Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Beberapa waktu terakhir, isu jilbab bagi peserta didik muslimah di sekolah negeri ramai di media sosial. Masyarakat pun terpecah menjadi kelompok yang pro dan kontra. Pro-kontra itu terjadi karena perbedaan persepsi tentang pemakaian jilbab bagi muslimah di sekolah negeri.
Atas kasus itu, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta menyampaikan 3 (tiga) hal yang menjadi bahan pertimbangan sebelum memberikan pernyataan sikap. PWM DIY menimbang bahwa: (a) pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya di bidang spiritual, pengendalian diri, kepribadian, dan sebagainya; (c) berjilbab bagi peserta didik muslimah merupakan bagian dari pengamalan ajaran Islam.
Berangkat dari tiga pertimbangan itu, PWM DIY lalu menyampaikan 7 (tujuh) poin pernyataan sikap, yaitu:
Pertama, menutup aurat dengan berjilbab adalah ajaran Islam sesuai Q.S. an-Nur: 31 dan Q.S. al-Ahzab: 59, sehingga merupakan kewajiban bagi setiap muslimah untuk melaksanakannya dan membudayakannya melalui proses pendidikan. Oleh karenanya, dalam konteks pendidikan upaya pembudayaan pemakaian jilbab bagi peserta didik muslimah, termasuk di sekolah negeri dengan menganjurkan, menasehati, dan memberikan keteladanan bagi peserta didik muslimah untuk mengenakan jilbab dengan prinsip-prinsip edukatif merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab guru.
Kedua, tugas utama guru sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulian, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan sebagainya.
Ketiga, berdasarkan sikap tersebut, pro-kontra tentang pemakaian jilbab bagi peserta didik muslimah, termasuk di sekolah negeri semestinya tidak perlu terjadi, karena hal itu merupakan bagian dari proses dan upaya pendidikan sesuai agama peserta didik untuk melaksanakan ajaran agamanya dan membentuk akhlak mulia, sehingga upaya tersebut sepantasnya mendapatkan dukungan.
Baca Juga: Remaja, Gaya Hidup, dan Pendidikan Kehormatan
Keempat, pemerintah selaku penyelenggara pendidikan seharusnya dapat memberikan pembinaan, perlindungan, dan menjamin kenyamanan bagi guru dalam melaksanakan tugas utamanya, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, termasuk dalam membimbing, mengarahkan, dan melatih peserta didik muslimah agar membiasakan berjilbab/berbusana muslimah untuk membentuk akhlak mulia peserta didik.
Kelima, jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan, maka sesuai dengan prinsip pendidikan penyesuaian setiap masalah perlu mengedepankan prinsip edukatif dengan membuka ruang dialog bagi setiap tindakan yang dianggap kurang tepat, sehingga semua masalah pendidikan dapat disesuaikan dengan baik, karena pada dasarnya setiap guru tersebut pasti berniat baik dan mulia.
Keenam, apabila setiap persioalan dalam pendidikan diselesaikan dengan pendekatan hukuman kepada guru yang dianggap melakukan tindakan yang kurang tepat, maka dikhawatirkan bahwa di satuan pendidikan/sekolah akan terjadi hubungan antara guru-peserta didik hanya bersifat formalistik-kontraktual, dan guru akan berpandangan bahwa tugas guru hanya sebatas mengajar, dan mereka tidak mendidik, membimbing, mengarahkan, dan melatih dalam sikap dan perilaku peserta didik.
Ketujuh, pendidikan, pembentukan karakter, dan akhlak mulia peserta didik merupakan tanggung jawab bersama orang tua, pemerintah, sekolah, dan masyarakat, sehingga setiap unsur tersebut diharapkan saling mendukung untuk mewujudkan suasana yang kondusif bagi pendidikan dan menyelesaikan setiap persoalan pendidikan di sekolah dengan mengedepankan asas-asas musyawarah, dialogis antara orang tua, peserta didik dan guru (sekolah).
Pernyataan sikap ini ditandatangani oleh Ketua PWM DIY Gita Danu Pranata dan Sekretaris Sukiman pada 12 Muharram 1444 H bertepatan dengan 10 Agustus 2022 di Yogyakarta. (sb)