Yogyakarta, Suara ‘Aisyiyah – Di tengah budaya patriarki yang masih kentara, perempuan dan anak difabel mengalami diskriminasi ganda. Tidak jarang mereka mengalami kekerasan atau pelecehan seksual. Koordinator Jaringan Advokasi SIGAB (Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel), Purwanti menyebut, banyak ditemukan kasus perempuan difabel mengalami pemerkosaan.
“Karena posisi anak dan perempuan difabel rentan terhadap diskriminasi, maka sudah selayaknya keduanya mendapatkan perlindungan lebih,” katanya dalam Diskusi Penguatan GEDSI yang diadakan Program Inklusi ‘Aisyiyah dengan tajuk “Lensa GEDSI dalam Pengelolaan Program”, Rabu (6/7).
Untuk meminimalisir terjadinya diskriminasi dan subordinasi terhadap perempuan dan anak difabel, kata Purwanti, harus dibangun inklusifitas dalam kelembagaan, program, dan gerakan advokasi. Inklusifitas itu mencakup visi kesetaraan, keberpihakan terhadap kelompok rentan, penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang layak, dan sebagainya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa harus ada perubahan cara pandang terhadap difabel yang menempatkan mereka di posisi yang setara tanpa diskriminasi; memberikan difabel kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam aktivitas keluarga, sosial-kemasyarakatan, politik, dan sebagainya; mengadakan program pembangunan dan penganggaran yang berbasis HAM, dan; pemenuhan HAM difabel di segala aspek kehidupan.
Pungkasan, Purwanti memberikan kata kunci bagi pelaksanaan progam dengan cara pandang GEDSI, yaitu: I untuk identifikasi; N untuk naikkan kesadaran; K untuk kembangkan akses dan kemandirian; L untuk libatkan; U untuk arus utama; S untuk setara, dan; I untuk ingat perhatikan kebutuhan khusus individu.
Baca Juga: Inklusi Aisyiyah: Difabel Harus Diberi Kesempatan dan Diberdayakan
Selanjutnya, Endah Trista Agustiana menyampaikan bahwa inklusi harus menjadi prinsip menyeluruh yang diterapkan pada semua aksi dan pendekatan program. “Pendekatan inklusif berusaha untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan yang mencegah penyandang disabilitas berpartisipasi dan mendapat manfaat pembangunan,” kata dia.
Senior GEDSI Adviser Program INKLUSI itu menjelaskan bahwa pendekatan GEDSI punya empat fokus prinsip, yaitu: pertama, kebijakan yang inklusif; kedua, meningkatkan akses terhadap pelayanan publik bagi setiap orang yang berbeda; ketiga, relasi kekuasaan dan kelompok; keempat, faktor-faktor mikro dan persepsi individu.
Dengan empat fokus prinsip itu, kata Endah, diharapkan dapat tercapai tujuan yang diharapkan, yakni mengidentifikasi, mengungkapkan, dan memahami berbagai isu, relasi kuasa, dan faktor penyebab yang membuat ada kelompok-kelompok yang termarginalisasi. (sb)