Berita

Ragam Dampak Self Diagnosis bagi Kesehatan Mental

Tanya Jawab Halodoc

Jakarta, Suara ‘AisyiyahHari kesehatan mental sedunia jatuh pada tanggal 10 Oktober setiap tahunnya. Dalam rangka menyemarakkan Hari Kesehatan Mental Sedunia, halodoc menggelar acara tanya jawab melalui siaran langsung Instagram @halodoc, Senin (10/10).

Mengangkat tema “Self–Diagnosis dan Dampaknya Bagi Kesehatan Mental”, halodoc menghadirkan Oza Rangkuti serta Naomi Ernawati Lestari sebagai narasumber. Menurut Naomi yang berprofesi sebagai psikolog, self diagnose adalah proses mendiagnosis gejala-gejala yang dialami seseorang berdasarkan pengalaman di masa lalu atau melalui media tanpa bantuan dari profesional.

Singkatnya, kata Naomi, perilaku ini adalah mendiagnosis diri sendiri dengan suatu penyakit atau gangguan tanpa bantuan profesional. Individu ini meyakini bahwa ia memiliki gangguan atau penyakit dari hasil pencarian di media, seperti buku dan internet.

Dampak dari self diagnose ini beragam. Naomi mengatakan bahwa dengan self diagnose dapat  menyebabkan terjadinya kesalahan treatment yang tepat dalam penyembuhan gangguan mental itu sendiri. Ia menambahkan bahwa belum tentu gejala yang diderita adalah indikasi dari gangguan mental, bisa jadi gejala tersebut merujuk pada penyakit lain.

Baca Juga: Peduli Kesehatan Jiwa, Tanamkan Nilai Spiritual

Pada kesempatan ini, Oza juga mempertanyakan apakah masalah mental dapat diatasi secara mandiri tanpa bantuan tenaga profesional. Hal ini ia lontarkan lantaran banyak generasi muda sekarang yang melakukan perjalanan liburan dengan dalih self healing dan mengaku merasakan stres sehingga membutuhkan penyembuhan atau healing.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Naomi menjelaskan arti healing itu sendiri. “Sebetulnya healing adalah sebuah proses di mana kita bisa menerima diri kita, menerima penderitaan kita, dan mengobati luka-luka yang ada, bukan hanya sekadar trip atau having fun.  Diagnosa harus tetap diberikan oleh tenaga profesional psikolog atau psikiater,” jelasnya.

Menurut Naomi, melakukan trip atau liburan memang bisa menjadi alternatif penyembuhan, namun tetap harus dalam pengawasan tenaga ahli. Hal ini karena penanganan pada setiap kasus dan individu tidaklah sama.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa untuk gangguan ringan seperti kelelahan atau suntuk dengan pekerjaan masih bisa disembuhkan secara mandiri. Akan tetapi, jika masalah yang ada dirasa cukup berat dan sudah menggangu perasaan serta pikiran, maka harus segera menemui tenaga profesional.

“Gangguan mental tidak bisa disembuhkan secara total, namun bisa diatasi dengan treatment agar dapat menjalani kehidupan normal. Fokuslah pada hal-hal yang baik. Meskipun itu kejadian buruk, pasti akan menemukan perspektif baru dari situasi tersebut. Mindfulness, fokuslah pada masa kini, jangan pada masa lalu ataupun masa depan, karena hal ini akan menghabiskan energi,” tutup Naomi menngakhiri materi. (fathiyya)

Related posts
Wawasan

Kesehatan Mental dan Peran Keluarga: Fenomena Masalah Kesehatan Mental Pasca Pandemi Covid-19

Oleh: Lofty Andjayani “Family is not important thing, it’s everything!” Michael J.Fox Keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam hal pembangunan sumber…
Berita

Dokter Probosuseno Jelaskan Cara Mengatasi Depresi dengan Cara Holistik-Integratif

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Dalam siaran langsung di akun YouTube @MQFM Jogja dengan tema “Penanganan Depresi Secara Holistik Integratif”, Dokter Spesialis Penyakit…
Wawasan

Koping Relijius: Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pandemi

Oleh: Anita Aisah* Pada masa pandemi, terdapat tiga zona posisi individu, yaitu zona ketakutan, zona belajar, dan zona bertumbuh. Individu yang masih…

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *