Berita

Rembuk Raya Nasyiah Yogyakarta: Dorong Suara Perempuan dan Luncurkan Sekolah Paralegal Junior

Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Suasana semarak namun hangat menyelimuti Aula Gedung Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta saat Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Kota Yogyakarta menyelenggarakan acara Rembuk Raya: Menavigasi Suara Perempuan, Selasa (10/6/25).

Sekitar seratus peserta hadir, mulai dari pelajar SMA, mahasiswa, hingga aktivis komunitas. Rembuk Raya bukan sekadar forum diskusi, melainkan ruang kolektif untuk menyuarakan kegelisahan, harapan, dan cita-cita perempuan muda terhadap dunia yang lebih setara dan aman.

Rangkaian acara ini telah dimulai sejak beberapa pekan sebelumnya lewat lomba video kreatif reels Instagram yang mengangkat tema yang sama. Karya-karya dari peserta menunjukkan betapa kuatnya suara perempuan ketika diberi ruang yang adil.

Pada kesempatan ini, diumumkan pula para juara dari kompetisi tersebut, sebagai wujud apresiasi atas kreativitas peserta menyampaikan pesan melalui media digital.

Rembuk Raya ini juga diwarnai dengan peluncuran resmi program Sekolah Paralegal Junior. Program ini merupakan inisiatif strategis dari PDNA Kota Yogyakarta untuk menyiapkan generasi muda, utamanya pelajar SMA, agar memiliki kesadaran hukum, empati sosial, serta keberanian dalam menyuarakan keadilan.

Sekolah Paralegal Junior tidak hanya sekadar ruang pelatihan, tetapi adalah tempat membentuk karakter karena remaja akan dilatih memahami hak-haknya, mengenali bentuk kekerasan, dan membangun solidaritas untuk saling menjaga.

Dalam sambutannya, Sena Putri Safitri selaku inisiator dan Ketua Panitia, menyampaikan bahwa Sekolah Paralegal Junior merupakan bentuk keprihatinan sekaligus harapan.

Ia menyebut bahwa kekerasan seksual dan pelanggaran hak masih menghantui remaja, dan sering kali mereka tidak tahu harus bicara ke siapa. Di sinilah sekolah ini hadir.

“Sekolah Paralegal Junior ini kami hadirkan sebagai ruang belajar yang aman dan memberdayakan. Remaja tidak hanya kami ajari soal hukum, tetapi juga diajak memahami empati, mengenali ketidakadilan, dan berani bersuara untuk dirinya dan orang lain,” ujarnya.

Baca Juga: Mendorong Pemberitaan Media Online Responsif Gender

Sena menjelaskan bahwa program ini akan berfokus pada pemahaman hukum dasar, hak anak, keadilan restoratif, serta pelatihan komunikasi yang empatik dalam menghadapi kasus kekerasan.

Selain itu, peserta juga akan dilatih untuk mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan dan membangun jejaring dukungan antar sesama remaja. Menurutnya, semua itu penting agar pelajar tidak merasa sendirian ketika menghadapi persoalan hukum dan sosial.

Diskusi panel yang menjadi inti acara menghadirkan dua pembicara utama, yaitu Evri Rizqi Monarshi, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, dan Sumarni Susilowati, Ketua Departemen Organisasi Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah.

Dalam paparannya, Evri menekankan pentingnya kehadiran perempuan dalam ruang pengambilan keputusan, terutama di media. Ia menyebut bahwa selama ini, konten-konten di ruang siar masih minim narasi perempuan dan kurang berpihak pada pengalaman perempuan.

Ia menyebut bahwa perempuan perlu diberi peran lebih luas bukan hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek yang menentukan arah media dan kebijakan.

Sumarni, di sisi lain, menyoroti bagaimana kekerasan masih menjadi kenyataan yang menimpa banyak perempuan, baik di ruang fisik maupun digital.

Ia menyampaikan bahwa media sosial kini tak hanya jadi ruang ekspresi, tetapi juga menjadi tempat munculnya kekerasan verbal dan simbolik. Sumarni menegaskan bahwa keberanian untuk bersuara adalah langkah awal untuk menciptakan perubahan.

“Kita tidak bisa berharap suara perempuan terdengar jika sejak awal akses terhadap pendidikan, ruang publik, dan pengambilan keputusan masih timpang. Program seperti hari ini adalah bagian dari perlawanan terhadap sunyinya suara perempuan selama ini,” ujarnya.

Melalui peluncuran Sekolah Paralegal Junior, PDNA Kota Yogyakarta menegaskan bahwa keberanian bersuara bukan hanya milik aktivis senior atau mereka yang duduk di parlemen.

Suara perempuan muda, termasuk pelajar SMA, memiliki tempat yang penting dalam membangun masyarakat yang adil dan setara. Dari Yogyakarta, suara itu mulai dikuatkan. Dari forum kecil ini, benih-benih keadilan mulai disemai. (sa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *