- #TarbiahRamadan, sebuah kolom khusus yang mengulas berbagai artikel tentang Ramadan yang inspiratif

Ilustrasi: CNN Indonesia
Oleh: Atang Solihin*
Hadirin dan hadirat yang kami muliakan Bulan Ramadan identik dengan bulan peningkatan kuantitas maupun kualitas ibadah karena pada bulan tersebut, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan penuh. Di samping itu, umat Islam didorong untuk memperbanyak amal saleh serta dilarang melakukan perbuatanperbuatan buruk yang dapat membatalkan ibadah puasa maupun dapat mengurangi nilai puasa.
Ramadan merupakan momentum bagi manusia untuk melakukan tazkiyatun nafs, yaitu penyucian dan pembinaan diri, sebagai bentuk transformasi menjadi manusia yang lebih baik. Dalam konteks ini adalah menjadi manusia yang memiliki sifat takwa sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah subhanahu wata’ala berikut:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.s. al-Baqarah:183)
Bulan suci Ramadan merupakan sarana memperbaiki dan memperkuat dasar karakter dalam diri manusia. Ibadah pada bulan Ramadan berorientasi kepada penyadaran nilainilai profetik yang mencakup tiga dimensi, yaitu transendensi, liberasi, dan humanisasi.
Pertama, dimensi transendensi yaitu membangun kualitas hubungan antara manusia dengan Tuhan (hablum minallah). Pada bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa seharian selama sebulan penuh tanpa mengharap imbalan yang bersifat materi dari manusia kecuali hanya karena Allah. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
Allah berfirman: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali shaum, sesungguhnya shaum itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan memberi balasannya.“ (H.R. Bukhari dan Muslim)
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (H.R. Bukhari)
Puasa mengajarkan manusia untuk memiliki sifat taat, sabar, dan mampu mengendalikan diri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Dan shaum itu adalah benteng, maka apabila suatu hari seorang dari kalian sedang melaksanakan shaum, maka janganlah dia berkata rafats dan bertengkar sambil berteriak.. Jika ada orang lain yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah dia mengatakan “Aku orang yang sedang shaum.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Puasa mengajarkan manusia untuk senantiasa mengingat Allah dengan memperbanyak salat, zikir, dan tilawatil Qur’an, sebagaimana anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis riwayat Abu Hurairah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan qiyam (salat) Ramadan kepada mereka (para sahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan qiyam (shalat) Ramadan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis riwayat Ibnu Abbas disebutkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari al-Qur’an. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kedua, dimensi liberasi. Yang dimaksud liberasi di sini adalah membebaskan manusia dari cengkraman hawa nafsu yang mengakibatkan ketidakmampuan manusia untuk memfungsikan peran-peran akal dan kalbu secara baik. Puasa bukan hanya sekadar perbuatan fisik berupa menahan lapar, haus, dan dorongan seksual, sebagaimana dilakukan oleh manusia pada umumnya.
ُBerapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya melainkan lapar dan dahaga, dan berapa banyak orang yang salat malam tidak mendapatkan bagian dari ibadahnya melainkan begadang saja. (H.R. Ahmad)
Baca Juga: Ramadan dan Pendidikan Keluarga
Puasa mengajarkan manusia untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta bertindak bodoh, maka bagi Allah tiada gunanya ia meninggalkan makan dan minum (H.R. Bukhari dan Muslim)
Puasa sangat efektif untuk mengendalikan berbagai dorongan nafsu negatif termasuk nafsu biologis. Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah, dan barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa karena hal itu akan lebih bisa meredakan gejolaknya (H.R. Bukhari)
Ketiga, humanisasi. Maksud humanisasi di sini yaitu menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan yang aktif menjiwai kegiatan-kegiatan praktis kemanusiaan. Bulan Ramadan mengajarkan umat Islam untuk merasakan lapar dan haus sepanjang hari.
Di antara tujuannya adalah untuk menumbuhkan kepekaan dan empati antar sesama manusia. Hal ini dibuktikan dengan adanya perintah untuk membayar zakat fitri pada bulan Ramadan yang tujuannya untuk berbagi antar sesama. Kita bisa menelaah perintah zakat ini dari hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas berikut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orangorang miskin. (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim)
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadan termasuk orang yang paling dermawan. Kedermawanan beliau melebihi bulan-bulan selain Ramadan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Ibnu Abbas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadan (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadirin dan hadirat yang kami muliakan,
Pada prinsipnya, seluruh aktivitas ibadah pada bulan Ramadan merupakan bentuk tazkiyatun nafs yang berorientasi kepada penyadaran atas nilai-nilai profetik yang mencakup tiga dimensi, yaitu dimensi transendensi, liberasi, dan humanisasi.
Hal ini ditujukan untuk memperbaiki dan mening-katkan aset-aset nafsaniah, berupa ketaatan, keikhlasan, kesabaran, keadilan, cinta kebaikan, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk mengangkat derajat manusia ke arah yang lebih baik, yaitu menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala.
*Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dan Guru Madrasah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta
1 Comment