dapat membantu mencegah polarisasi dan ekstremisme di masyarakat. Dengan memahami bahwa Pancasila adalah sintesis yang memperhitungkan berbagai perspektif dan nilai, diharapkan generasi muda dapat menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik.