Mataram, Suara ‘Aisyiyah – Pagi ini, (8/8) Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Nusa Tenggara Barat (PWA NTB) adakan Peningkatan Peran Serta ‘Aisyiyah dalam Pencegahan Praktik Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) di Nusa Tenggara Barat.
Dr. Astuti, Ketua Tim Kerja Kesehatan Kelompok Rentan yang merupakan salah satu narasumber pada kegiatan kali ini dalam pemaparannya mengungkapkan bahwa P2GP atau sunat pada perempuan ini berbahaya. “Sunat pada perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan, bahkan merugikan kesehatan perempuan. Hal ini dapat memicu komplikasi jangka pendek dan jangka panjang.” ungkapnya. Ia mengungkap bahwa tindakan ini telah diakui secara internasional sebagai bentuk kekerasan atau bahkan diskriminasi terhadap perempuan.
Dampak jangka pendek yang dapat dirasakan antara lain adalah nyeri hebat, pendarahan, infeksi, atau bahkan tetanus jika alat yang digunakan dalam tindakan tidak steril. Adapun dalam jangka panjang, ada juga masalah saat buang air kecil, menstruasi, dan berhubungan seksual. Astuti menambahkan bahwa ini belum termasuk dampak secara psikologis pada korban.
Berdasarkan data terbaru dalam Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2021, ia menyampaikan bahwa terdapat 55% anak perempuan usia 15-49 tahun yang tinggal bersama keluarganya telah menjalankan praktik sunat perempuan. Sebanyak 34,8% perempuan menyatakan bahwa perempuan tidak perlu disunat dan 49,3% menyatakan bahwa perempuan perlu disunat. Alasan perlunya ada berbagai macam, baik itu agama, budaya, dan lain-lain.
Baca Juga: Perempuan dan Literasi Iklim
Meskipun ada pihak yang mengatasnamakan agama dalam melihaat urgensi sunat perempuan, Muhammadiyah sendiri dalam Fatwa Tarjih telah memutuskan bahwa hal tersebut tidak disyariatkan. Siti Aisyah, salah satu narasumber sekaligus Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Majelis Tabligh dan Ketarjihan mengatakan “Sunat disyariatkan bagi laki-laki dan tidak disyariatkan bagi perempuan.”
“Mahmud Syaltut berpendapat kalau khitan bagi perempuan itu tidak ada dalil yang kuat, jadi dikembalikan ke aspek kesehatan, positif negatifnya. Kalau tidak bermanfaat bagi perempuan ya ditinggalkan saja” imbuh Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah itu.
Sejalan dengan Fatwa Tarjih, dr. Agus Rusdhy juga melarang tindakan tersebut. Dirinya ingin membahas lebih banyak tapi sayangnya tidak banyak data yang mendukung. “Tidak banyak literatur yang membahas, terutama dari Indonesia.” ujarnya. “Entah ini memang sudah tidak ada lagi yang melakukan atau memang tidak ada pelaporan ke pihak berwenang” katanya prihatin.