Jakarta, Suara ‘Aisyiyah – Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (Uhamka) melalui Pusat Studi Gender dan Perlindungan Anak (PSGPA) mengadakan webinar dan graduasi Sekolah Perempuan Uhamka (SPU) pada Selasa (24/8), melalui media Zoom Meeting. Kegiatan webinar dan graduasi tersebut dinarasumberi Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ketua PP Muhammadiyah, dan Ketua Umum PP ‘Aisyiyah sebagai tokoh nasional yang telah memberikan teladan dalam ketahanan keluarga dan juga gerakan dakwah dan kemasyarakatan.
Program ini berangkat dari survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Juni 2020 yang menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19 anak mengalami kekerasan dan pelakunya tidak lain adalah ibu, kakak/adik, ayah, dan lainnya. Adapun jenis kekerasan yang dilakukan meliputi kekerasan fisik maupun psikis.
Berbagai persoalan tersebut menunjukkan adanya kerentanan pada fungsi keluarga yang seharusnya menjadi pelindung bagi anggotanya. Undang-Undang No. 22/2003 dan UU No. 35/2014 Tentang Perlindungan Anak mengamanatkan negara hadir untuk melindungi setiap anak Indonesia.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan, konsep al-Quran dan sunnah nabi dalam contoh keteladanan kaum Muslimin itu merupakan bangunan faktual yang dilakukan Muhammadiyah dan ‘Asyiyah.
“Konstruksi itu penting. Di dalam Sekolah Perempuan Uhamka, perempuan harus merekonstruksi hal-hal yang kita pelajari agar mengendap di alam pikiran kita dan mengorientasikannya dalam sikap dan tindakan,” ujar Haedar Nashir saat memberikan sambutan.
Haedar menyampaikan, rekonstruksi kelembagaan SPU dan orientasi nilai sangat penting agar semakin maju, mantap, dan unggul dengan sistem Muhammadiyah. “Rekonstruksi nilai Islam berkemajuan ala Muhammadiyah, rekonstruksi paradigma ‘Aisyiyah, Islam berkemajuan melalui pemahaman al-Quran secara komprehensif yang kontekstual. Rekonstruksi sistem pembenahan sistem yang menyatu sama lain yang mengacu pada Muhammadiyah,” ungkapnya.
Selain itu, dia mengungkapkan rekonstruksi model praksisnya. Pengembangan program, pengembangan aksi itu harus interkoneksi dengan ‘Aisyiyah dan NA serta memberikan manfaat pada Muhammadiyah. Hal ini, kata dia, merupakan rekonstruksi dalam kelembagaan dan orientasi nilai. “Posisi kita dalam bidang pendidikan meniscayakan kita untuk menjadi lebih baik sesuai karakter Muhammadiyah yang berbasis pada karakter Islam berkemajuan,” ujarnya.
Baca Juga: Titik Temu Kesetaraan Gender
Sementara itu, Ketua Umum PP ‘Asyiyah Siti Noordjannah Djohantini mengungkapkan, keluarga harus menjadi pilar peradaban melalui budaya yang harus dihidupkan dalam keluarga. Perempuan, kata dia, harus menjadi pilar keluarga sakinah dan pilar bangsa serta pilar ketenteraman serta keseimbangan baiti jannati.
“Hal tersebut harus dilakukan dengan relasi, kesetaraan, dan berkeadilan sebagai ibu yang berperan penting sebagai inspirasi dalam pola asuh keteladanam dan sumber inspirasi nilai-nilai kemanusiaan yang irfani,” ungkap Noordjannah.
Dia melanjutkan bahwa perempuan berperan dalam aspek pendidikan, keluarga, kemasyarakatan, dan penyangga ekonomi. Untuk itu, kata dia, perempuan harus memiliki jiwa yang kokoh, kemandirian, ulet, dan seterusnya.
Kegiatan webinar ini merupakan bentuk apresiasi dalam graduasi Sekolah Perempuan Uhamka yang telah berlangsung selama tiga bulan, yang dimulai dari Juni sampai Agustus 2021.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Uhamka Gunawan Suryoputro mengatakan, pihaknya berkomitmen mendorong terciptanya kampus responsif gender. Salah satunya, kata dia, dengan mendukung PSGPA menjadi pusat studi yang unggul dan mampu memberikan terobosan baru dalam upaya pengarusutamaan gender dan perlindungan anak.
“Kami selalu mendukung dan mendorong sepenuhnya kepada PSGPA menjadi pusat studi yang unggul dalam melakukan terobosan pengaruh utamaan gender dan perlindungan anak di bidang catur darma perguruan tinggi. Jadi, kegiatan PSGPA ini terintegrasi dengan catur dharma perguruan tinggi bidang pendidikan dan pembelajaran,” tutur Gunawan.
Dia menambahkan, salah satu dalam bidang ini PSGPA telah mengintegrasikan kurikulum pengarusutamaan gender ini. “Kami berharap PSGPA mengadakan penelitian, pendidikan, pengajaran responsif gender dan pengabdian kepada masyarakat,” ujarnya. (abdul lathif)